NovelToon NovelToon
Dion (2)

Dion (2)

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Anak Yatim Piatu / Cinta Beda Dunia / Cinta Seiring Waktu / Kebangkitan pecundang / Hantu
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: K. Hariara

Kenyataan menghempaskan Dion ke jurang kekecewaan terdalam. Baru saja memutuskan untuk merangkak dan bertahan pada harapan hampa, ia justru dihadapkan pada kehadiran sosok wanita misterius yang tiba-tiba menjadi bagian dari hidupnya; mimpi dan realitas.

Akankah ia tetap berpegang pada pengharapan? Apakah kekecewaan akan mengubah persepsi dan membuatnya berlutut pada keangkuhan dunia? Seberapa jauh kenyataan akan mentransformasi Dion? Apakah cintanya yang agung akhirnya akan ternoda?

Apapun pilihannya, hidup pasti terus berjalan. Mengantarkan Dion pada kenyataan baru yang terselubung ketidakniscayaan; tentang dirinya dan keluarga.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon K. Hariara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kongko-kongko

Fajar senja sedang aram temaram ketika sedan biru berhenti di parkiran indekos Dion. Perhatian para penghuni segera terarah pada Meyleen yang keluar dari sedan birunya mengenakan gaun pesta malam brokat merah manggis.

Tampak anggun dengan gaun terusan berpotongan dada rendah, penampilan Meyleen memprovokasi mata para mahasiswa yang sedang berkumpul di gazebo dan depan kamar masing-masing. Apalagi ketika ia berjalan dengan tas tangan menuju kamar Dion.

“Meyleen!” seru Dion. Ia tak bisa menyembunyikan kekagumannya pada Meyleen yang tampil berbeda sore itu. Dion menunda niat merapikan rambut dengan sisir. Masih memegangi sisir di tangannya, Dion melangkah menuju pintu kamar menyambut Meyleen.

“Nona tampak cantik sekali. Seperti putri bangsawan pada dongeng-dongeng,” puji Dion sambil mengusap-usapkan matanya.

Meyleen tersipu malu mendengar pujian itu. “Terima kasih! Do I look alright?” tanya gadis itu sambil memutar badan dan memegangi bagian bawah gaunnya.

“And I say yes, you look wonderful tonight!” Dion mengutip lirik lagu Wonderful Tonight-nya Eric Clapton sambil membuka kedua tangannya ke arah gadis itu membuatnya kembali tersipu.

“Sulit dipercaya ini adalah Meyleen yang sama, manager yang gesit, lugas, pintar, pemberani,” Dion kembali memuji.

“Dan galak pemarah,” timpal Meyleen membuat Dion tertawa.

“Ah. Benaran kok. Meyleen membuatku minder. Aku tak punya pakaian untuk mengimbangimu,” Dion sedikit mengeluh.

“Malah pakaianmu ini cocok sekali. Kamu juga tampak berbeda dengan kemeja dan celana katun,” Meyleen mengomentari penampilan Dion yang mengenakan pakaian formal serba slim-fit, kemeja abu-abu dengan lengan yang digulung mendekati siku dan celana katun abu-abu gelap.

“Aku malah seperti merasa hendak menghadiri ibadah Minggu,” Dion kurang percaya diri mengimbangi Meyleen.

Sejenak Meyleen memperhatikan penampilan Dion yang tampak maskulin dengan pakaian slim-fit yang menonjolkan profil badannya yang jangkung berotot proporsional.

“Bang Dion sangat tampan! Rambutnya tidak disisir terlalu rapi. Biarin seperti ini saja. Messy look justru membuat kamu tambah cakep,” cetus Meyleen sambil mendekat ke arah Dion.

“Nah, kancing atasnya dibuka saja supaya bebas bergerak,” tambah Meyleen melepas kancing atas Dion. Berdiri berdekatan begitu, membuat dada Meyleen berdebar. “Tampan sekali! Tak sadar kah kau?” pikir Meyleen.

