Naren kehilangan pekerjaannya dan terpaksa kerja serabutan demi menghidupi istri serta tiga anaknya.
Namun pengorbanannya tidak cukup untuk menahan hati Nadira, sang istri, yang lelah hidup dalam kekurangan dan akhirnya mencari kenyamanan di pelukan pria lain.
Di tengah getirnya hidup, Naren berjuang menahan amarah dan mempertahankan keluarganya yang perlahan hancur.
Mampukah Naren tetap mempertahankan keluarga kecilnya di tengah peliknya kehidupan? Menurunkan Ego dan memaafkan istrinya demi sang buah hati?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Susanti 31, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pengawal Leona
Sama seperti Naren, Nadira pun menjalani hidupnya seperti biasa. Bahkan merasa sangat plong sebab tidak ada beban ia pikul di pagi hari. Di mana ia biasanya mendengar tangisan Seren, panggilan-panggilan dari putranya di saat ia masih ingin tidur.
Ia pun tidak harus melihat wajah menyebalkan Naren di pagi hari.
Wanita itu bersenandung kecil sembari merias wajahnya di depan cermin. Hari ini dia akan libuaran dengan teman-temannya. Tentu saja ia sudah mendapatkan tranferan dari sang kekasih sehingga Nadira tidak perlu khawatir akan kekurangan dana.
Sudah seminggu sejak Naren meminta berpisah, selama itu pula ia tidak tahu bagaimana kabar anak-anaknya di rumah mertua. Retaknya hubungan mereka pun telah di ketahui beberapa orang, termasuk teman-teman juga orang tuanya.
Sama seperti Naren, Nadira juga sejak kecil tidak pernah kekurangan ekonomi, tetapi bukan berarti dia mempunyai banyak uang. Kedua orang tuanya tidak mempermasalahkan mereka berpisah, terlebih memang orang tua Nadira sedikit cuek akan kehidupan anak-anaknya.
"Sudah cantik," ujar Nadira tersenyum lebar.
Ia meraih tasnya dan meninggalkan rumah dengan perasaan senang. Mengendarai mobilnya ke tempat yang sudah di tentukan teman-temannya terlebih dahulu.
Sebenarnya pergaulan Nadira sangat baik, jika bertemu, kalau tidak membicarakan liburan ya bisnis dan kesibukan yang membuat mereka jarang bertemu. Tidak ada persaingan di dalamnya. Hanya saja Nadira yang menganggap mereka saingan dan ingin setara tanpa tahu dunia mereka sedikit berbeda. Meski tidak miskin, Nadira bukanlah pewaris berbeda dengan kedua temannya.
"Aku terlambat ya? Tadi macet banget di jalan," ujar Nadira yang langsung bergabung bersama teman-temannya.
"Nggak dong, lagian Leona belum datang."
"Leona?" gumam Nadira.
"Eh lupa kalian belum kenalan ya? Malam itu kamu sih langsung pergi. Leona sahabat kecil aku," ucap Shanaya, teman paling dewasa dan bisnisnya lumayan sukses. Dia adalah teman kelas Naren saat kuliah dulu bahkan pernah menaruh rasa.
"Oh yang pelukis itu ya?"
"Hm."
"Sorry tapi nggak papa kan kalau aku ngajak orang lain?" tanya Leona yang juga baru tiba.
"Memangnya kamu ngajak siapa?" tanya Shanaya.
"Pengawal aku." Leona meringis. Dia sudah membujuk pengawalnya agar tidak ikut tetapi pria itu tetap keras kepala, katanya menaati aturan dari atasan, sehingga Leona tidak bisa berbuat banyak.
"Nggak papa kali, lagian bagus dong. Kita kan mau ke villa. Sekalian saja disetirin sama pengawal kamu," Arina.
"Nah sebelum siap-siap kenalan dulu gih," celetuk Shanaya.
"Hay nama aku Leona semoga kita sefrekuensi." Leona lebih dulu mengulurkan tangannya.
Nadira pun mengambil uluran tangan itu sembari memperhatikan penampilan Leona yang tampak sederhana. Namun, terlihat sangat cantik dan aura kekayaannya memancar.
"Nadira."
"Yuk," ajak Leona berjalan lebih dulu.
Nadira pun segera beranjak, mereka memang rencana liburan ke Villa, tetapi ia tidak tahu kali ini siapa yang menyewanya sebab ia tidak mendapatkan info apapun.
"Pokoknya kali ini harus menywngkan, soalnya jarang-jarang Leona mau ikut," celetuk Arina.
"Iya nih."
Karena satu tujuan, mereka sepakat untuk memakai mobil milik Leona saja, terlebih mereka tidak perlu repot-repot menyetir.
"Oh iya, katanya kamu sudah menikah Nadira? Nggak papa nih kita liburannya semingguan?"
"Nggak papa kok, santai saja."
"Ih Leona mah kudet banget sakin sibuknya. Nadira otw jadi janda tahu," celetuk Arina.
"Oalah, berarti bebas dong?" Leona tersenyum.
Mereka ber lima pun tiba di mobil Leona, berlomba-lomba masuk ke mobil. Tetapi tidak dengan Nadira yang mengenali pria berdiri di samping mobil mewah itu. Tangannya mengepal melihat Naren membuka pintu mobil bagian depan untuk Leona.
