Beberapa bulan setelah ditinggalkan kedua orang tuanya, Rama harus menopang hidup di atas gubuk reot warisan, sambil terus dihantui utang yang ditinggalkan. Ia seorang yatim piatu yang bekerja keras, tetapi itu tidak berarti apa-apa bagi dunia yang kejam.
Puncaknya datang saat Kohar, rentenir paling bengis di kampung, menagih utang dengan bunga mencekik. Dalam satu malam yang brutal, Rama kehilangan segalanya: rumahnya dibakar, tanah peninggalan orang tuanya direbut, dan pengkhianatan dingin Pamannya sendiri menjadi pukulan terakhir.
Rama bukan hanya dipukuli hingga berdarah. Ia dihancurkan hingga ke titik terendah. Kehampaan dan dendam membakar jiwanya. Ia memutuskan untuk menyerah pada hidup.
Namun, tepat di ambang keputusasaan, sebuah suara asing muncul di kepalanya.
[PEMBERITAHUAN BUKAN SISTEM BIASA AKTIF UNTUK MEMBERIKAN BANTUAN KEPADA TUAN YANG SEDANG PUTUS ASA!
APAKAH ANDA INGIN MENERIMANYA? YA, ATAU TIDAK.
Suara mekanis itu menawarkan kesepakatan mutlak: kekuatan, uang,
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sarif Hidayat, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12 Pil kultivator
Sebuah suara membentak memecah ketegangan, penuh amarah dan penghinaan:
"AKU SAMA SEKALI TIDAK MENDUGA AKAN ADA SEKUMPULAN SAMPAH YANG BEGITU TAK TAHU MALU BERANI MEMINTA UANG PADA PEDAGANG KECIL!"
"Siapa... siapa yang bicara?"
Para preman itu serentak menoleh mencari sumber suara. Tatapan tajam mereka langsung tertuju pada seorang pemuda—Rama—yang berjalan tenang mendekat.
"Kau yang bicara?" tanya salah seorang preman dengan nada mengancam.
"Memangnya ada orang lain yang suaranya terdengar sejelas ini?" jawab Rama santai. Ia kemudian menunjuk dagangan yang hancur di sekitar pedagang itu.
"Tidakkah kalian terlalu berlebihan sampai harus menghancurkan dagangannya? Aku lihat tubuh kalian sehat dan kalian masih bisa berpikir. Apa kalian tidak merasa malu meminta uang pada seseorang hanya demi kepentingan perut kalian sendiri?"
Rama melanjutkan, "Bahkan orang gila di sana lebih terhormat dari kalian. Dia tidak bisa bekerja, tidak bisa berpikir, tetapi dia tidak merusak dagangan orang lain hanya karena lapar."
Seketika, suasana pasar menjadi hening. Tidak ada yang mengenali siapa pemuda pemberani ini. Bisikan penasaran mulai menyebar di kerumunan.
"Si-siapa anak muda itu? Dia begitu berani bicara seperti itu pada Jabrig dan anak buahnya?" bisik seorang pejalan kaki.
"Aku tidak tahu, mungkin dia hanya orang bodoh yang tak tahu siapa preman-preman itu," jawab rekannya.
"Bajingan! Apa kau sudah bosan hidup, bocah? Beraninya kau bicara kurang ajar seperti itu pada kami!" bentak Jabrig, ketua kelompok preman itu, maju selangkah.
"Aku rasa, kalianlah yang sudah bosan hidup. Sikap tak beraturan kalianlah yang membuat pasar ini menjadi kotor," balas Rama datar..
"Bangsat! Apa yang kau tahu tentang aturan, hah? Semua peraturan di pasar ini dipegang oleh tuan kami! Siapa kau berani-beraninya membicarakan peraturan, Bocah?!"
"Oh, kalau begitu, sepertinya kalian telah mengikuti tuan yang bodoh." Ucapan Rama yang tenang namun menusuk itu berhasil membuat Jabrig dan anak buahnya naik pitam.
"Kau cari mati, Bocah!" raung Jabrig. Ia langsung memberi isyarat kepada tiga pengikutnya untuk menyerang. "Hajar dia! Buat dia mengerti konsekuensi ikut campur urusan kita!"
WUSHH
Tanpa perlu diperintah dua kali, ketiga preman itu menerjang Rama dari tiga arah. Namun, Rama bergerak jauh lebih cepat. Sebelum tinju mereka sempat menyentuh, ia sudah bergerak.
Bugh!
Arkhhhh!
Brak!
Meskipun Rama tidak menguasai teknik bela diri khusus, efek dari pil penguat tubuh telah meningkatkan insting bahayanya. Ia merasa tubuhnya bergerak mudah dan lancar, seolah terbiasa bertarung. Hanya butuh tiga gerakan cepat bagi Rama untuk membuat ketiga preman itu terlempar ke berbagai arah.
Para penonton melotot, mulut mereka menganga tak percaya. Jabrig sendiri terpaku sesaat, terkejut melihat tiga pengikutnya dikalahkan hanya dalam satu serangan.
Tidak ada yang menyangka pemuda itu memiliki kemampuan bertarung sehebat ini. Namun, yang tidak mereka ketahui, Rama sendiri juga terkejut dengan kekuatan tubuhnya. Ia jelas merasa hanya menggunakan sebagian kecil tenaganya untuk menghantam para preman itu.
"Bangsat! Kau benar-benar cari masalah, Bocah!" Sadar dari keterkejutannya, Jabrig menerjang Rama dengan amarah membabi buta.
