Setelah bertahun-tahun hidup sendiri membesarkan putrinya, Raisa Andriana seorang janda beranak satu, akhirnya menemukan kembali arti cinta pada Kevin Wibisono duda beranak dua yang terlihat bijaksana dan penuh kasih. Pernikahan mereka seharusnya menjadi awal kebahagiaan baru tapi ternyata justru membuka pintu menuju badai yang tak pernah Raisa sangka
Kedua anak sambung Raisa, menolak kehadirannya mentah-mentah, mereka melihatnya sebagai perebut kasih sayang ayah nya dan ancaman bagi ibu kandung mereka, di sisi lain, Amanda Putri kandung Raisa, juga tidak setuju ibunya menikah lagi, karena Amanda yakin bahwa Kevin hanya akan melukai hati ibunya saja
Ketegangan rumah tangga makin memuncak ketika desi mantan istri Kevin yang manipulatif, selalu muncul, menciptakan intrik, fitnah, dan permainan halus yang perlahan menghancurkan kepercayaan.
Di tengah konflik batin, kebencian anak-anak, dan godaan masa lalu, Raisa harus memilih: bertahan demi cinta yang diyakininya, atau melepas
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Queen_Fisya08, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13 Kepanikan Kevin
Setelah meeting selesai, mas Kevin menghela napas panjang sambil melepaskan dasinya..
Meeting hari ini cukup berat, klien dari perusahaan besar itu terkenal perfeksionis, sehingga sepanjang presentasi mas Kevin harus mempertahankan fokus penuh dan menahan emosi...
Begitu melangkah menuju mobil, ia merogoh saku celana, mengambil ponselnya yang sejak pagi ia nonaktifkan agar tidak diganggu..
Begitu layar menyala, matanya langsung membesar, puluhan panggilan tak terjawab, dari ibu, dari Raisa, dan beberapa dari nomor lain..
Jantungnya langsung berdetak lebih cepat.
"Ya Tuhan… ada apa ini?” gumamnya
Tanpa berpikir panjang, mas kevin langsung menekan nomor ibunya, suara nada sambung hanya dua kali sebelum ibu mengangkat dengan suara yang terdengar panik..
("Kevin?! Kenapa susah sekali dihubungi?!”) ucap Bu Arum
“Ma, ada apa? Kenapa nelpon terus?” mas Kevin mengernyit cemas
("Kamu cepat ke rumah! Ada hal penting yang harus Ibu bicarakan! Tentang Laras dan Dewi!”) lanjut ibu Arum
Deg...
Kevin tak sempat bertanya lebih jauh. Intonasi ibunya jelas, ini bukan sesuatu yang bisa ditunda...
“Aku otw, Ma. Lima belas menit.” jawab ku singkat
Tanpa menutup tas kerjanya, tanpa memeriksa pesan dari Raisa, Kevin langsung masuk ke mobil dan tancap gas menuju rumah orang tuanya, ada firasat buruk yang memukul dadanya sepanjang perjalanan.
***
Sementara itu…
Raisa tiba di depan kantor Kevin dengan wajah cemas, sejak mendapat kabar dari ibu mertua, aku terus mencoba menghubungi mas Kevin, tetapi tetap tidak terhubung..
Audi, yang tadi menjemput Raisa dari toko roti nya, ikut turun dari mobil...
“Ra, aku tunggu di sini ya,” ujarnya pelan, mencoba menenangkan..
Raisa hanya mengangguk tanpa berkata apa-apa, langkahnya berat, seolah tumitnya diseret kekhawatiran...
Saat memasuki lobi kantor, tatapan beberapa karyawan tertuju kepadanya, mereka mengenalnya sebagai istri direktur utama, tetapi Raisa tidak memedulikan itu.
Aku langsung menuju ruangan mas Kevin, begitu membuka pintu kantor, aku melihat sekretaris mas Kevin, Maya sedang membereskan beberapa dokumen..
“Bu Raisa? Ada apa, Bu?” Maya terkejut melihat kedatangan Raisa
Aku tersenyum tipis, meski kegelisahan jelas terpancar dari wajah ku
. “Pak Kevin ada?” tanya ku
Maya menundukkan kepala sedikit, ragu menjawab....
