Sejak malam pernikahan, Clara Wu telah diracun oleh pamannya—racun yang membuatnya hanya bisa bertahan hidup lewat penawar yang diberikan setiap minggu.
Namun setiap kali penawar itu datang, bersamanya hadir obat perangsang yang memaksa tubuhnya menjerit tanpa kendali.
Tak sanggup menanggung hasrat yang dipaksakan padanya, Clara memilih menyakiti diri sendiri, melukai tangannya agar tetap sadar.
Tiga tahun ia bertahan dalam pernikahan tanpa cinta, hingga akhirnya diceraikan dan memilih mengakhiri hidupnya.
Ketika Adrian Zhou kembali dari luar negeri dan menemukan kebenaran tentang siksaan yang dialami istrinya, hatinya hancur oleh penyesalan.
Apakah Adrian akan mampu mencintai istri yang selama ini ia abaikan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12
Andrian yang ditemani oleh Kane mendatangi kediaman keluarga James Wu. Rumah megah itu tampak tenang, namun di balik pintu besar ada napas yang menahan kecemasan.
James bersama istri dan kedua anaknya menyambut kedatangaan Andrian. Di hati mereka cemas dan berusaha tersenyum seolah tidak terlihat apa pun. Senyum mereka kaku, mata mereka menghindar sekali-sekali—sebuah upaya lemah menutupi rasa bersalah.
Andrian duduk dengan raut wajah murung dan menahan amarahnya, ia sambil memainkan cincin pernikahannya. Jarinya berputar-putar pelan pada logam itu, seperti upaya menenangkan badai di dadanya.
"Andrian, tidak kusangka hari ini kau datang bertamu ke rumah kami," ucap James dengan senyum.
James berdiri di depan meja tamu, sikapnya tegas namun matanya menunjukkan sedikit kegugupan, senyum yang terlalu dipaksa untuk menutupi sesuatu.
"Tidak menerima kedatanganku?" tanya Andrian dengan tatapan tajam.
Nada Andrian datar, tetapi setiap kata seperti pisau yang dilontarkan pelan. Tatapannya tidak lepas dari wajah James.
"Tentu saja bukan seperti itu, kau adalah suami keponakanku, suatu kebanggaan kalian datang ke rumahku," jawab James.
"Di mana Clara? Dia tidak menimbulkan masalah bagimu, kan?" tanya Jordy.
"Clara adalah istri yang baik, aku yang tidak tahu cara menghargainya. Dia adalah gadis yang baik dan patuh," jawab Andrian menatap tajam ke arah Jordy dan Jordan sehingga membuat keduanya terdiam.
"Andrian, lalu di mana Clara, kenapa dia tidak ikut?" tanya Sonia.
"Rumah sakit! Dia koma karena bunuh diri, mengalami depresi berat, banyak bekas luka di tubuhnya. Bekas pukulan rotan, cambukan, dan obat perangsang. Semua itu dia tanggung sendiri selama ini tanpa sepengatahuanku sebagai suami," jawab Andrian yang membuat mereka semakin ketakutan.
"Bunuh diri? Bekas luka? Mana mungkin, siapa yang tega melakukan itu padanya," jawab Sonia dengan panik.
"Menurutmu siapa yang bisa melakukannya? Begitu tega melukai seorang gadis yang tidak bersalah? Siapa menurut kalian?" tanya Andrian menatap mereka semua.
"Andrian, mungkin dia diculik sebelumnya. Sebagai pamannya aku akan ikut mencari tahu," kata James dengan pura-pura.
"Melakukan tindakan kekerasan terhadap anak di bawah umur, menyiksa, mengurung dan semuanya, akan menerima hukuman beberapa tahun. Tapi bagiku terlalu ringan.
Jadi aku lebih memilih membalas dengan caraku sendiri," ujar Andrian.
"Apa maksudmu?" tanya James dengan cemas.
Suaranya bergetar tipis, bibirnya mengeras mencoba menyusun jawaban yang meyakinkan. Matanya melirik cepat ke arah istri dan kedua anaknya, mencari dukungan yang tak tampak.
"Membalas dengan tanganku sendiri," jawab Andrian.
Kata-kata itu keluar dengan tenang, dingin seperti baja.
Kane memberi isyarat singkat kepada anak buahnya. Mereka bergerak seperti pasukan terlatih: cepat, tenang, tanpa banyak kata. Beberapa saat kemudian, terlihat mereka membawa empat kandang masuk ke ruang itu—kandang-kandang besi yang mengeluarkan bunyi gesekan kasar di lantai marmer, menambah suasana mencekam.