WUSHH
Rama sudah bersiap. Ia bergerak ke samping untuk menghindari serangan itu, lalu mengangkat satu kakinya.
Bugh! Ugh! Wuss... Brak!
Jabrig terlempar beberapa langkah ke belakang, memuntahkan seteguk darah segar dari mulutnya. Ia menggeretakkan gigi, menatap Rama, dan berusaha bangkit. Namun, rasa sakit yang menusuk organ dalamnya membuatnya sulit bergerak.
Semua orang menahan napas. Jika mereka tidak menyaksikannya secara langsung, mereka tidak akan percaya bahwa Jabrig dan tiga temannya dikalahkan oleh seorang pemuda hanya dengan satu serangan tunggal.
Rama melangkah mendekati Jabrig yang sedang berjuang untuk bangkit.
"Ka-kau... seorang ahli bela diri?" tanya Jabrig, menahan rasa sakit di perutnya. Ia dan anak buahnya hanya tukang pukul biasa, mengandalkan kekuatan fisik tanpa gerakan terlatih. Dikalahkan dengan satu serangan seperti ini membuatnya yakin pemuda di depannya adalah petarung yang terlatih.
"Ganti rugi atas dagangan pedagang ini. Aku akan mengampuni kalian kali ini," ucap Rama datar.
"Bocah, kamu jangan keterlaluan! Tahukah kamu siapa kami...? Kami adalah—"
"Ganti rugi," potong Rama dengan nada lebih menekan, "atau kau dan mereka semua tidak akan bisa berjalan lagi."
"Kau... kau akan menyesalinya, Bocah," ujar Jabrig, tak punya pilihan selain menahan amarahnya. Dengan tertatih menahan sakit, ia terpaksa berjalan ke arah pedagang itu, mengganti semua kerugian atas barang-barang yang mereka rusak. Setelah itu, tanpa berani menatap Rama lagi, mereka segera pergi.
Setelah kepergian para preman, ketegangan berganti menjadi rasa penasaran. Siapa sosok pemuda itu? Namun, tidak ada satu pun dari mereka yang berani bertanya.
Rama menghampiri pedagang tersebut. "Apakah Bapak baik-baik saja?"
"Sa-Saya baik-baik saja, Nak. Terima kasih banyak atas bantuanmu. Dagangan ini adalah satu-satunya mata pencaharian saya, dan kamu telah menyelamatkannya. Kamu benar-benar seperti pahlawan, Nak. Entah bagaimana cara Bapak membalas kebaikanmu," ucap pria paruh baya itu dengan mata berkaca-kaca. Ia hendak membungkukkan tubuh, tetapi Rama segera menahannya.
"Tidak perlu berlebihan seperti itu, Pak. Saya membantu Bapak karena saya sendiri pernah merasakan bagaimana rasanya berada di posisi tertindas tanpa bisa melawan," ujar Rama.
Pria paruh baya itu terharu dan langsung memeluk Rama, menunjukkan rasa terima kasih dan rasa tertolong yang mendalam. "Terima kasih, Nak... terima kasih banyak."
Setelah melepaskan pelukan, pria itu kembali berkata, "Nama saya Arman. Kalau Bapak boleh tahu, siapa namamu, Nak?"
"Nama saya Rama, Pak. Kalau begitu, saya permisi. Semoga para preman itu tidak datang kembali mengganggu Bapak," ucap Rama. Baru saja ia berbalik, Pak Arman menghentikannya.
"T-tunggu dulu, Nak. Ini ada sesuatu sebagai ucapan terima kasih dari Bapak," Arman menyodorkan sebuah kalung dengan liontin yang menyerupai batu permata, meskipun terlihat agak berbeda.
"Tidak perlu, Pak. Saya ikhlas membantu. Lagipula, itu adalah salah satu barang dagangan Bapak. Akan sangat berguna jika barang itu Bapak jual saja," tolak Rama dengan tulus.
[DING! Energi murni terdeteksi!]
"Eh. Sistem, apa maksudmu mengandung energi murni?" Rama sedikit terkejut mendengar suara sistemnya tiba-tiba.
[DING! Energi murni adalah salah satu bahan yang dapat membuat kekuatan pada tubuh Tuan meningkat pesat.]
Rama tak sempat bertanya lebih lanjut karena Pak Arman kembali berkata, "Bapak benar-benar berharap Nak Rama harus menerima ini. Karena jika tidak, maka Bapak akan selalu merasa terbebani."
Melihat wajah penuh harap dan ketulusan Pak Arman, Rama akhirnya menerima benda tersebut. "Baiklah, kalau begitu saya akan menerimanya. Tetapi, saya akan membayar setengah dari harga jualnya."
"Tidak-tidak, Nak Rama. Itu sama saja saya tidak memberikannya secara penuh," kata Pak Arman.
"Kalau begitu, terima kasih banyak. Semoga bulan depan dagangan Bapak akan ramai oleh pembeli."
Setelah menerima benda itu, Rama pun kembali ke toko pakaian dan membeli beberapa set pakaian di sana. lalu tak lupa dia membeli beberapa bahan masakan untuk untuk malam ini.
Dalam Perjalanan Pulang
[DING! Selamat, Tuan Rumah telah menyelesaikan misi dari sistem. Anda mendapatkan hadiah Pil Kultivator dengan Bakat Tertinggi dan uang sebesar Rp10.000.000 akan ditambahkan ke profil Tuan.]
"Pil kultivator?" Rama merasa agak familiar dengan nama kultivator itu, tetapi ia tak memiliki waktu untuk bertanya karena ia sudah tiba di pangkalan ojek.