NovelToon NovelToon
Dinikahi Untuk Dibenci

Dinikahi Untuk Dibenci

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Playboy / Konflik etika / Angst / Romansa / Menjual Anak Perempuan untuk Melunasi Hutang
Popularitas:11.5k
Nilai: 5
Nama Author: 𝕯𝖍𝖆𝖓𝖆𝖆𝟕𝟐𝟒

“Pastikan kau sembuh. Aku tidak menikahimu untuk jadi patung di rumah ini. Mulailah terapi. Atau…” Edward menunduk, berbisik di telinganya, “...aku pastikan kau tetap di kamar ini. Terikat. Tanpa busana. Menontonku bercinta dengan wanita lain di tempat tidur kita.”

Laras gemetar, tapi matanya tak lagi takut. “Kau memang sejak awal… tak lebih dari monster.”

Edward menyeringai. “Dan kau adalah istri dari monster itu.”

Laras tahu, Edward tidak pernah mencintainya. Tapi ia juga tahu, pria itu menyimpan rahasia yang lebih gelap dari amarahnya. Ia dinikahi bukan untuk dicintai, tapi untuk dihancurkan perlahan.

Dan yang lebih menyakitkan? Cinta sejatinya, Bayu, mungkin adalah korban dari semua ini.

Konflik, luka batin, dan rahasia yang akan terbuka satu per satu.
Siap masuk ke kisah pernikahan penuh luka, cinta, dan akhir yang tak terduga?

Yuk, baca sekarang: "Dinikahi Untuk Dibenci"!
(Happy ending. Dijamin!)

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon 𝕯𝖍𝖆𝖓𝖆𝖆𝟕𝟐𝟒, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

13. Sekali Lagi

Langit mulai menguning, menyapu area parkir kantor yang mulai lengang. Edward melonggarkan dasinya, hendak masuk ke dalam mobil hitamnya ketika sebuah suara familiar menghentikan langkahnya.

“Edward!”

Ia menoleh. Seorang pria paruh baya menghampiri dengan langkah mantap, senyum menggantung di wajah yang mulai dimakan usia. Darma. Staf gudang yang loyal, sekaligus pria yang dulu—atas permainannya—diangkat dan dijatuhkan demi satu tujuan: Laras.

Edward menahan dengusan sinis di dadanya dan mengangkat wajah ramah, menyambut dengan anggukan sopan.

“Pak Darma. Apa kabar?”

Darma menyodorkan tangan. “Baik, baik. Maaf ganggu waktumu. Saya cuma ingin mengundang kalian berdua makan malam di rumah.”

Edward melirik sejenak ke arah beberapa karyawan yang masih berada di sekitar lobby. Ia tahu mata dan telinga mereka tajam. Maka, wajahnya tetap hangat, meski di dalam hati ia ingin mengabaikan undangan itu.

“Wah, tentu. Kami memang belum sempat ke rumah Bapak sejak menikah.”

'Dan semoga tetap begitu,' batinnya masam.

Darma tersenyum lebar, tapi ada sorot mata yang tajam—seolah menyimpan serpihan luka yang belum sembuh.

“Istri saya masak sendiri. Makanan favorit Laras waktu kecil. Tumis tempe pete, sambal terasi, rawon daging. Dia pasti suka.”

Edward mengangguk, pura-pura antusias. “Laras pasti senang, Pak. Saya pastikan kami datang.”

Darma menepuk bahunya pelan. “Jam tujuh malam ya. Kami tunggu di rumah.”

Begitu pria itu berjalan menjauh, Edward menarik napas panjang, menutup pintu mobil perlahan. Wajahnya berubah dingin, seperti topeng jatuh dari wajah badut sirkus.

“Dulu aku naikkan kau... cuma agar aku bisa meraih Laras.”

Ia duduk di balik kemudi, menatap lurus ke depan.

“Lalu aku jatuhkan kau—dan kau masih mengajakku makan malam seolah kita ini keluarga.”

Senyum tipis menghiasi wajahnya. Sinis. Licik. Seperti mengenang kemenangan lama.

