Dia tidak menyangka, kematiannya di sebuah pulau sangat membuat keluarga kandungnya merasa senang.
Saat ini, mereka sedang mengadakan pesta atas kematiannya.
Daniella Wang, yang saat ini telah menjadi arwah gentayangan melihat semua apa yang terjadi di kediaman Wang.
Tawa kedua orang tuanya, ke empat kakak laki-lakinya. Dan juga Ovellia Wang, putri palsu yang di sayangi mereka.
Ketika mereka mendengar tentang kematiannya, mereka hanya berkata;
"Itu akibat ulahnya sendiri, dia yang mencari kematiannya sendiri. Biarkan dia mati jauh-jauh."
Tiba-tiba ada kekuatan dahsyat yang menarik arwah Daniella. Kembali ke masa dia muda. Di mana ketika orang tua kandungnya ingin menjemputnya dari ayah angkatnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Harefa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 22
Tibalah di mana hari ulang tahun nyonya tua Robert.
Para undangan dengan pakaian mewahnya memasuki lobby hotel. Mereka membawa bermacam-macam hadiah untuk diberikan kepada nyonya tua Robert.
Begitu juga dengan keluarga Wang, terutama Olivia. Karena dia anak perempuan satu-satunya di keluarga Wang, tentu saja pakaiannya yang termahal. Terlihat sangat glamor dan seksi.
Sementara Daniella memakai pakaian yang telah di berikan oleh nyonya tua Robert. Yang namanya pilihan orang tua, tentu saja sangat klasik.
Walaupun begitu, Daniella tetap memakainya. Itu juga di karenakan luka di tangan dan kakinya belum sepenuhnya sembuh. Dan gaun yang di pilihkan oleh nenek tua itu yang berlengan panjang transparan dan juga bawahan yang panjangnya sampai mata kaki.
"Gaun ini berguna juga." Gumam Daniella pelan. Itu di karenakan ruangan aula yang cukup dingin. Dan dengan pakaian tertutup begini membuat Daniella tidak kedinginan.
Walaupun gaunnya terlihat kuno, tetapi harganya cukup mahal. Karena hiasan pada gaun itu terbuat dari mutiara air tawar asli. Dan juga ada beberapa diamond asli yang di letakkan di beberapa tempat. Dan membuat si pemakainya terlihat elegan.
Dia berdiri di sudut ruangan, karena dia tidak ingin ada yang memperhatikan keberadaannya. Walau ketika dia masuk tadi sempat ada salah paham dengan pihak resepsionis.
Tetapi Daniella langsung memperlihatkan undangan yang di berikan oleh nyonya tua Robert. Membuat pihak keamanan itu membungkuk memberi hormat.
Karena menurut warna dari undangan tersebut, bahwa si penerima undangan adalah orang terhormat.
Daniella hanya mengangkat bahunya dan masuk melewati para penjaga itu. Dia sedikit heran, yang awalnya mereka meremehkan Daniella. Dan ketika melihat undangan itu, mereka menjadi hormat.
Dari tempatnya berdiri, dia dapat melihat bagaimana keluarga Wang saling bercanda dengan para tamu sambil memperkenalkan Olivia kepada mereka.
Daniella menyesap sedikit demi sedikit minuman yang ada di gelas. Namun tatapan tajamnya tidak lepas dari sekumpulan orang bodoh itu.
Sesekali dia memasukkan makanan kecil ke mulutnya. Kadang dia juga berdecak saat melihat tingkah lebay dari orang-orang di depannya itu.
Posisi Daniella tidak bisa terlihat langsung, karena dia tertutupi beberapa bunga buatan yang menghiasi ruangan itu.
Merasa ada yang memperhatikan, Olivia menoleh kanan kiri. Tapi dia tidak bisa melihat, siapa yang telah memperhatikan dirinya sedari tadi.
'Hmm, mungkin perasaanku saja.' Gumamnya dalam hati.
Tiba-tiba pandangannya tertuju kepada Jonas Robert. Dia terlihat tampan dan gagah di mata Olivia.