“Ih, kalau dibuka begini bukannya malah terlihat seperti seorang playboy perayu?” Dion ragu dengan usul Meyleen sambil menatap dirinya di cermin.

“Memang idenya begitu. Sekarang kamu terlihat seperti pria mediterania yang suka merayu wanita di Mallorca Beach,” ujar Meyleen sedikit usil.

“Wah. Gak mau ah, entar dianggap tukang rayu,” protes Dion sambil berusaha menutup kembali kancing bajunya. Tapi Meyleen menepis tangan Dion.

“Biarin saja terbuka. Percaya sama aku. Bang Dion tambah cakep kalau begini. Lagipula kan cuma penampilan, bukan karakter sesungguhnya,” sanggah Meyleen.

“Aih! Aku tak mengerti wanita. Katanya tak suka dengan pria gombal tukang rayu, tapi suka dengan yang berpenampilan seperti tukang rayu.”

Argumen Dion membuat Meyleen tertawa kecil. “Jangan dianggap begitu. Keunggulan perayu adalah mereka lebih memahami wanita. Mereka bergaya seperti ini karena mereka tahu wanita menyukainya.”

“Nona Meyleen pernah berlibur di Mallorca kah?” tanya Dion sambil meraih sepatu semiboot coklat yang tersimpan di kotak putih.

“Ee, iya. Dulu semasa kuliah,” jawab Meyleen gugup dengan wajah kembali bersemu merah. Jawaban itu membuat Dion menyunggingkan senyum kecil.

“I’m ready!” seru Dion ketika akhirnya memakaikan kedua sepatunya. Ia kemudian berjalan ke meja di mana ponselnya sedang mengisi daya.

“Kenapa Dion senyum begitu?” tanya Meyleen.

“Aku membayangkan liburan yang menyenangkan,” jawab Dion sambil melepas ponselnya dari kabel pengisi daya.

“Aku merasa Dion sedang memikirkan sesuatu,” Meyleen tak puas dengan jawaban Dion.

“Bukan apa-apa. Apa Meyleen ingin menceritakan sesuatu soal liburan di Mollarca?” tanya Dion menatap gadis itu.

“Tidak,” jawab Meyleen singkat.

“Aku lihat foto-foto Teluk S'illot bulan lalu di majalah. Tampak indah sekali, membuatku bermimpi dan ingin ke sana suatu hari nanti,” ujar Dion.

Pujian Dion lebih terdengar sebagai sebuah sindiran bagi Meyleen. Gadis itu khawatir. “S'Illot-Cala Morlanda memang adalah salah satu tempat terindah di bumi ini. Tapi kenapa aku merasa ada sesuatu pada senyummu?”

“Sekarang aku justru yang merasa ada sesuatu di sana. Tadi aku cuma sedikit iri padamu yang berlibur ke Teluk S'illot,” jawab Dion.

Meyleen yang duduk di kursi meja komputer hanya diam saja.

“Baiklah Nona Meyleen. Kadang saat terindah itu adalah kisah yang ingin kita simpan untuk diri kita sendiri. Sedikit banyak, aku juga pernah mengalami saat-saat romantika indah dan tidak ingin menceritakannya pada orang lain. Meyleen bisa paham dengan keirianku, toh?” jelas Dion membuat Meyleen tersenyum mengangguk.

“Let me be your gentlemen, lady!” seru Dion pada Meyleen dan menyodorkan lengannya ketika keduanya berdiri di depan pintu kamar Dion dan hendak berjalan menuju mobil.

Meyleen menautkan lengan kirinya ke lengan Dion dan mengikutinya. Aksi yang sebenarnya hanya dimaksudkan Dion dan Meyleen sebagai candaan itu mendapat perhatian serius dari para penghuni indekos. Beberapa bahkan bersorak dan bersuitan. Mendengar reaksi itu, Dion hanya tersenyum dan melambaikan tangan ke arah datangnya suara.

