NovelToon NovelToon
Karmina Dan Ketua OSIS

Karmina Dan Ketua OSIS

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Horor / Action / Ketos / Balas Dendam / Mata Batin
Popularitas:2.1k
Nilai: 5
Nama Author: Ira Adinata

Prediksi Karmina mengenai kehidupan Dewa--ketua OSIS di sekolahnya--serta kematian misterius seorang mahasiswi bernama Alin, justru menyeret gadis indigo itu ke dalam kasus besar yang melibatkan politikus dan mafia kelas kakap. Akankah Karmina mampu membantu membalaskan dendam Dewa dan Alin? Ataukah justru mundur setelah mengetahui bahwa sasaran mereka bukanlah orang sembarangan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ira Adinata, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bangkit, Lawan!

Gracia sudah gatal ingin mengusili Karmina. Setelah perintahnya mengerjakan PR ditolak mentah-mentah oleh gadis berambut pendek itu, ia memanggil Fransisca dan Evelyn. Seperti sebelum-sebelumnya, ketiga gadis menyebalkan itu merancang rencana busuk untuk merundung Karmina.

Saat jam istirahat tiba, ketiga perempuan itu berniat mencegat Karmina. Akan tetapi, gadis berambut pendek itu sudah bergegas keluar lebih dulu. Langkahnya tampak tergesa-gesa, seperti hendak mengejar sesuatu.

"Mau ke mana tuh si Jadul?" tanya Evelyn, beranjak dari kursinya.

Gracia geram, menggebrak meja hingga membuat Fransisca terperanjat. Matanya menatap nyalang pada Karmina yang sudah pergi lebih dulu.

"Kayaknya kita nggak bisa ngerjain dia sekarang, deh," kata Fransisca, memandang Gracia.

"Nggak bisa! Lo nggak lihat emosi gue udah nyampe ubun-ubun? Kita susul dia sekarang juga!" sungut Gracia, dengan wajah memberengut.

Maka bergegaslah ketiga gadis usil itu mengejar Karmina. Beruntung, jarak di antara mereka dan target incaran tak begitu jauh.

Tak disangka, Karmina datang ke kantin untuk menemui Dewa yang sedang duduk sendiri sambil mengaduk-aduk segelas teh manis. Terperangah Fransisca dan Evelyn, menyaksikan pemandangan tak biasa antara siswa paling kuat dan siswi terlemah itu bertemu di satu tempat. Keduanya segera menarik mundur Gracia, yang tak tahan lagi ingin meluapkan amarahnya.

"Kalian ini ngapain, sih?" sungut Gracia berang, sembari memberontak.

Fransisca dan Evelyn melepaskan genggamannya dari lengan Gracia. Fransisca menunjuk ke salah satu bangku kantin seraya berkata, "Apa lo nggak lihat? Tuh, si Jadul duduk sebelahan bareng Ketos!"

Gracia tercengang. "Gimana ceritanya si Jadul bisa deketin orang paling dingin kayak Ketos? Pasti dia mau sok-sokan pansos nih."

"Kayaknya sejak ditolongin Ketos, si Jadul mulai kegatelan, deh. Emang nggak tau malu tuh anak," jawab Evelyn menduga-duga.

"Sialan!" rutuk Gracia menggeram.

"Terus, sekarang gimana? Kita lanjut ke kantin aja?" tanya Fransisca, menatap kedua temannya.

"Ya udah, deh. Sekarang kita ke sana sambil ngawasin si Jadul. Nanti setelah dia pergi dari si Ketos, kita cegat dan bawa ke belakang sekolah," tutur Gracia, kemudian berjalan menuju kantin bersama Fransisca dan Evelyn.

Sementara ketiga gadis itu memesan makanan, Karmina duduk di sebelah Dewa. Sang ketos tampak acuh tak acuh, bahkan membuang muka dari gadis itu.

"Gue tahu, lo pasti kesel disamperin sama gue. Iya, kan?" ucap Karmina memandang Dewa.

Dewa menoleh sebentar, lalu berkata, "Mau ngapain lagi lo ke sini? Kalau cuma mau bikin suasana hati gue makin runyam, mending lo pergi sonoh! Nggak usah sok-sokan berempati. Gue nggak suka sama orang munafik."

"Gue cuma mau menghibur lo. Pasti berat buat lo ditinggal sama orang tua," ucap Karmina, ikut prihatin. "Oya, gimana kabar abang-abang yang waktu itu ada di rumah lo?"

"Dia udah tewas ditembak," jawab Dewa dengan ketus.

