Menikahi Pria terpopuler dan Pewaris DW Entertainment adalah hal paling tidak masuk akal yang pernah terjadi di hidupnya. Hanya karena sebuah pertolongan yang memang hampir merenggut nyawanya yang tak berharga ini.
Namun kesalahpahaman terus terjadi di antara mereka, sehingga seminggu setelah pernikahannya, Annalia Selvana di ceraikan oleh Suaminya yang ia sangat cintai, Lucian Elscant Dewata. Bukan hanya di benci Lucian, ia bahkan di tuduh melakukan percobaan pembunuhan terhadap kekasih masa lalunya oleh keluarga Dewata yang membenci dirinya.
Ia pikir penderitaannya sudah cukup sampai disitu, namun takdir berkata lain. Saat dirinya berada diambang keputusasaan, sebuah janin hadir di dalam perutnya.
Cedric Luciano, Putranya dari lelaki yang ia cintai sekaligus lelaki yang menorehkan luka yang mendalam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Quenni Lisa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 12 - Pertemuan Pertama
Di sekolah, Cedric tak bisa fokus. Ia takut, jika lelaki itu datang sebelum ia pulang sekolah. 'Apa yang harus aku lakukan? Bunda pasti akan marah besar jika tahu dia akan kesini,' batin Cedric, ia terus menatap jam dinding dengan gelisah.
Setelah jam pulang sekolah berbunyi, Cedric berlari lebih dulu setelah menyalami Gurunya.
"Cedric... Ada apa dengan anak itu? Tumben-tumbennya dia seaktif itu," gumam Bu Guru Mita yang heran.
"Bunda!" teriak Cedric menatap sosok Ibunya yang berdiri di parkiran. Wajahnya tampak panik.
"Ada apa, Ceddy? Kenapa berlari seperti itu? Nanti jatuh bagaimana?" tanya Anna heran. Melihat anaknya itu ngos-ngosan.
Cedric memperhatikan Anna. 'Apakah belum datang?' batin Cedric, akhirnya bernafas lega.
"Bunda... Tidak apa-apa?" tanya Cedric. Bukannya menjawab malah balik bertanya, membuat Anna semakin bingung saja.
"Bunda baik-baik saja. Ya sudah ayo kita pulang, setelah itu Bunda akan ke toko karena ada pesanan," jelas Anna, sembari menggendong Putranya menaiki motor.
"Tidak! Ak-Aku mau ikut ke Toko! Mau bantu-bantu Bunda," jelas Cedric.
"Ya sudah, baiklah."
*****
Sesampainya di toko. Anna langsung mengerjakan pesanannya dengan telaten. Terlihat raut wajahnya yang gembira dan penuh semangat. Hanya dengan membuat kue ia bisa mengalihkan pikirannya tentang semua masalahnya. Membuat kue membuatnya menyadari bahwa walau sulit dan penuh rintangan, pada akhirnya akan menjadi manis jika dibuat dengan penuh kehati-hatian dan perasaan.
Sedangkan Cedric, bocah itu telah menghilang entah kemana. Membuat Anna hanya bisa geleng-geleng kepala pada Putranya.
"Katanya ingin membantu... Sekarang dia malah menghilang entah kemana, dasar anak itu." Anna tak khawatir karena tahu Cedric tak akan melakukan sesuatu yang berbahaya karena sifatnya yang dewasa dan cerdas.
Di sisi lain. Cedric berada tak jauh dari Toko Kuenya, ia berdiri dengan gusar menatap setiap mobil yang lewat dengan harap cemas. Karena ini pinggiran kota, maka banyak mobil yang akan melintas.
'Dari sifat dan gayanya. Aku yakin dia akan terlihat mencolok. Jadi, Aku harus bisa menahan diri untuk tidak khawatir berlebihan,' batin Cedric, berusaha menenangkan dirinya.
Jika sampai ia gagal mencegah kedatangan Lucian. Ia pasti akan membuat Bundanya kembali sedih. Cedric tahu penderitaan apa saja yang telah Bundanya itu lalui gara-gara lelaki itu.