Namun sesaat kemudian senyum itu memudar. Wajah Edward menegang. Karena ia tahu: Darma bukan lagi pria tua bodoh yang bisa dijerat dengan jabatan.

Dan makan malam itu… bisa saja jadi medan baru—bukan basa-basi kekeluargaan, tapi langkah awal balas dendam yang selama ini mungkin disusun diam-diam.

TERAS MINIMARKET – SORE HARI

Hujan gerimis menyelimuti kota dengan lembut, seperti meluruhkan sisa-sisa panas siang tadi. Di bawah lampu jalan yang mulai menyala redup, Laras keluar dari minimarket, menenteng tas belanja plastik, langkahnya terhenti saat matanya menangkap sosok yang familiar.

Sejenak, waktu seperti berhenti.

“Boni…?” suaranya nyaris tak terdengar. Matanya langsung tertuju ke tongkat kruk di sisi pria itu. “Kamu… pakai kruk? Apa yang terjadi?”

Boni menyeringai pahit, bibirnya menekuk tanpa benar-benar tersenyum.

“Kecelakaan. Malem-malem naik motor, nyari angin... nasib apes. Kaki gue patah. Sempet digips tiga bulan. Sekarang udah bisa jalan dikit-dikit. Tapi belum pulih.”

Laras menatapnya dengan sorot getir, seolah menyalahkan diri sendiri karena tidak tahu lebih awal.

“Kamu nggak bilang apa-apa. Aku pasti—”

“Gue nggak mau lo mikirin gue, Ras,” potong Boni cepat. “Lo udah cukup remuk. Gue nggak mau nambahin beban lo.”

Mereka berjalan keluar bersama, menuju teras minimarket yang setengah kosong. Dua kursi plastik menyambut mereka, dan sebungkus mi instan panas di tangan Boni menjadi penghangat di tengah cuaca dingin.

Uap dari mi mengepul pelan. Laras menunduk, jari-jarinya menggenggam cup minuman hangat yang baru dibelinya.

Boni bicara duluan.

“Gue bener-bener nggak percaya lo nikah sama Edward. Gue kira... lo dan Bayu bakal bareng.”

Laras tersenyum hambar. Senyumnya tak sampai ke mata.

“Dulu iya. Aku pikir kami akan bersama selamanya. Tapi hidup ini... nggak pernah bisa ditebak, Bon.”

Boni menatapnya lekat. Suaranya lebih berat saat berkata,

“Gue udah ketemu Bayu. Dia bilang... lo nikah karena tekanan. Karena kompromi. Kalau lo butuh bantuan, Laras, bilang. Bayu bisa bantu. Dia bukan Bayu yang dulu lagi. Dia udah kuat, udah diterima ayahnya. Dia bisa berdiri buat lo.”

Laras memejamkan mata sebentar. Dadanya bergemuruh. Saat membuka mata, ia memandang Boni dengan senyum getir, seperti seseorang yang sudah terlalu sering menelan luka.

“Aku senang Bayu bahagia. Tapi aku bukan bahagiannya lagi. Aku cuma cerita masa lalu yang harus dia tinggalkan.”

Boni berseru, nyaris frustasi.

“Tapi dia nggak ninggalin lo! Dia masih—”

“Bon,” potong Laras tajam, suaranya lembut tapi berlapis baja. “Tolong bilang ke Bayu jangan temui aku lagi. Suamiku... bukan pria yang bisa mentoleransi harga dirinya diinjak. Dan Bayu bukan musuh yang layak dia hadapi.”

Boni menggertakkan rahang. “Lo takut Edward nyakitin Bayu? Atau nyakitin lo?”

Laras menatap hujan. Matanya berkaca, tapi tetap jernih.

“Aku bukan takut. Aku cuma nggak mau orang yang pernah aku cintai jadi korban dari keputusan hidupku.”

“Kau berhak bahagia, Laras,” desak Boni. “Jangan pertahankan pernikahan yang dibangun dari jebakan. Gue tahu sebagian alasannya. Bayu juga. Tapi lo tetap memilih bertahan... kenapa?”

Laras berdiri. Suaranya lirih, tapi menusuk.

“Karena aku perempuan yang memilih untuk bertanggung jawab atas pilihanku sendiri.”