James dan keluarganya penasaran dan bingung apa yang ingin dilakukan oleh Andrian. Raut wajah mereka pecah menjadi pertanyaan, mulut yang ingin berbicara tapi tertahan karena takut.
"Serahkan penawarnya!" kata Andrian dengan nada perintah.
Suara itu tak memberi ruang untuk bantahan.
"Penawar? Andrian, aku tidak mengerti maksudmu," jawab James.
Ia berusaha terdengar bingung, namun ada celah panik dalam nada suaranya.
"Jangan mengira aku tidak tahu apapun, gadis yang kalian siksa adalah istriku. Kalau kalian berani menyakitinya. Maka harus menerima pembalasan dariku," jawab Andrian.
Kata-kata itu seperti palu yang menghantam meja. Andrian menatap satu per satu wajah mereka.
Kane memberi perintah kepada anak buahnya. Beberapa saat kemudian terlihat dua anak buahnya menarik lengan Jordy dan ingin memaksakan pria itu masuk ke dalam kandang. Rantai besi berderit saat salah satu anak buah membuka pintu, bayangan besi menari di dinding.
"Lepaskan aku, apa yang kalian lakukan?" teriak Jordy dengan cemas.
Suara Jordy pecah, penuh kebingungan dan takut.
“Andrian, semuanya hanya salah paham. Kami begitu mencintai Clara, mana mungkin tega menyakitinya,” kata Sonia dengan suara bergetar. Matanya memohon ampun, namun ketakutan jelas tergambar di wajahnya.
Jordan yang melihat aksi mereka terhadap Jordy mulai ketakutan. Tubuhnya gemetar hebat, keringat dingin membasahi pelipisnya. Ia berusaha melangkah mundur, tetapi dua anak buah Andrian berdiri di belakangnya seperti dua bayangan maut yang siap menyeretnya kapan saja.
“Ucapan yang sama,” suara Andrian terdengar datar, namun tajam menusuk, “aku tidak ingin mengulanginya lagi.”
Tatapan matanya begitu dingin hingga membuat udara di ruangan itu serasa menipis. Kane, yang berdiri di hadapannya, maju selangkah dengan wajah penuh amarah.
“Kalian memaksa Nyonya menelan racun yang tidak ada obatnya,” kecam Kane keras. “Serahkan racunnya, atau kalian semua akan aku masukkan ke kandang, seperti yang kalian lakukan terhadap Nyonya semasa kecil!”
Nada suaranya menggema, membuat semua orang di ruangan itu menahan napas.
Beberapa anak buah Andrian langsung bergerak, menarik paksa lengan Jordan yang menjerit ketakutan.
“Jangan! Jangan, tolong aku!” teriak Jordan panik, berusaha melepaskan diri. Tapi usahanya sia-sia. Dua pria kekar menyeretnya menuju kandang besi yang telah disiapkan
“Papa! Cepat selamatkan kami!” teriak Jordy histeris.
Andrian melangkah mendekat, sorot matanya tajam menatap James Wu.
“Takut?” tanyanya dengan nada dingin. “Saat Clara masih di bawah umur, dia juga tinggal di dalam kandang yang sempit dan ruang yang gelap. Semua siksaan itu sudah dia terima. James Wu…” Ia mendekat hingga jarak mereka hanya sejengkal. “Jangan main-main denganku. Menyakiti istriku sama saja menentangku.”
James menelan ludah, wajahnya pucat pasi. Ia berusaha mencari kata-kata untuk membela diri.
“Andrian, kami tidak sengaja,” katanya terbata. “Clara anak yang nakal, dia tidak patuh dan suka melawan. Sehingga kami harus menggunakan sedikit kekerasan terhadapnya…”
Belum sempat James menyelesaikan kalimatnya, sebuah tamparan keras mendarat di wajahnya.
Plak! Suaranya menggema di seluruh ruangan.
James terhuyung lalu tersungkur ke lantai. Darah menetes dari sudut bibirnya.
“James!” teriak Sonia panik sambil berlari mendekat, namun Kane segera menahan lengannya.
Andrian memandang keduanya tanpa sedikit pun belas kasihan.
“Masukkan mereka ke dalam kandang!” perintahnya dingin.
Anak buahnya langsung bergerak. Teriakan panik Sonia dan James menggema di ruangan besar itu, namun tak ada yang berani menentang perintah Andrian.