NovelToon NovelToon
Demi Apapun Aku Lakukan, Om

Demi Apapun Aku Lakukan, Om

Status: sedang berlangsung
Genre:Dikelilingi wanita cantik / Duda
Popularitas:2.1k
Nilai: 5
Nama Author: Naim Nurbanah

Kakak dan adik yang sudah yatim piatu, terpaksa harus menjual dirinya demi bertahan hidup di kota besar. Mereka rela menjadi wanita simpanan dari pria kaya demi tuntutan gaya hidup di kota besar. Ikuti cerita lengkapnya dalam novel berjudul

Demi Apapun Aku Lakukan, Om

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Naim Nurbanah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 12

Salwa melangkah terburu-buru menuju kamar sahabatnya, yang jaraknya hanya selemparan batu dari kamar ayah Salsa. Wajahnya masih pucat, seolah sisa malu yang menyesak dada belum juga surut. Napasnya tak beraturan saat ia mengulang dalam hati,

"Gila, aku kok bisa-bisanya menyentuh, bahkan mencium om Marcos waktu dia tidur? Pasti dia pura-pura tidur supaya aku nggak berhenti. Malu banget, ya ampun."

Setelah mengetuk pintu dengan tangan gemetar, Salwa masuk. Matanya membelalak saat melihat wajah Salsa yang langsung memerah karena kaget dan cemas.

"Kamu kenapa, Salwa?" tanya Salsa pelan, mencoba menangkap perubahan sikap sahabatnya yang tiba-tiba jadi aneh.

Salwa buru-buru menutup wajahnya dengan telapak tangan, mencoba menyembunyikan rasa malu yang makin menjalar.

"Nggak apa-apa... Ayah kamu udah pulang, kan? Aku cuma takut tadi aku malah ketiduran di kamar ayah kamu," jawabnya tergagap, suaranya serak.

Salsa melangkah cepat menuju kamar ayahnya, bibirnya tersenyum kecil meski ada sedikit keraguan yang berbisik dalam hatinya.

"Oh, nggak apa-apa kok. Ayah pasti nggak marah," ucapnya santai sambil membuka pintu. Tiba-tiba, sebuah tangan kuat menahan lengannya.

"Eh, tunggu!" Salwa menatapnya dengan mata penuh harap dan suara yang nyaris bergetar. Salsa menoleh, alisnya berkerut.

"Kenapa? Ada apa sih?" tanyanya, penasaran.

"Kasih tahu ayah kamu, ya… bahwa kamu yang nyuruh aku tidur di kamar beliau," pinta Salwa lirih, suaranya mengandung kekhawatiran. Salsa menelan ludah sebentar, mencoba meredam rasa canggung.

"Iya, jangan khawatir. Aku yang bilang ke ayah nanti." Ia melepaskan genggaman Salwa, lalu menatap ke depan dengan sedikit bangga.

"Lagipula, nggak masalah kok kamu tidur di kamar ayah. Ayah biasanya jarang pulang, kamar itu juga sering kosong." Salsa melangkah kembali, yakin tapi hati kecilnya masih bergeming ragu.

"Iya sih... tapi tiba-tiba ayah kamu pulang, aku jadi merasa nggak enak," kata Salwa sambil menggaruk-garuk kepala, wajahnya masih menunjukkan ragu dan sedikit cemas.

Matanya sesekali menatap ke arah Salsa, seolah mencari kepastian. Salsa menghela napas pelan, bibirnya membentuk senyum tipis yang mencoba menenangkan.

"Gak apa-apa kok. Nanti aku yang jelasin ke ayah, santai saja." Ia merapatkan bahunya, suara lembutnya berusaha meyakinkan.

"Oh iya, nanti biar ayahku yang antar kamu pulang ya. Aku lagi mager banget hari ini," ujarnya sambil terkekeh kecil.

Gadis langsing itu memang menarik perhatian dengan kulit kuning langsat dan wajah oval yang simetris. Rambut panjangnya yang lurus sering ia biarkan tergerai bebas, berbeda dengan Salwa yang pendek dan ikal. Salwa dengan wajah bulatnya tampak manis saat mengepang dua bagian rambutnya, sementara Salsa lebih suka melepaskan rambutnya sebahu, sesekali diikat ekor kuda karena rambutnya yang lurus memang sulit diatur. Perbedaan mereka jelas, namun suasana hangat dan akrab tetap tercipta meski hanya dalam kata dan gerak kecil.

Salsa menarik napas dalam-dalam sebelum mengetuk pintu kamar ayahnya. Tapi, rasa ragu itu lenyap begitu saja saat dia langsung mengusap pegangan pintu dan membukanya tanpa menunggu izin. Di dalam, Tuan Marcos membuka kedua tangan lebar-lebar, senyum hangat terbentang di wajahnya.

“Sayang, makin hari kamu makin cantik dan dewasa, ya. Kangen ayah?” katanya, suara lembut penuh kasih. Pelukan hangat menyelimuti Salsa, ditutup dengan ciuman lembut di pipi kanan dan kiri. Salsa mekar senyum, sedikit berdiri dengan percaya diri,

“Iya, dong!” Tuan Marcos menyeringai nakal,

“Wah, gawat nih. Jangan-jangan sudah punya pacar, ya?” Salsa terkekeh, menggeleng santai.

“Belum, Ayahku tercinta. Kalau sudah, pasti aku ajak ke sini, kok.”

“Idih, tapi jangan dulu pacaran. Nanti ayah dicuekin, tau!” goda Tuan Marcos sambil mengangkat alis.

“Aduh, enggak mungkin, Ayah!” jawab Salsa penuh keyakinan, wajahnya berseri-seri. Mereka lalu melangkah ke balkon kamar, duduk berdampingan sambil memandang keluar jendela. Obrolan ringan mengalir tanpa beban, mengisi kehangatan antara ayah dan putrinya.