Boni menggeleng pelan, kecewa.

“Dulu gue pikir lo tangguh, Ras. Tapi sekarang gue sadar... lo juga kesepian. Dan sialnya, lo terlalu keras sama diri lo sendiri.”

Laras membuka payung kecil. Uap dari napasnya menari di udara hujan.

“Aku harus kuat. Karena kalau bukan aku... siapa lagi yang bisa nolong aku?”

Ia melangkah pergi, perlahan, di bawah rintik hujan yang semakin deras. Meninggalkan kenangan, luka, dan seorang sahabat yang masih percaya bahwa Laras pantas bahagia—lebih dari sekadar kompromi.

Boni memandangi punggung Laras yang menjauh, hatinya berat.

“Apa benar... cuma karena janji suci yang bikin lo bertahan? Atau sebenarnya ada yang jauh lebih kelam yang lo sembunyikan?”

WARUNG KOPI KECIL – MALAM HARI

Lampu warung temaram, hanya beberapa pelanggan duduk membisu menatap hujan yang turun di balik jendela. Asap kopi mengepul dari cangkir-cangkir tua, menyatu dengan aroma malam yang lembap. Di sudut ruangan, Boni duduk diam. Tangan kirinya bertumpu pada kruk yang bersandar di kursi. Tatapannya kosong—menembus uap kopi, menembus waktu.

Sampai suara yang begitu dikenalnya memecah hening.

“Kopi hitam tanpa gula. Lo masih setia sama yang pahit, ya.”

Boni menoleh. Bayu berdiri di sana—basah kuyup oleh hujan, wajahnya letih, tapi senyum kecil masih terselip di sudut bibirnya.

“Lo telat.”

“Gue harus nyari jawaban sebelum ketemu lo.”

Bayu duduk di seberang, melepas mantel dan menggulung lengan bajunya. Hujan di luar terus turun, seolah menahan mereka tetap di tempat.

“Ketemu Laras?” tanya Boni, pelan.

Bayu menggeleng.

“Enggak. Gue coba cari tahu dari orang-orang terdekatnya. Jawabannya sama. Laras nggak mau diganggu. Dia kukuh. Bahkan nama gue pun... dia nggak mau denger.”

Boni menghela napas, kasar.

“Gue juga udah coba, Bay. Tapi dia kayak nutup semua pintu. Seolah nyimpen sesuatu, tapi juga terlalu keras kepala buat minta tolong.”

Bayu menatap meja, jari-jarinya bermain di pinggir cangkir.

“Satu-satunya alasan yang dia bilang... janji suci pernikahan. Itu yang ngiket dia. Bukan cinta, bukan harapan. Cuma janji. Dan itu—itu yang bikin gue gila.”

Hening. Hanya suara sendok bertemu cangkir. Dan hujan.

“Gue capek, Bon. Minggu depan gue balik ke luar negeri. Kalau gue tetap di sini, gue takut... gue nggak bakal bisa berhenti nyari dia. Gak bisa nahan diri buat ganggu hidupnya yang udah nggak ngasih tempat buat gue.”

Boni menatapnya. Matanya nanar.

“Gue sedih denger itu. Tapi... gue juga lega. Lo milih pergi daripada tenggelam.”

Bayu menyodorkan amplop kecil ke arahnya.

“Dan lo ikut.”

Boni tertegun. “Hah? Nggak usah, Bay. Gue nggak mau jadi beban—”

Bayu mengangkat tangan. Tegas. “Lo lagi nggak bisa kerja. Lo butuh waktu buat sembuh. Dan lo butuh orang yang bisa jagain lo.”

Boni menggeleng, masih menolak. “Gue bisa sendiri.”

Bayu menatapnya, tajam. “Gue nggak nanya. Ini keputusan. Gue nggak mau ninggalin lo di sini, jalan pakai satu kaki dan hati yang setengah hancur.”

Boni tertunduk. Terdiam. Lalu menghela napas panjang, seperti mengempaskan semua kelelahan yang tak sanggup lagi ia sembunyikan.

“Baiklah. Tapi gue punya satu syarat.”

“Apa?”