Mendengar kabar buruk itu, Karmina tertunduk lesu. Alih-alih menyalahkan ketua OSIS karena tak menghiarukan peringatan darinya, Karmina menepuk pundak lelaki itu.

Adapun Dewa, menghela napas berat, berusaha meluruhkan sesak yang memenuhi rongga dadanya. Teringat pada semua tragedi buruk dalam hidup, membuat lelaki yang kini hidup sebatang kara itu tak bisa lagi membendung kesedihan lebih lama.

Tanpa disadari, air mata meleleh begitu saja membasahi pipinya. Berkali-kali Dewa mengusap air mata sambil membuang muka dari Karmina. Namun, pada akhirnya, ia tak sanggup menyembunyikan kepedihan dari berbagai kenangan pahit yang kian mencabik-cabik batinnya.

"Kalau lo pengen nangis mah nangis aja. Nggak apa-apa,kok. Gue juga nggak akan ngeledekin lo. Nggak selamanya nangis itu tandanya lo lemah. Wajar kalau lo luapin semua kesedihan lewat tangisan daripada dipendam malah jadi penyakit," ujar Karmina memandang Dewa.

Merasa tak sanggup lagi menahan kesedihannya, Dewa berbalik badan dan menyandarkan kepalanya ke pundak Karmina. Suara tangisnya terdengar begitu memilukan di telinga gadis itu. Karmina yang semula berniat menguatkan hati Dewa, ikut meneteskan air mata, membayangkan betapa beratnya hidup tanpa kedua orang tua.

"Gue tau, ini pasti berat buat lo," lirih Karmina mengusap punggung Dewa, sambil sesekali menyeka matanya yang berkaca-kaca.

Keakraban Karmina dan sang ketua OSIS tentu menjadi pusat perhatian bagi semua siswa yang datang ke kantin. Terlebih, pemandangan Dewa yang menangis dalam pelukan gadis paling lemah di sekolah, sudah pasti menjadi perbincangan hangat di antara mereka.

Ketiga teman sekelas Karmina pun ikut terheran-heran, menyaksikan gadis yang mereka rundung mampu menaklukkan ketua OSIS berhati dingin. Tentu saja, hal itu menjadi sebuah rintangan tersendiri bagi mereka untuk memberi pelajaran lagi pada Karmina.

Sementara itu, Dewa yang sudah merasa lega setelah cukup lama menangis, melepaskan diri dari pelukan Karmina. Gadis itu menatap iba, lalu menyeka sisa-sisa luapan kesedihan di kedua mata Dewa yang sembap.

"Sekarang lo udah lega, kan?" tanya Karmina.

Dewa mengembuskan napas berat, sambil mengangguk.

"Kalau lo ngerasa butuh temen buat curhat, gue siap dengerin lo, kok. Nyokap bokap lo pernah datang ke mimpi gue. Nyokap lo bilang, kalau gue harus nemenin lo biar nggak kesepian," tutur Karmina.

Tertegun Dewa mendengar perkataan Karmina. Dengan mengerutkan dahi, ia bertanya, "Terus, nyokap bokap gue bilang apa lagi sama lo?"

"Bokap lo pengen gue tetep bantuin lo buat menghukum para pelaku. Dia juga bilang, kalau orang yang lo habisi baru antek-anteknya doang, bukan pelaku sebenarnya. Emang lo nggak tau siapa pelaku sebenarnya?"

Dewa mengangguk takzim sambil termenung. Terlintas wajah kelima orang yang pernah menjadi terduga pembunuhan sang ayah. Empat pria, satu wanita. Dan, yang baru dihabisi baru Sahar Muzakir, sedangkan pelaku lainnya masih hidup nyaman bergelimang harta.

"Kalau lo butuh bantuan dari gue, gue siap kok!" celetuk Karmina dengan yakin.

Melihat keyakinan di wajah Karmina, Dewa menyunggingkan senyum sinis. "Emang lo udah jago berantem?"

"Gue udah belajar silat dari Cing Kipli kemaren. Gue yakin, gue pasti bisa berantem melawan musuh-musuh lo," kata Karmina mengangkat kedua alisnya dengan mata membulat.

Merasa pernyataan Karmina cukup meyakinkan, Dewa mencibirkan bibir sambil mengangguk. Pandangannya seketika berpindah pada ketiga perempuan usil yang masih duduk memperhatikan Karmina dari bangku kantin lain.

"Kalau gitu, apa lo bisa ngelawan tiga cewek itu?" tanya Dewa sambil mengangkat dagu, matanya masih tertuju pada Gracia, Fransisca, dan Evelyn.