"Padahal saya bisa sendiri Mas," ujar Leona dan duduk dengan tenang. Toh jika dia duduk di belakang mobilnya tidak akan muat, sehingga ia memutuskan duduk di samping Naren-pengawal pribadinya yang resmi dilantik kemarin. Ada dua pengawal di sekitar Leona, yaitu Naren dan teman Naren bernama William. Mereka berdua kerja sift, bergantian setiap 12 jam.
"Tunggu-tunggu kok aku kayak kenal sama pengawal kamu," celetuk Shanaya. Penampilan Naren tampak berbeda, mungkin karena memakai jas juga rambutnya rapi.
"Memang iya?" Leona melirik Shanaya melalui spion.
Sedangkan Nadira berusaha keras menahan amarahnya melihat keberadaan Naren. Sungguh ia sangat malu ada Naren si sekitarnya.
"Naren Aryasatya?" tebak Shanaya.
"Iya Nona."
"Kan." Shanaya tersenyum senang. "Apa kabar, lama nggak ketemu."
Bukannya menjawab, Naren malah melirik Leona.
"Sepertinya kalian teman lama, nggak ada salahnya bertegur sapa. Santai saja, selama nggak ada papa, om Eril, dan kakak saya, mas bebas melakukan apapun," jawab Leona.
Namun, tetap saja Naren tidak menyahuti teman-teman Leona. Bukan tanpa alasan, dia sudah menandatangani kontrak kerja di mana hanya boleh bicara seperlunya saja kepada Leona dan tidak ikut campur dengan pergaulan atasannya.
"Mas Naren," sapa Arina genit, terlebih wanita itu berada tepat di belakang Naren.
"Hey, mas Naren pengawal aku ya, jangan digodain mulu. Kalau nggak betah gimana? Lagian mas Naren sudah menikah dan punya anak," balas Leona.
Shanaya diam-diam melirik Nadira yang berada di belakangnya. Wanita itu terlihat gelisah sehingga Shanaya tidak lagi menyahuti ucapan Leona.
Di sisi lain ia senang kalau Nadira dan Naren benar-benar berpisah. Kali ini dia bisa mendapatkan peluang mendekati Naren tanpa harus merendahkan harga dirinya menjadi pelakor temannya sendiri.
Perjalanan mereka membutuhkan waktu cukup lama, terutama untuk Naren yang merasa waktu melambat sejak ia melihat Nadira bersama atasannya. Ia senang Nadira bahagia setelah tidak bersamanya lagi, tetapi di lain sisi ia merasa tidak enak karena kehadirannya Nadira seolah menarik diri dari teman-temannya.
Sesampainya di Vila Alexander, Naren membantu Loena dan teman-temannya menurunkan koper, setelahnya membiarkan para wanita masuk. Ia tidak perlu mengecek kemananan sebab sudah dilakukan ketika tahu Leona akan liburan bersama teman-temannya.
"Sebat?" William memberikan bungkus rokok pada Naren.
Naren mendorong pelan tangan William sopan. "Aku nggak ngerokok."
"Kirain masih," gumam William dan memasukkan rokoknya ke saku jas.
Di dalam Vila, tampak para wanita sibuk mengurus barang masing-masing. Karena masih sore mereka berancana untuk menikmati pantai yang berada di belakang Vila.
Entah pantainya harus disebut di belakang atau depan sebab posisi vila terbagi menjadi dua halaman. Dari jalan, Vila memiliki pintu utama, begitupun dari sudut pandang pantai itu sendiri.
Leona merentangkan tangannya dan menghirup udara segar sebanyak-banyaknya. Liburan sudah menjadi rutinitasnya jika kehilangan inspirasi untuk membuat sebuah karya.
"Leona ke sana yuk!" ajak Arina dan dijawab anggukan oleh Leona.
Sedangkan Shanaya dan Nadira masih saja berdiri di pinggir pantai dengan lamunan panjang.
"Kamu dan Naren benar-benar akan berpisah?" tanya Shanaya.
"Hm, mas Naren sudah mengajukan perceraian ke pengadilan agama."
"Aku nggak akan bertanya perihal kalian berpisah, aku cuma mau bilang ...." Shanaya menjeda, melirik Nadira yang masih fokus pada lautan. "Karena Naren bukan milikmu lagi, aku akan berusaha mendapatkannya."
"Dia memiliki tiga anak dan sekarang bekerja sebagai pengawal sahabat kamu."
"Nggak apa-apa, karena aku menginginkannya, maka aku harus menerima semua konsekuensinya, termasuk anak dan pekerjaannya." Shanaya tersenyum.
"Nadira, Naya ayo sini!" teriak Leona melambaikan tangannya.
.
.
.
.
.
.
.
Waduh ternyata ada yang menunggu dudanya Naren. Kira-kira Nadira nyesal nggak ya?
udah kmu sm shanaya aja aku dukung pake bgtttt😄
tapi jangan Leona deh orang tuanya konglomerat takut Nanti Naren nya juga minder
dan takutnya orang tua Leona ga mau menerima anak2 Naren
jadi sama shanaya aja
semoga Naya juga sayang anak2 Naren