Di dunia kultivasi yang kejam bernama Benua Azure Langit, seorang pemuda desa bernama Lin Feng seumur hidup dianggap “sampah” karena dantian rusak yang membuatnya tak mampu menyerap Qi. Diejek, dikhianati, bahkan tunangannya membatalkan perjodohan demi masa depan yang lebih cerah.
Dari seorang anak desa yang terbuang hingga menjadi legenda yang ditakuti sekaligus dikagumi, Lin Feng berjuang membuktikan bahwa bahkan “daun kering” bisa menjadi pedang abadi yang membelah langit. Bersama Su Ling’er, ia menapaki jalan panjang menuju keabadian—jalan yang dipenuhi darah, air mata, tawa, dan cinta abadi yang tak pernah layu seperti bunga sakura es di puncak gunung suci.
Sebuah kisah epik xianxia klasik penuh aksi kultivasi, balas dendam yang memuaskan, romansa manis yang berkembang perlahan, serta perjalanan menjadi tak terkalahkan sambil melindungi orang yang dicintai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Michael Nero, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12: Alam Rahasia Pedang Langit – Hari-Hari Pertama
Pintu masuk Alam Rahasia Pedang Langit terletak di tebing belakang gunung, tersembunyi di balik formasi ilusi yang membuatnya tampak seperti dinding batu biasa. Sect Master Tian Jian sendiri yang membuka segelnya dengan satu tebasan pedang sederhana—cahaya keemasan menyilaukan sebentar, lalu celah terbuka seperti mulut gua yang menguap.
Lin Feng dan Su Ling’er berdiri di ambang pintu dengan ransel kecil di punggung mereka masing-masing.
“Ingat,” kata Tian Jian sebelum menutup kembali, “waktu di dalam berjalan lebih lambaan—tiga bulan di sana sama dengan satu bulan di luar. Gunakan dengan bijak.”
Pintu segera menutup kembali dengan dentuman pelan. Dan akhirnya mereka berdua kini sendirian di dunia kecil ini.
Alam rahasia itu indah tak terkira. Terdapat lembah luas yang dikelilingi tebing tinggi, air terjun kecil mengalir ke danau jernih, dan di tengahnya berdiri paviliun batu kuno dengan atap melengkung. Qi di udara begitu pekat hingga terasa seperti kabut hangat yang bisa disentuh.
Su Ling’er menarik napas dalam. “Rasanya seperti menghirup sesuatu yang murni.”
Lin Feng menggenggam tangannya. “Dan kita punya tempat ini untuk diri kita sendiri selama tiga bulan.”
Mereka berjalan ke paviliun. Di dalamnya hanya ada dua kamar sederhana, ruang meditasi besar, dan rak kosong yang bisa diisi harta dari cincin Lin Feng.
“Tempat tidur terpisah?” tanya Su Ling’er sambil mengintip kamar.
Lin Feng pura-pura serius. “Aturan sekte bilang murid inti tak boleh serumah sebelum menikah.”
Su Ling’er memelototinya. “Aturan mana?”
Lin Feng tertawa. “Aturan yang baru saja ku buat sekarang.”
Gadis itu mendorong dadanya pelan. “Nanti malam kita lihat siapa yang tidur di lantai.”
Hari pertama mereka habiskan untuk mengeksplorasi dunia tersebut. Di belakang paviliun ada gua kecil dengan batu meditasi alami yang memancarkan Qi pedang murni. Di danau, ikan-ikannya bercahaya sambil berenang kian-kemari, dan di tebing terdapat relief pedang kuno yang bergetar saat disentuh.
“Kau lihat ini?” kata Lin Feng sambil menyentuh salah satu relief. Getaran masuk ke tangannya, membuat intent pedangnya berdenyut.
Su Ling’er mendekat lalu ikut menyentuh relief itu. “Rasanya seperti… ada suara di kepala.”
Mereka duduk bersila di depan relief itu. Setelah satu jam meditasi, Lin Feng membuka mata.