Boni menatapnya lekat.

“Temui Laras sekali lagi. Jangan pergi sebelum lo yakin nggak ada secuil pun harapan. Lo harus denger sendiri dari bibirnya. Lihat matanya waktu dia bilang itu. Bukan cuma denger dari orang lain.”

Bayu diam sejenak. Menatap uap kopi yang perlahan lenyap ke udara, seperti harapan yang menguap dari genggaman.

“Lo tahu itu bisa ngelukai gue lebih dalam, 'kan?”

Boni mengangguk. “Gue tahu. Tapi setidaknya... lo nggak akan nyesel.”

Sunyi menguasai meja itu lagi. Sampai akhirnya Bayu mengangguk pelan.

“Oke. Sekali lagi. Habis itu, kita pergi.”

...🌸❤️🌸...

.

To be continued

1
abimasta
sabar dan kuatkan hati mu laras,biarkan edward dan sherin hancur
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
kuatlah laras. kelicikan mereka masih panjang, semoga diakhir laraslah yg tersenyum bahagia. 😔
Siti Jumiati
Dendam tidak akan membuat hidupmu tenang Edward, berdamai itu indah klau kamu sudah menyadari itu semua,sekarang semua menjadi lebih rumit karena ulahmu sendiri.
merry
sherinn jhtt bgtt y bgtuu jgg dgn Edward moga klian dpt batu y
merry
lbh bgs meinctai dr jauh bayu
merry
bnr kt ppmu bayuu laras istr org lbh baik kmu jg dr jauh dgn kekuasaan mu,, klo laras bhgia y kmu lpsin cintamu ,, dr pd ngejar laras yg ada kmu mati gmn lbh baik nkmatin hdpmu klo bs bls perbuatan bpkmu,, ank kandung ank dr wanita yg dia cintai tp dsktin,, lbh percya org luar yg br msk dlm khdpny,, skrg ternyt bini PP mu selingkuh bhkn ank yg ppmu kira ank y ternyta bukn ank kandung ppmu
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
laras. ketulusan yang hadir di tengah gelapnya keserakahan & kekejian manusia. 😢
Juvie Ja
Edward terlalu pendendam
Anto D Cotto
lanjut crazy up Thor
Anto D Cotto
menarik
𝕯𝖍𝖆𝖓𝖆𝖆𝟕𝟐𝟒: Terima kasih KK 🤗🤗🙏🙏🙏🙏🙏
total 1 replies
syisya
rasa iri dengkimu itu yg akan menghancurkan kehidupanmu sherin.
aku berharap petugas RS yg diancam sherin akan menolong laras secara diam" memberikan hasil tes kesehatan yg asli karena gak tahan melihat kegaduhan yg terjadi tidak ada habisnya terutama kasihan pada laras ternyata sherin gunakan hasil tes palsu itu untuk berbuat jahat lebih jauh ..semoga penyamaran edward juga terungkap bukankah dia adalah edwin yg OP kabur dari tanggung jawab bayu & mengincar laras dia pikir bakal menang tp dia salah
abimasta
semoga laras tetap kuat,dan edward benar2 hancur
Siti Jumiati
Sherin didukung kedua orang tuanya untuk menghancurkan Laras tp tidak semudah itu...
Laras orang baik pasti akan ada orang yang menolongnya tanpa ia minta.
semangat lanjut kak sehat selalu 🤲
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
sepertinya laras bukan anak kandung ya?
bagaimana bisa orang tuanya malah mendukung Sherin menjatuhkannya?
syisya
rintangan yg sangat berat semoga, semoga edward & sherin mendapatkan balasannya mereka hancur bersama"
sherin kira akan hidup tenang kalau semua hasil dari merebut & memaksa, salah kamu sherin kamu akan hidup tersiksa seperti di neraka
Juvie Ja
smga author sdh memilih bayu sbgai jodoh kebhgiaan Laras dri awal bukan Edward
abimasta
laras pasti kuat,
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
Terima kasih bayu. 😭😭😭😭😭😭😭😭😭
Herman Lim
Laras kamu pasti bisa lwet semua ini
Siti Jumiati
lanjut kak
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!