“Wah, Bang Dion mainnya kelas tinggi nih. Gadisnya high class!” komentar seorang pemuda.

“Iri kau? Mereka tampak serasi. Bang Dion kan tampan, badannya tinggi atletis, lucu lagi. Idaman para wanita,” timpal gadis di sampingnya.

Meyleen kembali tersenyum gembira ketika Dion membukakan pintu sisi kiri mobil dan mempersilahkannya memasuki sedan itu meniru gaya ningrat Eropa yang mempersilahkan tuan putri.

Dion sempat melemparkan senyum ke arah rekan-rekan penghuni indekos sebelum memasuki mobil dan mengemudikannya meninggalkan halaman indekos.

...***...

Sesampainya di Restoran Teras yang dapat di salah satu hotel berbintang empat, Dion dan Meyleen disambut manajer restoran. Tempat itu masih sepi, hanya terlihat beberapa petugas yang sibuk melengkapi menu prasmanan.

Dion dan Meyleen yang memperkenalkan diri sebagai tuan rumah acara malam itu membuat manager menjelaskan beberapa hal penting, terkait hal-hal yang termasuk dalam layanan yang telah dibayar.

“Area yang ikut dalam pesanan yang mana saja, Pak?” tanya Dion yang menyadari restoran terdiri dari dua ruangan. Ruangan utama di mana Dion berada dan ruangan kedua yang berada di teras gedung itu yang terpisah kaca transparan raksasa.

“Keduanya, Pak. Ruang teras di luar itu juga bagian dari restoran. Tamu yang tak ingin terganggu suara live music bisa bersantai di bagian teras. Teras itu juga berfungsi sebagai smoking area,” jelas sang manager membuat Dion mengangguk.

Dion yang melihat beberapa botol brandy di deretan meja prasmanan kemudian meminta manajer untuk menyimpan atau menyembunyikan botol-botol itu.

“Jumlahnya terbatas bukan? Disimpan saja dulu, Pak. Dikeluarkan ketika acara toast saja, sekira jam 9,” pinta Dion.

“Baik Pak. Memang hanya tersedia 12 botol, sesuai order. Silakan memberitahu saya atau waiter bila akan melakukan toast,” sahut manajer itu.

Ketika manajer itu sibuk mengerahkan anak buahnya memenuhi permintaan Dion menyimpan kembali botol-botol minuman, Meyleen pun mendekat. “Dion sudah terbiasa melakukan acara seperti ini, ya?” tanyanya.

“Sebagai pelayan sih dulu sering. Tapi sebagai tuan rumah, ini baru pertama kali. Kenapa?” tanya Dion.

“Oh, tidak apa-apa. Aku cuma heran Dion kepikiran soal minuman itu,” ujar gadis itu.

“Ini kan acara tak resmi dan hampir semua tamu adalah orang muda yang terkadang kurang bisa menahan diri. Alkohol harus dikontrol dan dibatasi,” jelas Dion membuat Meyleen mengangguk.

Tamu pertama mereka malam itu adalah dua orang wanita dan seorang pria. Dion yang segera mengenali mereka dari pihak radio yang juga merupakan media partner kemudian mengajak mereka mengobrol.

Dion kaget ternyata wanita yang adalah host radio merupakan seorang gadis Minahasa. Gadis itu, Felly, tampak senang ketika Dion menyapanya dengan dialek Melayu-Manado sambil bercanda.

Sementara Meyleen berbincang dengan, Heri, Kepala Program Penyiaran merangkap Pemasaran itu dan pria lainnya, Satria yang menjabat sebagai wakil direktur, putra pemilik stasiun radio tersebut.

“Pak Heri jangan borong semua jabatan, dong,” sindir Meyleen sambil bercanda. Ia memang mulai akrab dengan pria yang pernah beberapa kali mengikuti rapat bersamanya.

Candaan itu ditanggapi serius oleh Satria yang lalu menjelaskan manajer marketing terpaksa dirangkap karena manajer sebelumnya menerima tawaran pekerjaan di ibukota.