"Cih.." Tapi tidak bagi Daniella. Dia merasa jijik melihat wajah pria yang di kehidupan lalu ikut terlibat atas kematiannya.
Olivia menyambut kedatangan Jonas dengan senyum termanisnya. Ketika Jonas mendekat ke arah keluarga Wang.
"Hallo om, bibi." Sapanya.
"Hallo Jonas, bagaimana kabarmu?" Nyonya Wang menyambut basa basi sapaan Jonas.
"Baik bibi. Silahkan duduk di sana." Jawabnya sambil mempersilahkan keluarga Wang duduk di kursi dan meja yang telah di sediakan untuk mereka.
Dengan ramah juga mereka menyambut ucapan Jonas, dan pergi ke tempat duduk yang di tunjukkan oleh Jonas.
Hanya saja di saat mereka berjalan menuju meja yang di maksud. Nyonya Wang melihat kanan kiri dan juga pintu masuk. Seperti dia mencari seseorang.
"Ada apa bibi?" Tanya Jonas
"Eh, enggak. Aku sedang menunggu putriku." Jawabnya spontan, tanpa berfikir terlebih dahulu.
"Putri? Bukankah itu Olivia?" Jonas menunjuk ke arah Olivia, yang telah duduk di kursi yang tadi dipersilahkan oleh Jonas.
"Eh maaf, aku salah ucap." Ucap nyonya Wang. Karena dia lupa bahwa Jonas belum mengetahui bahwa Olivia bukanlah anak kandung mereka. Dan Daniella adalah putri kandung mereka.
Ternyata, tanpa sepengetahuan nyonya Wang sebenarnya Olivia sudah memberitahukan lebih dahulu. Yang membuat Jonas merasa kasihan kepadanya, dan membuatnya selalu menjaga Olivia di manapun dia berada.
Jonas juga sudah bertekad di dalam hatinya. Jika nanti suatu saat keluarga Wang merubah tunangannya menjadi Daniella, dia pasti akan menolaknya. Karena Olivia istri yang cocok baginya. Sebab, Olivia sudah sedari kecil belajar tata krama. Bagaimana menjadi putri orang kaya yang terhormat.
Dan baginya Olivia sangat baik dan lembut, serta ayu. Sehingga dia tidak akan mau menerima Daniella. Sekalipun dia belum melihat bagaimana rupa Daniella.
Semuanya berkat Olivia yang bersilat lidah kepada Jonas. Membuat bahwa dirinya sangat menyedihkan.
Hanya saja, dia sedikit merasa aneh. 'Bukankah putri kandung keluarga Wang sudah di temukan. Mengapa tidak datang bersama mereka? Apakah omongan Olivia hanya mengada-ada? Jika putri kesayangan telah di temukan, bagaimana mungkin di tinggalkan?' Dia melirik ke arah Olivia yang di kelilingi ketiga saudara lelakinya.
'Dia terlihat sangat bahagia, tidak seperti yang dia ceritakan. Akan terasing jika anak asli keluarga Wang di temukan. Ck..' Dia menggaruk kepalanya tanpa sadar.
Daniella melihat semua yang terjadi di meja itu. Bagaimana ibunya seperti merasa gelisah dan melihat pintu masuk aula.
"Apakah dia menanti ku?" Ucapnya pelan sambil mengunyah kue kacang yang telah dia stok dalam wadah.
"Apa yang kamu lakukan disini?" Tiba-tiba suara bariton mengejutkannya. Membuat dia terbatuk karena tersedak makanan.
Dengan sigap pria itu memberikan minuman untuk Daniella. Dan sesekali menepuk punggungnya dengan lembut.
Daniella melirik tajam ke arah pria itu, seolah-olah dia ingin memakannya.
"Apa yang kau lakukan? Apa kau ingin membunuh ku?!" Marahnya dengan mata melotot. Membuat pria itu serba salah.
Baru kali ini ada yang memarahinya seperti ini.