Dua keluarga yang terlibat permusuhan karena kesalahpahaman mengungkap misteri dan rahasia besar didalamnya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MagerNulisCerita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Teman Baru
Sesampai dikampus Hijau
"Terima kasih ya mas atas tumpangannya" —Naura
"Iya mbak sama-sama, saya duluan ya" —Pria asing
Setelah sekian lama Naura menunggu Tiara di Lobi. Akhirnya Tiara sampai juga diantar oleh pak Yusuf.
"Pak ucup, Tiara berhenti di sini aja, Pak Ucup langsung ke parkir mobil saja ya" —Tiara
"Loh kenapa Non, biasanya sampai ke depan Gedung" —Pak Yusuf
"Anu.. Itu, temen Tia sudah nunggu di Lobi pak. Jadi, Tia mau menghampirinya" —Tiara
"Oh iya Non, bapak parkir mobil kalau begitu" —Pak Yusuf
Setelah berjalan beberapa langkah akhirnya Tiara sampai di Lobi untuk menghampiri Naura.
"Hi, Na. Udah lama nunggunya? Tadi, pak Ucup puter dulu karena lupa isi BBM" —Tiara
"Eh, Ti. Nggak kok baru juga sampai, Aman" —Naura
Meskipun setelah mereka melakukan perbincangan kemarin, tetapi mereka tanpa sedikitpun membahas bahasan kemarin. Mereka sadar, masalah kedua keluarga mereka bukan ranah mereka, karena peristiwa kelam yang terjadi saat mereka masih kecil.
"Hei, Maaf bisakah kalian mengantar saya ke bagian akademik kampus Hijau. Saya Ficko mahasiswa pindahan dari kampus biru. Saya bingung, dari tadi saya mencari keliling kampus Hijau tidak ketemu." —Ucap sang mahasiswa bernama Ficko
"Salam kenal, Saya Tiara, ini rekanku Naura." —Tiara memperkenalkan diri dengan ramah.
"Mari kami antar" —Tiara
"Boleh banget, mari" —Ficko
Mereka berjalan menuju akademik untuk mengurus berkas perpindahan Ficko.
Saat mereka di jalan, tanpa sadar banyak mata yang melihat ketiganya. Lebih tepatnya banyak mata yang melihat Ficko. Ficko memiliki paras cukup tampan dan menawan, Tinggi, putih, dan badan yang proporsional, serta pembawaan yang rapi. Sehingga banyak yang tertarik saat melihatnya.
"Mereka semua kenapa sih Ti, Na? Ucap Ficko" Ficko keheranan yang ditatap begitu dalam oleh para mahasiswa/mahasiswi, terutama mahasiswi.
"Udah abai aja Fick, biasa mah itu" —Ucap Naura berusaha menenangkan segala pikiran yang yang berkecamuk di benak Ficko.
"ngomong-ngomong, kamu pindah di kampus Hijau mau mengambil prodi apa Fick" —Tanya Tiara kepada Ficko.
Mereka masih berjalan menuju gedung akademik kampus Hijau.
"Aku pindah ke Bisnis Digital dan Managemen (BDM), kebetulan prodi BDM kampus Hijau kan yang terbaik di Indonesia. Jadi, karena lebih dekat juga jadi apa salahnya ya kan?"
"Ngomong-ngomong masih lama ya?"—Ficko
"oh enggak kok, itu di depan sudah kelihatan gedungnya" —Naura
"Loh disitu, tadi sempat keliling-keliling di situ juga, namun mungkin keburu panik jadi nggak kelihatan tulusan sebesar itu" —Ficko
Akhirnya mereka bertiga pun sampai didepan ruang akademik. Naura dan Tiara menunggu Ficko mengurus berkas perpindahan kampus.
Selang beberapa menit, akhirnya Ficko keluar dari ruang akademik.
"Gimana Fick, sudah selesai" —Tiara
"Udah Ti, Aman. Tadi kata petugas aku bisa langsung masuk kuliah hari ini sekaligus memperkenalkan diri. Semua dosen BDM sudah di infokan menurut petugas akademik tadi" —Ficko
"Nah, bagus itu. Yaudah yok, kita kebetulan hari ini ada kelas. Nanti kamu bisa memperkenalkan diri dikelas." —Naura
"Tapi nggak papa Na? Aku ngg bawa ATK soalnya buat alat tulis" —Ficko
"Aman itu mah, sambil jalan kita ngelewatin koperasi kampus kok. Nanti bisa beli sekalian di koperasi" —Tiara
"Oh ya sudah ayok, mari"—Ficko
Akhirnya mereka segera menuju ke kelas untuk mengikuti perkuliahan.
Sementara itu, di sebuah kafe saat ini Alfian bersama pengacaranya tengah melakukan negosiasi bersama dengan Fauzan dan Monica.
"Oke langsung saja pak Fauzan, saya ingin anda memikirkan ulang terkait rencana bapak untuk menjebloskan anak saya ke dalam jeruji besi. Saya memiliki tawaran yang menarik untuk anda, mungkin sedikit membuat kalian akan tercengang" —Alfian.
"Maksud anda?" —Fauzan
Alfian melemparkan berkas-berkas yang menunjukkan tindakan Fauzan selama ini dalam menghambur-hamburkan uang perusahaan. Meskipun apa yang ia lakukan senata-mata untuk gaya hidup keluarganya.
"Begini saya ingin mengajak anda bernegosiasi, cabut laporan anda terhadap anak saya. Maka rahasia ini akan tersimpan rapat"—Alfian
"Jadi, maksud anda. Anda mengancam saya?"—Fauzan
"Ya begitulah, jadi bagaimana? Saya tau saat ini perusahaan Anda sedang di ambang kebangkrutan. Saya bisa saja membantu anda untuk menyuntikkan dana pada perusahaan anda asal anda menerima tawaran saya, jadi kita saling diuntungkan di sini" —Alfian
Mendengar ancaman dan tawaran Alfian terhadap suaminya, Monica sangat gelisah terhadap situasi saat ini.