“Kami akan senang kalau Ibu mau mengisi posisi itu,” tawar Satria blak-blakan.

Meyleen hanya tersenyum. “Akan jadi pengalaman menyenangkan. Tapi saya baru beberapa bulan bergabung. Saya pertimbangkan andai ditanya setahun lagi.”

“Pasti senang rasanya bekerja bersama keponakan Sutan Azhari itu. Sepertinya ia pemuda yang baik dan ramah,” ujar Satria yang berusia pertengahan 30-an.

Meyleen yang sempat bingung dengan sosok keponakan yang disebut Satria. Tapi ia segera mengerti kalau Satria mengira Dion adalah keponakan Sutan dan sepupu Kiki. “Oh. Dia memang ramah dan hormat pada siapa saja. Lucu dan penuh ide.”

Meyleen kemudian mengalihkan pembicaraan dengan kemungkinan-kemungkinan kerja sama yang bisa dilakukan dengan stasiun radio yang digandrungi para eksekutif muda itu.

Tak lama, satu per satu tamu mulai memenuhi ruangan itu. Dion sempat merasa malu karena hampir semua tamu mengenalinya karena prestasinya pagi dan siang tadi. Sebaliknya, Dion hanya bisa mengenali beberapa orang di antara mereka. Hanya yang pernah mengikuti rapat bersamanya.

Dion tersenyum lebar ketika Wanda juga tiba di tempat itu. Wanita itu menjabat sebagai Head of Public Relations & Communications area Sumatera bagian utara sebuah BUMN yang bergerak di bidang energi. Perusahaan yang sama tempat Reinhard, paman Wina, bekerja. Perusahaan itu juga adalah sponsor utama event maraton tadi pagi.

Dion menyalami Wanda dan dua stafnya sepasang wanita dan pria yang dikenali Dion sebagai Diana dan Zulfi karena beberapa kali menghadiri rapat bersama. Dion kemudian membawa mereka duduk di meja yang paling dekat dengan panggung.

Wanda merasa senang karena bertemu kembali dengan pemuda yang telah berani menggodanya di depan publik siang tadi. Tapi ia kaget ketika Dion mengatakan ia dan Meyleen bertindak sebagai host malam itu.

“Iya Ibu. Sebenarnya yang panitia itu Ibu Meyleen, saya hanya asistennya saja,” jelas Dion sambil memberi tanda pada Meyleen agar bergabung dengannya untuk menyapa Wanda.

“Dion di bagian marketing juga?” tanya Wanda.

“Pak Dion ini Manajer Produksi Jurnal Sumatera,” Diana mendahului Dion.

“Hebat. Masih muda sudah jadi manajer,” puji Wanda.

Dion segera saja tersenyum. “Ah, kita cuma memimpin tim kecil bagian desain. Bukan hal yang istimewa. Gak sehebat judulnya.”

Tak butuh waktu lama bagi Wanda dan Dion menjadi akrab, apalagi ketika Dion memperkenalkan nya pada Meyleen dan Felly gadis penyiar.

Tak lama berselang, rombongan Indra pun tiba. Seperti dugaan Kiki, ia datang bersama rombongan yang lumayan besar membuat ruangan restoran mulai penuh. Tapi kedatangan rombongan itu membuat para pria merasa senang karena sebagian besar dari rombongan itu merupakan wanita-wanita muda yang bekerja di perusahaan Indra.

Keadaan menjadi riuh sejenak ketika Dion dan Meyleen menyambut rombongan Indra dan menyalami mereka. Dion kembali malu karena semua rombongan itu mengenalinya sementara ia hanya mengenal Indra dan stafnya Fitria yang juga terlibat dalam kepanitiaan. Apalagi ketika para wanita itu ramai-ramai menyalami Dion bahkan beberapa mencubiti pipi pemuda itu.