Ckit!
Deg!
Cedric menatap sebuah mobil mewah di sebrang sana yang berhenti tepat di sebrang Toko Kue Bundanya. Ia lalu berlari menyebarang jalan setelah melihat jalanan sepi.
Deg!
Langkahnya terhenti, kala mobil itu terbuka dan menampakkan sosok jangkung itu.Tiba-tiba saja nyalinya menciut. Cedric takut, jika saja Lucian mengenalinya.
Atau sebenarnya, ia hanya takut lelaki itu tak mengenalnya sama sekali. Lelaki itu tak akan menyadari seberapa mirip mereka. Mulai dari hidung mancungnya, bentuk alisnya yang tebal namun rapi, dan yang paling Cedric tahu, sifat mereka yang tak jauh berbeda.
Tin!
Tin!
Suara klakson mobil berdengung di telinganya. Saat menoleh, Cedric tersadar bahwa ia terpaku di jalan.
'Aku baru saja akan bertemu dengannya! Aku tidak mau mati! Aku tidak mau meninggalkan Bunda!' batin Cedric mengungkapkan perasaannya. Ia menutup matanya pasrah. Ia tak punya kesempatan untuk mengelak.
Grab!
Deg!
Jantungnya berdetak kencang, merasakan pelukan hangat ini. Rasanya sesuatu yang telah lama hilang darinya kembali padanya secara perlahan.
"Apa yang kau lakukan di tengah jalan, nak? Kau baik-baik saja?" tanyanya dengan suara khasnya yang bariton.
Cedric menengadah menatap sosok di hadapannya. Seketika tangisnya pecah. Menatap wajah khawatir Lucian.
"Hua... Hiks, hiks... Papa!" teriaknya tanpa sadar, ia bahkan memeluk Lucian dengan penuh kerinduan.
Disaat ini Cedric tak bisa lagi menyembunyikan perasaannya. Ia yang selalu berkata tak apa jika tak memiliki seorang Ayah. Namun, nyatanya ia selalu iri pada anak-anak yang selalu bisa mendapatkan kasih sayang seorang Ayah, pujian, pengajaran yang hanya seorang Ayah yang bisa, dan pelindung untuknya dan Ibunya.
"Tu-Tuan... Bagaimana ini?" tanya Juan yang merasa takut Tuannya itu akan marah.
Anehnya, Lucian membiarkan saja bocah itu menangis di pelukannya.
"Biarkan saja," ujarnya tanpa menoleh.
5 Menit kemudian, tangisnya mulai reda. Cedric melepaskan pelukannya dari Lucian, dan membersihkan sisa air mata di wajahnya. Ia kembali ke stelan awalnya karena malu telah melakukan hal ini pada Lucian. Padahal jelas, ia telah bertekad akan membuat lelaki itu hidup susah.
"Te-terima kasih," ucap Cedric, tanpa menoleh.
Lucian terkekeh. "Hei bocah! Apa kau malu setelah membasahi jasku dengan air matamu?" tanya Lucian, yang merasa lucu melihat tingkah Cedric. Entah dari mana timbul rasa ingin menggoda bocah itu. Padahal jelas-jelas ini bukanlah sifatnya.
Cedric menatap Lucian dengan garang, tapi ia juga merasa malu. "Sa-saya tidak sengaja! Saya akan mencucinya, berikan!" titah Cedric, sembari mengulurkan tangannya.
Lucian terdiam. Ia tak menyangka ada anak yang berani memerintahnya. "Sudahlah! Sebaiknya kau berhati-hati lain kali. Dan juga, dimana orang tuamu? Kenapa kau sendirian di jalanan seperti ini?" tanya Lucian, menoleh mencari keberadaan orangtua anak dihadapannya.
'Tumben... Biasanya Tuan bahkan tak pernah memperdulikan Adiknya, Nona Liana walau Nona sakit sekalipun,' batin Juan heran. Tuannya itu yang terkenal dingin dan tak berperasaan, bahkan jika ada seseorang yang akan terjatuh di hadapannya, ia tak akan bergeming sedikitpun.