“Maaf Bu Raisa, Pak Kevin… sudah pulang, tadi saya lihat beliau keluar tergesa-gesa sekali.” ucap nya ragu
Darah Raisa serasa berhenti mengalir.
"Pul… pulang?” ucap Raisa gugup
"Iya, Bu, tidak seperti biasanya, beliau langsung pergi tanpa kembali ke ruangannya.” Jawab Maya
Aku menahan napas sejenak, mencoba menenangkan diri...
“Baik… terima kasih ya, Maya.”
Ia berbalik, tetapi langkahnya goyah, maya sempat memegang lengannya karena khawatir ia jatuh...
"Ibu tidak apa-apa?" Tanya Maya yang khawatir dengan Raisa
"Tidak apa-apa Maya... Terima kasih" ucap ku berusaha tersenyum
Begitu sampai di depan kantor, aku memandang Audi yang langsung bangun dari duduknya...
“Ra, gimana?” ucap Audi
"Dia sudah pulang… terlihat tergesa-gesa.” suara ku bergetar...
Audi langsung paham arah pikirannya. “Kamu mau ke rumah ibu Kevin?”
Aku mengangguk cepat...
“Iya. Di, mas Kevin pasti ke sana.”
Audi mengantar Raisa tanpa banyak bertanya lagi.
***
Di rumah Bu Arum… Mas Kevin hampir berlari masuk begitu mobilnya berhenti di halaman..
Bapak dan ibunya sudah menunggu di ruang tamu, wajah mereka tegang, seolah sudah mempersiapkan percakapan yang berat...
“Bu, Pa… ada apa?” tanya mas Kevin
Bu Arum langsung menarik tangan putranya dan mendudukkannya di sofa.
"Kevin… tadi Laras dan Dewi menelepon Ibu sambil menangis.” Ucap Bu Arum
Kevin langsung tegang mendengar kalau kedua putri nya menangis di telpon.....
"Kenapa mereka menangis?” tanya nya lagi
Nada suara Bu Arum berubah menjadi tajam, dan penuh rasa menyalahkan...
"Mereka bilang kamu menghentikan uang bulanan mereka, termasuk uang sekolah dan uang jajan, dan semua itu… kata mereka… karena ulah istrimu, Raisa.” ucap Bu Arum tegas
Darah Kevin naik ke kepala, ia memejamkan mata, menahan emosi.
"Ma… itu tidak benar.” ucap Kevin
"Tidak benar bagaimana?! Laras bilang mereka sampai tidak makan karena Desi tidak masak dan tidak punya uang!” Jawab sang ibu
Kevin menahan kepalanya....
“Ma… tolong dengar Kevin dulu.”
Bapak nya yang dari tadi diam ikut bicara.
“Kamu jelaskan semuanya sekarang juga, Vin.” ucap bapak
Kevin menarik napas panjang, perlahan ia menjelaskan semua hal yang ia sembunyikan selama enam bulan ini, bahwa Desi meminta uang bulanan empat kali dalam sebulan..
Laras dan Dewi tetap minta uang tambahan, bahwa Desi tidak membayar uang sekolah dan membiarkan mereka menunggak enam bulan lamanya...
“Enam bulan?!” ucap Bu Arum terbelalak
“Benar, Ma.” jawab ku
"Kenapa kamu diam saja?! Kenapa Raisa tahu, tapi kamu tidak cerita ke Ibu?!” ucap ibu dengan sorot mata yang tajam
“Karena aku tidak ingin memperburuk keadaan. Dan… aku tidak mau kalian berpikir Laras dan Dewi nakal, aku ingin menyelesaikannya sendiri.” Kevin meremas rambut nya frustasi
Bapaknya menghela napas berat....
“Vin… kamu terlalu lembut sama anak-anak itu, sampai tidak bisa melihat mana yang benar dan mana yang salah.”
Kevin menunduk, terdiam, Bu Arum menatap Kevin dalam-dalam..
“Kalau memang begitu, kenapa kamu tidak ambil saja bersama Laras dan Dewi untuk tinggal bersama kamu? Atau suruh mereka berdua tinggal disini saja?" Usul Bu Arum
Kevin menghela napas panjang...