“Ada pesan tersembunyi. Relief ini mengajarkan langkah kaki pedang—bukan teknik serang, tapi cara bergerak agar Qi tak pernah terputus.”
Su Ling’er mengangguk. “Aku juga mendengar pesan yang lain. Teknik pernapasan es untuk menyimpan Yin Qi lebih lama.”
Lin Feng tersenyum. “Kita tukar ilmu malam ini?”
“Sepakat. Tapi kalau aku menang latihan sparring nanti, kau yang harus memasak makan malam.”
“Kalau aku menang?”
Su Ling’er mendekat hingga napasnya terasa di telinga Lin Feng. “Kau boleh minta apa saja.”
Lin Feng batuk kecil. “Fokuslah kultivasi dulu.”
“Tapi kau yang mulai,” balas Su Ling’er sambil tertawa ringan.
Selesai bermeditasi mereka melanjutkan rutinitas hari pertamanya dengan kembali berlatih sparring ringan di lapangan rumput dekat danau. Pedang kayu bertemu pedang kristal—dentang halus bergema, diikuti tawa dan ejekan kecil.
“Kau lambat!” seru Su Ling’er saat menebas miring.
“Kau terlalu prediksi!” balas Lin Feng sambil memutar tubuh.
Satu jam kemudian, keduanya tergeletak di rumput, napas terengah, saling tatap di bawah langit senja alam rahasia yang berwarna ungu lembut.
“Ini… terasa seperti mimpi,” kata Su Ling’er pelan.
Lin Feng memutar tubuhnya menghadap gadis itu. “Kau benar dan aku berharap tidak akan bangun dari mimpi ini.”
Malamnya mereka melanjutkan meditasi dual di ruang utama paviliun. Lilin kecil menyala di sudut, menebarkan aroma kayu cendana yang memenuhi seluruh ruangan.
Mereka duduk saling berhadapan, telapak tangan menempel.
“Mulai secara perlahan,” kata Lin Feng. “Jangan memaksakan aliran Qi.”
Su Ling’er mengangguk. “Aku percaya padamu.”
Qi mulai mengalir. Panas dari Lin Feng masuk ke tubuh Su Ling’er, dingin dari Su Ling’er kembali ke Lin Feng. Awalnya terasa seperti arus listrik kecil—nyaman, tapi kuat.
Setelah tiga puluh menit, Su Ling’er membuka mata. “Aku… merasakan sesuatu. Di dantianku, ada benih kecil yang bergetar.”
Lin Feng juga membuka mata. “Aku juga. Seperti… intent kita mulai menyatu permanen.”
Mereka melanjutkan dual meditasi itu hingga tengah malam. Saat selesai, keduanya berhasil naik setengah tahap lagi—Lin Feng ke Foundation tahap menengah, Su Ling’er ke tahap puncak.
Su Ling’er merebahkan kepala di bahu Lin Feng. “Kau tahu… aku dulu takut untuk memulai dual cultivation. Takut kehilangan kendali atas keinginan hati.”
Lin Feng memeluknya dari samping. “Dan sekarang?”
“Sekarang aku takut kalau berhenti,” jawabnya jujur. “Rasanya seperti lengkap.”
Lin Feng mencium rambutnya. “Kita baru saja memulainya.”
Tapi saat mereka hendak tidur, Lin Feng merasakan getaran aneh dari cincin gioknya. Di dalam ruang penyimpanan, sebuah gulungan baru yang sebelumnya tak pernah ia lihat mulai bercahaya samar.
Ia membuka pikirannya ke cincin. Gulungan itu terbuka sendiri, menampilkan tulisan kuno,
“Pewarisku, ketika kau menemukan pasangan yin-yang sejati, rahasia terdalam warisan akan terbuka. Tapi ingat—cinta sejati juga membawa tribulasi terbesar.”
Paginya Lin Feng menceritakan apa yang ia lihat dan dengar kepada Su Ling’er.