"Apakah Papamu yang menemanimu? Mangkanya kau pikir Aku Papamu tadi?" tanya Lucian.
"Saya tidak punya Papa! Dan, lagi saya membencinya!" Cedric berkata sembari menatap Lucian.
Nyut!
Entah kenapa, hatinya terasa tersentil mendengar ucapan anak di hadapannya. Rasanya ia tersindir.
"Oh... Maaf, dimana rumahmu? Aku akan mengantarmu?" tanya Lucian, ia seolah-olah lupa dengan tujuannya datang ke Kota itu.
"Tidak perlu! Aku hanya ingin tahu... Apa yang orang sepertimu lakukan disini?" tanya Cedric, menatap Lucian dengan serius.
"Haha. Orang sepertiku? Memangnya aku seperti apa?" tanya Lucian. Sorot mata bocah itu, benar-benar mengingatkannya pada seseorang di masalalunya.
"Baru ini saya melihat Tuan tertawa seperti itu," gumam Juan.
"Kau adalah Lucian Elscant Dewata, Aktor Terkenal juga Presdir Perusahaan DW ENTERTAINMENT, yang terkenal melahirkan Aktor dan Aktris berbakat. Kurasa kau tak ada syuting maupun terlibat kerja sama dengan perusahaan manapun di kota ini," jelas Cedric, tanpa berniat menyembunyikan kemampuannya.
Lucian dan Juan terdiam tak percaya mendengar penjelasan dari bocah di hadapannya.
"Tuan! Apakah anak ini bocah jadi-jadian?" tanya Juan, seolah tak percaya. Sebab, ia juga memiliki anak yang seumuran dengan bocah itu, namun kelakuannya nauzubillah. Boro-boro pintar, ia bahkan tak bisa mengingat tempat kerja Ayahnya.
"Darimana kau tau itu semua nak?" tanya Juan, seolah mewakili pertanyaan Lucian.
"Aku menonton televisi! Disana ada banyak berita tentangnya," jelas Cedric acuh, seolah itu hal biasa.
'Sepertinya Aku harus mengaku, atau dia akan datang lagi kesini untuk mencari siapa yang meretas sistem di Perusahaannya. Aku tidak ingin jika dia sampai bertemu Bunda,' batin Cedric.
"Kau benar-benar anak jenius? Bagaimana bisa kau masih berada disni tanpa diketahui dunia!" teriak Juan heboh sendiri.
Menurutnya, sungguh tak biasa hanya karena menonton televisi dari berita singkat, anak itu bisa membuat kesimpulan dan mengingat isi berita dengan tepat.
"Juan! Kau ini heboh sekali... Mungkin dia memang tak sengaja mendengarnya dan menghafalnya, apa yang hebat dari itu," kilah Lucian.
Cedric tersenyum. "Tapi aku tahu alasan anda datang ke kota ini," jelas Cedric, penuh percaya diri.
"Oh...benarkah? Lalu apa alasannya?" tanya Lucian, seketika merasa tertarik. Entah kenapa ia memiliki perasaan yang aneh terhadap anak itu.
Juan ikut penasaran bagaimana jawaban anak itu. Tapi, Lucian hanya merasa jika itu akan menjadi jawaban candaan dari seorang anak kecil saja.
"Tapi... Jika jawabanku benar. Aku ingin kalian mengabulkan permintaanku," ujar Cedric, ia tak ingin menyia-nyiakan kesempatan yang ada di depannya.
Lucian merasa semakin tertarik. Ia pun mengangguk paham. 'Yah, mungkin minta berfoto? Tanda tanda? Mainan? Atau bahkan uang?' batin Lucian, tak mempermasalahkan.
"Baiklah, apa jawabannya?"
"Menangkap siapa yang meretas sistem keamanan perusahaan kalian, kan?" tanya Cedric, sambil tersenyum penuh kemenangan.
"APA!"