“Karena… mereka membenci Raisa dan tidak mau tinggal bersama Kevin.. Bu"
Keheningan turun seketika, ibu dan bapak, saling menatap dengan janggal...
"Raisa sudah sangat sabar, Ma, ia sudah mencoba mendekati, sudah mencoba mengajak bicara, tapi Laras dan Dewi… bahkan tidak mau memanggilnya ‘ibu’ atau ‘mama’.” lanjut Kevin lirih
Bu Arum menutup mulutnya dengan tangan, baru kali ini ia mendengar suara Kevin bergetar seperti itu...
Bapak bersandar ke kursi, mengusap wajah. “Ya Tuhan… jadi begitu kenyataannya…”
Kevin mengangguk lemah, Bu Arum juga ikut terdiam… sampai akhirnya ia bersuara lirih...
"Ibu… juga sempat salah paham pada Raisa, tadi saat Laras menelepon, Ibu kira… yang mereka katakan itu benar…” ucap ibu menyesali
Dari luar pintu, yang sedikit terbuka—ada sosok yang mendengarkan percakapan mereka...
Raisa.
Ia berdiri mematung, wajahnya pucat, matanya berkaca-kaca, ia tidak bermaksud menguping, tapi suara mereka terdengar begitu jelas saat ia baru saja turun dari mobil.
Ia mendengarkan semuanya.
Dengar bagaimana Laras dan Dewi memfitnah dirinya.
Dengar bagaimana ibu mertua sempat memarahi Kevin karena percaya pada perkataan kedua cucu nya.
Dengar bagaimana suaminya mencoba membela dirinya… tapi tetap dalam tekanan.
Jantung Raisa seperti diremas-remas.
Ia tidak kuat lagi berdiri..
Tanpa menunggu lebih lama, Raisa berbalik dan berlari keluar rumah, nafasnya tersengal, tapi ia terus berlari, takut Kevin atau ibu melihatnya dalam keadaan seperti ini..
Ia menahan tangis dengan punggung tangan sampai akhirnya mendapatkan taxi yang lewat..
Begitu masuk, ia langsung berkata,
“Pak… cepat… ke alamat rumah ini ya pak" suaranya pecah..
Sopir taxi menatapnya lewat kaca spion, tapi tidak bertanya apa pun..
Raisa memeluk tasnya erat-erat, memejamkan mata… meski air mata tetap turun tanpa bisa dihentikan.
Di dalam rumah, Kevin tiba-tiba merasa gelisah, seperti ada dorongan halus di hatinya yang membuatnya ingin memeriksa pintu..
"Vin, kamu mau ke mana?” tanya bu Arum.
Kevin menggeleng. “Entah… aku merasa ada yang tidak beres.”
Ia melangkah ke pintu depan, membuka dan melihat halaman kosong...
Tak ada siapa-siapa, hanya… samar, ia melihat bayangan seseorang berlari menuju mobil taxi..
Tapi ia tidak dapat melihat wajahnya, hatinya gelisah tanpa sebab yang jelas.
Ia meraih ponsel untuk menghubungi Raisa, baru sadar ia belum menghubunginya sejak tadi...
Namun saat ia menekan nomor Raisa…
Panggilan itu masuk…
Tapi tidak dijawab.
Sekali.
Dua kali.
Tiga kali.
“Kenapa kamu tidak angkat telpon dari ku sayang?” gumamnya
Ia mencoba mengirim pesan, tidak terbaca, perasaan itu kini bukan hanya firasat buruk.
Tapi kecemasan yang menghantam lebih kuat dari sebelumnya.
Sementara di belakangnya, bapak dan ibu nya masih membicarakan rencana untuk memanggil Desi besok...
"Ibu mau manggil Desi kesini?" Tanya Kevin merasa keberatan
"Ya Vin, untuk membicarakan masalah Laras dan Dewi" ucap ibu Arum
"Terserah ibu dan bapak saja tetapi aku tidak datang kesini" jawab ku
"Vin.. kamu dan Raisa harus ada disini" tegas ibu yang tidak bisa di bantah
Mereka tidak tahu… bahwa badai yang lebih besar sedang bergerak...
Dan Raisa… sedang pulang dengan hati yang hancur...