Salsa menggigit bibir bawahnya, mencoba menahan rasa gugup.

"Oh iya, Ayah... Maafkan Salsa, ya." Matanya menunduk sebelum berani menatap sang ayah.

"Sebenarnya tadi aku yang menyuruh Salwa istirahat dan bobok di kamar Ayah. Aku nggak nyangka Ayah bakal pulang secepat ini." Napasnya agak tersendat.

"Makanya aku minta Salwa tidur di sana. Ayah nggak marah, kan?" Tuan Marcos menggeleng pelan, bibirnya mengerut jadi senyum tipis.

"Nggak apa-apa kok. Cuma tadi Ayah sempat kaget. Kirain yang tidur di kamar Ayah itu putri kesayangan Ayah. Ternyata orang lain," ucapnya dengan nada bercanda tapi ada kilatan geli di matanya.

Mendengar itu, wajah Salsa langsung memerah. Dadanya berdebar lebih cepat, seolah menemukan petunjuk yang selama ini membingungkannya. Dahi Salsa mengernyit, menatap ayahnya yang tiba-tiba ikut memerah. Senyuman tipis itu sedikit menghilang, diganti dengan raut canggung.

"Sebenarnya, apa yang terjadi, Yah?" suara Salsa jadi pelan, penuh rasa penasaran tapi takut salah paham. Tuan Marcos buru-buru mengangkat tangan, gelisah.

"Ish, nggak apa-apa kok," katanya, matanya menghindar, seperti ingin mengalihkan pembicaraan. Salsa menghela napas panjang, lalu tersenyum kecil.

"Kalau Salwa menginap lagi di sini, boleh nggak dia tidur di kamar Ayah, Yah?" ujarnya sambil menatap mata ayahnya, berharap ada jawaban hangat di balik canda itu.

Tuan Marcos menundukkan kepala, jari-jarinya perlahan mengelus rambut Salsa dengan sentuhan lembut. Matanya berkilau, tapi suaranya tercekat, sedikit gemetar.

"Ten... tentu saja, sayang," ucapnya pelan.

"Ayah kan sering dinas luar kota. Nanti kalau ayah pulang, ayah tidur di bawah saja. Biar kamu nyaman di kamar yang kamu suka. Rumah ini kan memang punya banyak kamar kosong." Salsa menatap ayahnya, senyum lebarnya merekah di wajahnya. Dada kecilnya terasa hangat, seolah ada sinar mentari yang menyelinap masuk.

"Iya, Ayah benar!" serunya penuh semangat.

"Mansion ini gede banget, pasti asyik banget tinggal di sini." Ia mengangkat dagu, matanya berbinar penuh harap, memantulkan janji dan kenyamanan yang baru saja terucap.

Pria setengah baya itu merenung sejenak, teringat akan kejadian yang baru saja terjadi bersama gadis kecil itu, sahabat putrinya. Dalam hatinya dia mulai bertanya-tanya,

"Apakah gadis kecil ini diam-diam menyukai aku? Bukankah dia hanya anak dari teman-teman putriku?"

Namun, dia juga teringat bahwa gadis itu telah kehilangan orang tuanya, terutama seorang ayah.Dia mungkin merasa kesepian dan mencari sosok ayah yang selama ini ia idamkan. Pria itu mulai merasa simpati,

"Mungkinkah gadis ini mencari kedekatan denganku karena merasa kehilangan sosok ayah dalam hidupnya?"

Dalam kebimbangan hatinya, dia melihat dirinya dalam cermin. Ia melihat sosok pria setengah baya yang sebenarnya ia sendiri tidak pernah menyadari bahwa dirinya dicintai seorang anak kecil.

"Apa yang harus kulakukan untuk membantu gadis ini tanpa melanggar batas-batas yang ada?" pikir pria yang disebut-sebut Tuan Marcos itu. Akan tetapi, satu yang pasti, ia tidak ingin mengecewakan gadis kecil yang menganggap dirinya seperti seorang ayah dalam hidupnya.

"Oh iya, Ayah. Habis magrib, Ayah anterin Salwa pulang, ya? Aku lagi nggak mood banget ngantar dia,” kata Salsa sambil mengusap-usap wajahnya yang terlihat lesu. Tuan Marcos mengerutkan kening, matanya menatap kosong ke luar jendela.

“Ngantar Salwa, ya…” pikirnya pelan.

“Kalau begitu aku pasti akan ketemu Wanda. Bagaimana mungkin aku mengaku sering berkencan dengan kakaknya? Wanda pasti tak mau adiknya tahu kalau kami sudah saling kenal.” Diam sejenak, Tuan Marcos lalu menghela napas panjang.

“Iya, nanti Ayah yang antar Salwa. Kebetulan setelah itu Ayah ada janji dengan teman di kafe,” jawabnya dengan suara tenang, mencoba menyembunyikan kegelisahan. Salsa tersenyum lebar, matanya berbinar.

“Terima kasih banyak, Yah!” ucapnya ceria, tanpa tahu pikiran ayahnya yang sedang berbelit. Tuan Marcos membalas senyum putrinya dengan lembut, tapi di balik itu, ada rasa cemas yang tak mudah dia lepaskan.

1
Ika Syarif
Luar biasa
꧁≛⃝❤️𝐌αgιѕηα❀࿐
Momyyy ..
kau ini punya kekuatan super, yaaakk?!
keren, buku baru teroooss!!🤣💪
Xiao Li: beliau ini punya kuasa lima, sekali seeeetttt... langsung melesat. kagak kek kita yang lelet kek keong🤣
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!