"Pah, gimana dong ini. Mama nggak mau kita jatuh miskin. Kita terima saja Pah negosiasi mereka" —Monica membisikkannya ke telingan suaminya.
"Kita lihat dulu mah"—Jawab Fauzan sembari bisik-bisik ditelinga Monica.
Melihat suami-istri didepannya sedang terlihat bimbang dan terlihat bingung.
"Oke, saya beri kalian waktu sampai dengan besok siang 12.00, jika kalian menolak negosiasi hari ini. Maka kaluan tahu kan konsekuensinya apa?" —Sedikit ancaman dari Alfian.
"Kalau begitu kami pamit, mohon dipikirkan dengan matang tawaran saya tadi" —Alfian
Alfian dan pengacaranya meninggalkan Fauzan dan Monica di Kafe.
"Gimana ini pah, apa yang harus kita lakukan. Bisa-bisa kita masuk penjara pah"—Monica sangat khawatir
Mendengar sang istri gelisah, Fauzan hanya bisa terdiam sembari memikirkan solusi dari masalah ini.
"Jawab pah, mamah nggak mau pokoknya kalau jadi gembel. Nanti apa kata temen-temen mamah" —Monica
"Papah masih mikir mah, tapi Mamah tau Alfian itu licik. Pasti ada maksud dan tujuan lain dia menawarkan itu semua. Jadi, tolong jangan buat Papah tambah pusing. Sekarang kita pulang, istirahat sambil menyiapkan langkah selanjutnya"—Alfian
Akhirnya setelah sekian lama berdebat, keduanya segera meninggalkan Kafe tersebut dengan wajah penuh tekanan.
Sementara itu, kembali ke kampus hijau. Saat ini suasana kelas BDM telah memulai kegiatan belajar mengajar. Namun, Fadhil melihat dua rekannya belum ada dikelas membuatnya bingung.
"Loh di mana sih, Tiara dan Naura. Dihubungin nggak respon padahal aktif" —Ujar Fadhil pelan sambil menggoyang ponselnya.
Hingga tiba-tiba, suara kelas tiba-tiba ricuh saat melihat Tiara dan Naura masuk ke dalam kelas. Namun, bukan karena mereka, melainkan orang yang ada di belakang Tiara dan Naura.
"Maaf pak, kami terlambat. Tadi oleh Bu Izzah kami di minta untuk menemani Ficko ke kelas pak setelah dari Akademik" —Tiara meminta maaf atas keterlambatan mereka sekaligus memberikan alasan.
"Oh iya tidak apa-apa, ini ya mahasiswa baru kita" —Ucap pak Fiqri
Akhirnya Ficko mendekat tepat disamping meja sang dosen.
"Iya betul pak saya Ficko mahasiswa pindahan dari Kampus Biru" —Ficko masih sedikit malu-malu.
"Begitu rupanya. Oke Ficko silakan memperkenalkan diri ya" —Fiqri
Naura dan Tiara kembali ke bangku mereka.
"Siapa tu Na, Ti" —Ujar Fadhil pelan
"Murid baru, pindahan dari kampus Biru"—Tiara
"Hooh"—Naura
"Mayan juga, pantes pada histeris tuh kaum Wonder Woman"—Fadhil
Sebelum sempat berbicara, suara pak Fiqri lebih dulu menggema. Kelas yang mulanya ramai dan tidak kondusif akhirnya bisa lebih terkendali.
"Halo teman-teman, perhatian. Hari ini dan seterusnya kita kedatangan mahasiswa baru dari Kampus Biru, ayo Ficko silakan memperkenalkan diri"—Pak Fiqri
"Baik pak, Halo selamat pagi semua. Perkenalkan nama Saya Ficko Marvelo Dhanu Atmajaya, lebih akrab dipanggil Ficko. Saya mahasiswa pindahan dari Kampus Biru. Salam Kenal Semua" —Ficko
"Halo Ficko, salam kenal" Suara berisik dari semua kaum Wonder Woman termasuk Cantika and the geng.
"Oke, Ficko silakan mengambil posisi duduk ternyamannya ya" —Pak Fiqri
"Sini babe"—ucap Cantika genit
"Oh disamping Fadhil saja kosong" —Pak Fiqri
Ficko akhirnya duduk disamping Fadhil, sementara itu Cantika karena apa yang ia inginkan tidak terpenuhi hanya bisa ngedumel dengan anggota geng nya.
"Halo bro salken, Gue Fadhil" —Fadhil memperkenalkan dirinya dengan menyalami Ficko
"Ficko" —Ficko menerina jabatan tangan dari Fadhil
Kelaspun akhirnya dimulai, meskipun selama kelas berlangsung Ficko merasa tidak nyaman, karena banyak pasang mata yang memperhatikannya. Namun, ia sadar saat ini mungkin ia masih baru, sehingga ia perlu harus menyesuaikan diri. Hingga bel berbungi tanda mata kuliah telah berakhir.
"Akhirnya, bisa makan juga gue. Yok, Fick join kita ke kantin"—Fadhil
"Boleh-boleh" —Ficko
Saat ini, semua mahasiswa sedang beristirahat dan menuju kantin. Saat di kantin, Ficko menerima panggilan dan meminta izin Naura, Tiara, dan Fadhil untuk mengangkat panggilan tersebut.
"Bagaimana Kamu sudah masuk dikampus Hijau?"
Pantengin terus ya guys chapter selanjutnya!