“Bang Indra pasti sudah lapar. Harap bersabar sedikit karena Bang Kiki belum tiba,” ujar Meyleen pada Indra sementara Dion masih sibuk melayani sekumpulan gadis yang bercanda dengannya.

Dion merasa senang karena akhirnya memiliki alasan untuk melepaskan diri dari kepungan gadis-gadis ketika Kiki tiba bersama calon istrinya didampingi Astrid dan beberapa staf.

“Lho, kenapa makan malamnya belum dimulai?” tanya Kiki mendapati makanan di meja prasmanan belum disentuh.

“Iya. Kan menunggu Bang Kiki,” jawab Dion.

“Aduh. Ngapain ditunggu juga. Ayo umumkan saja biar tamu pada makan,” ujar Kiki lalu menyambut sapaan Meyleen.

Setelah berdiskusi sejenak, akhirnya Dion dan Meyleen menaiki panggung yang berada di sudut kiri ruangan itu.

“Selamat Malam! Perkenalkan Saya Meyleen bersama Dion dari Harian Jurnal Sumatera. Atas nama Panitia Maraton tahun ini, kami bertindak sebagai host atau tuan rumah malam ini. Kita tidak memiliki agenda resmi. Acara malam ini hanya merupakan ajang ngumpul, gathering, kongko-kongko untuk mempererat persahabatan dan sebagai ucapan syukur karena lomba maraton telah berjalan dengan baik,” Meyleen membuka sambutan.

“Karena bukan acara resmi, saya harap bapak-ibu, abang-kakak dan teman-teman sekalian tidak sungkan. Perlu saya tambahkan bahwa kita tidak hanya menggunakan ruangan ini. Kita juga bisa menggunakan ruang teras di samping bila ingin mendapatkan angin segar, menikmati tembakau atau ngobrol tanpa gangguan suara musik,” Dion menyambung Meyleen.

“Karena ada iringan musik, maka kami akan mempersilahkan bagi rekan yang ingin meramaikan suasana dengan menyumbangkan suaranya.”

Ucapan Meyleen sontak mendapat teriakan beberapa orang yang meminta Dion menyanyi mengingat kemampuan pemuda yang menjuarai kontes menyanyi siang tadi.

“Wah, Ibu Wanda sudah membuat saya dua kali menyanyi siang tadi. Malam ini saya tidak akan menyanyi karena yakin rekan-rekan di sini banyak yang memiliki bakat lebih baik dari saya. Oh iya, bukan hanya untuk menyanyi, panggung juga tersedia bagi yang ingin menyampaikan sepatah dua patah kata, berbagi kisah lucu, stand up comedy atau apapun itu. Kami tidak akan memandu, karena yakin kita bisa melakukannya dengan tertib,” Dion menjawab teriakan tadi lalu menatap ke arah Meyleen.

“Acara malam ini akan kita mulai dari makan malam. Tapi sebelumnya kami mempersilahkan Bapak Ricky Rizky sebagai Ketua Asosiasi Eksekutif Muda Sumatera Utara, organisasi penyelenggara event hari ini untuk memberi kata sambutan,” Meyleen mempersilahkan Kiki.

Kiki kemudian berdiri dan berjalan menuju panggung diiringi tepuk tangan para tamu. “Wah aku harus mengatakan apa?” tanya Kiki pada Meyleen dan Dion sesampainya di atas panggung.

“Sambutan mempersilahkan makan saja, Bang. Sekalian memperkenalkan orang-orang penting yang ada di ruangan ini; sponsor, panitia, maupun anggota asosiasi yang Abang anggap signifikan,” jelas Dion membuat Kiki mengangguk mengerti.

Dalam sambutannya, Kiki mengucapkan terima kasih atas kesediaan Meyleen dan Dion menjadi tuan rumah malam itu. Secara singkat ia melaporkan kesuksesan acara siang tadi dan mengucapkan terima kasih pada panitia, sponsor, event organizer dan pihak-pihal yang telah membantu.