Karmina segera memandang ke arah ketiga teman sekelasnya duduk. Sejenak, ia menelan ludah, kemudian menatap Dewa lagi. "G-Gue bisa kok ngelawan mereka. Tadi juga gue nolak perintah Gracia buat ngerjain PR-nya."

Dewa tersenyum sinis, sambil menggeleng pelan. Tanpa berpamitan, ia beranjak dari kursi, dan berlalu dari hadapan Karmina. Lelaki itu masih sangsi, bahwa Karmina dapat berkelahi seperti dirinya.

Sementara Dewa semakin jauh meninggalkannya, Karmina duduk terdiam sambil menatap nanar pada Gracia, Fransisca, dan Evelyn. Wajah ketiga gadis menyebalkan itu sangat jelas menyiratkan kebencian. Dengan mendesah pelan, Karmina mengumpulkan keyakinan, bahwa dirinya bisa melawan ketiga perundung.

Sepulang sekolah, Karmina dirangkul oleh Gracia dan dua teman lainnya menuju ke belakang sekolah. Alih-alih memberontak, ia tetap tenang, mengikuti alur rencana yang sudah disusun oleh anak majikan ibunya.

Setibanya di area belakang sekolah yang sudah sepi, Karmina didorong oleh Gracia. Gadis itu berusaha menahan keseimbangan, kemudian berbalik badan dan berhadapan dengan ketiga gadis perundung. Ditatapnya Gracia, Fransisca, dan Evelyn sembari menghela napas, bersiap menahan serangan yang akan mereka lancarkan sewaktu-waktu.

"Lo udah berani, ya, ngelawan gue. Apa lo masih nggak sadar kalau lo itu cuma anak babu?" cerca Gracia mendekati Karmina sambil melipat kedua tangan dengan pongah.

"Ya, gue tau nyokap gue nyari duit dari ngebabu. Emang apa salahnya selagi nyokap gue nyari duit dengan halal?" sanggah Karmina menatap sinis pada Gracia.

Merasa geram, gadis berambut panjang itu mulai meraih kerah baju Karmina. Akan tetapi, dengan tangkas, Karmina menepis tangan Gracia lebih dulu.

"Diem lo!" bentak Gracia memelototi Karmina.

"Ngapain nyuruh-nyuruh gue diem?!" Karmina balas memelototi anak majikan ibunya.

Amarah Gracia semakin meledak. Ia mengangkat tangannya, bersiap menampar Karmina. Namun, lagi-lagi tangannya segera dicengkeram oleh Karmina sebelum berhasil mengenai pipi gadis berambut pendek itu.

Seperti yang sudah diajarkan oleh pamannya, Karmina langsung menendang perut perempuan di hadapannya. Saat Gracia membungkuk memegangi perutnya yang ngilu, Karmina menyikut punggung gadis itu hingga mengerang kesakitan. Gracia akhirnya tumbang, bersimpuh di kaki Karmina sembari meringis.

Melihat Gracia tak berdaya, Fransisca dengan berang menyerang Karmina sambil mengepalkan tangan. Dilancarkannya satu pukulan ke arah gadis berambut pendek itu. Akan tetapi, Karmina yang tak kalah cepat dari serangannya, segera menghindar. Karmina berbalik badan, kemudian menendang punggung Fransisca sampai tersungkur.

Adapun Evelyn, terperangah menyaksikan kedua temannya dikalahkan oleh Karmina. Alih-alih menyerang gadis berambut pendek itu, Evelyn menghampiri Gracia dan Fransisca untuk membantu mereka berdiri.

"Cuma segitu doang? Cih!" ejek Karmina mendelik ke arah tiga perundung itu sambil menyunggingkan senyum sinis.

"Awas aja lo, ya! Gue bakal balas perbuatan lo!" ancam Gracia menunjuk pada Karmina.

Tanpa memedulikan ancaman Gracia, Karmina berjalan dengan santai menuju area depan sekolah sambil tersenyum-senyum. Hatinya merasa gembira, ternyata ajaran Cing Kipli sangatlah manjur. Bukan itu saja, perkataan Dewa tentang kisah Nabi Daud yang mengalahkan Raja Jalut, seakan menjadi motivasinya untuk melawan.

Dari area lain belakang sekolah, rupanya Dewa diam-diam memperhatikan Karmina sejak tadi. Melihat pertarungan singkat antara gadis-gadis itu, ia mulai mempertimbangkan penawaran Karmina yang bersikukuh membantunya membalaskan dendam.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!