“Apa maksudnya?” tanya gadis itu, alisnya terangkat.
“Aku tak tahu,” jawab Lin Feng pelan. “Tapi aku merasa… ini baru permulaan dari sesuatu yang lebih besar.”
Hari-hari berikutnya berlalu dalam ritme yang indah, latihan pagi, sparring siang, meditasi dual malam, dan waktu santai di sore hari—kadang diselingi dengan memancing ikan yang memancarkan cahaya, atau hanya sekedar berbaring di rumput saling bercerita pengalaman masa kecil.
Kemajuan mereka luar biasa. Dalam dua minggu di alam rahasia—sama dengan enam hari di luar, Lin Feng mampu menembus Foundation tahap akhir
Tapi tepat di malam ke-20, saat tengah Lin Feng dan Su Ling'er melakukan meditasi dual lagi, gadis itu tiba-tiba tersentak. Matanya terbuka lebar memancarkan cahaya kebiruan, aura esnya meledak tanpa kendali—ruangan langsung membeku, es tebal menyebar menutupi seluruh dinding pavilium.
“Ling’er!” Lin Feng memegang bahunya, Qi panasnya mengalir untuk menstabilkan.
Gadis itu akhirnya tersadar sambil terengah, wajahnya berubah menjadi pucat pasi. “Aku… melihat sesuatu. Di dalam meditasi. Sebuah ingatan yang bukan milikku.”
“Ingatan apa?"
Su Ling’er menatapnya dengan mata yang bergetar. “Aku melihat diriku sendiri saat masih kecil, berdiri di sebuah istana es besar yang tak pernah aku kenal. Ada seorang wanita cantik berpakaian putih, mirip denganku. Dia berkata… ‘Anakku, darah suci kita tak boleh jatuh ke tangan musuh. Suatu hari kau akan bertemu pemegang Pedang Abadi. Lindungi dia… atau bunuh dia sebelum rahasia terbuka.’”
Lin Feng membeku. “ Mungkinkah Itu ingatan reinkarnasi? Atau segel memori?”
Su Ling’er menggeleng pelan. “Aku tak tahu. Tapi saat wanita itu bicara, aku merasakan kebencian yang dalam terhadap pemilik Pedang Abadi.”
Ruangan hening. Hanya suara api lilin yang bergoyang ditiup angin.
Lin Feng menarik Su Ling’er ke dalam pelukannya. “Apa pun itu, kita hadapi bersama. Aku tak akan percaya kalau kau akan menyakitiku.”
Su Ling’er memeluk balik, suaranya bergetar. “Aku juga tak mau. Tapi aku takut… kalau ingatan itu kembali dan mengubahku menjadi pribadi yang baru saja kutemui.”
Di luar paviliun, angin malam berhembus lebih kencang dari biasanya, seolah alam rahasia sendiri merasakan badai yang akan datang diluar.
jika berkenan mampir juga keceritaku PENJELAJAH WAKTU HIDUP DIZAMAN AJAIB
saya suka...saya suka.../Drool//Drool/
Terima kasih banyak atas dukungan dan kesetiaan kalian dalam mengikuti novel ini.
Saat ini, novel sedang dalam proses revisi, khususnya pada segi kepenulisan dan ejaan, agar alur cerita menjadi lebih rapi, nyaman dibaca, dan sesuai dengan kualitas yang diharapkan. Selain itu, terdapat beberapa adegan yang perlu dipotong, diperbaiki, atau diganti, demi memperkuat cerita serta menjaga konsistensi plot.
Proses ini dilakukan agar pengalaman membaca kalian menjadi jauh lebih baik ke depannya. Mohon pengertiannya apabila ada perubahan pada beberapa bagian cerita.
Sekali lagi, terima kasih atas kesabaran dan dukungan kalian. Semoga versi revisi nanti bisa memberikan kesan yang lebih mendalam dan memuaskan. 🙏✨