Suasana menjadi ramai ketika Kiki memperkenalkan orang-orang penting yang hadir pada malam itu dan meminta mereka berdiri sehingga semua tamu mengenali wajah dan jabatan masing-masing.

“Maaf saya tidak bisa menyebutkan semua pihak yang telah berkontribusi penting karena jumlahnya terlalu banyak, bukan maksud saya mengecilkan kontribusinya, lho,” kata Kiki.

“Nah yang terakhir tapi tak kalah penting, tuan rumah kita Ibu Meyleen Tanutama dan Dion Manasseh,” lanjutnya sambil menunjuk ke arah Meyleen dan Dion yang berdiri di sudut panggung disambut tepuk tangan para penonton.

“Adik saya si Dion itu tampan bukan? Ibu Meyleen cantik bukan? Nah keduanya masih single, lho. Setahu saya keduanya bukan pasangan kekasih. Lagipula saya ragu apa si Dion ini punya keberanian mendekati Ibu Meyleen. Dia hanya pintar gombal di awal-awal saja,”

Kiki berguyon membuat ruangan riuh oleh tawa para tamu, sementara Dion garuk-garuk kepala sambil tertawa malu.

Dion masih tak mengerti mengapa Kiki menyebutnya adik dan Sutan mengatakan Dion adalah keponakan. Sebutan itu semakin membuat para tamu meyakini rumor bahwa Dion adalah adik sepupu Kiki dan keponakan Sutan Azhari.

“Maksud saya, karena keduanya masih single, silakan mengadakan pendekatan. Terutama bagi kaum pria jomblo, ayo bikin si Dion itu patah hati,” Kiki melanjutkan guyonannya membuat Dion dan Meyleen tersipu malu.

“Oh iya, teringat hubungan kekasih, izinkan saya memperkenalkan calon istri saya, Tiara Clarissa,” Kiki meminta Clarissa menaiki panggung.

Terdengar suara dan seruan para pria yang kagum pada kecantikan Clarissa yang malam itu tampak anggun mengenakan gaun hitam terusan.

“Saya juga ingin memanfaatkan momen ini untuk meminta dukungan doa dari rekan-rekan karena kami berencana melangsungkan pernikahan pada Sabtu, 7 September mendatang,” katanya langsung mendapat mendapat aplaus dari tamu.

“Malam ini dengan segala kerendahan hati, saya mengundang semua rekan-rekan untuk menghadiri acara resepsi pernikahan kami. Detilnya akan tertulis pada undangan yang segera akan rekan-rekan terima.”

“Saya kira sekian sambutan dari saya karena saya tahu semua pasti sudah lapar. Saya juga. Tampaknya makanan tersaji di meja prasmanan, artinya kita melayani diri sendiri. Mari kita makan malam!” katanya menutup sambutan itu lalu menyerahkan microphone kepada Dion.

Dion dan Meyleen kemudian menuntun Kiki dan Clarissa menuju meja prasmanan. Dion juga meminta Indra dan Wanda untuk ikut serta. Setelah keempatnya mengambil makanan, Meyleen lalu mempersilahkan tamu lainnya untuk ikut mengambil makanan di meja prasmanan.

Seiring dengan tamu yang mulai menikmati makan malamnya, para pengiring musik kemudian mulai memainkan medley disusul penampilan biduanita yang menyanyikan lagu-lagu jazz lembut.

“Kapan dang ngana mo ajak kita makan tinutuan?” tanya Wanda yang memilih duduk bersama Dion sambil menikmati makanannya dengan dialek Melayu-Manado.

“Tantu ibu. Mana-mana ibu pe waktu jo, noh. Mar kalu bole pagi-pagi atau siang,” jawab Dion dengan dialek yang sama.

“Kiapa so kalu malam? Na pe maitua mo marah, kah?” tanya Wanda dengan nada bercanda.

“Aih, kita nya’ ada maitua. Kalau malam kan kita kerja. Kecuali malam Minggu, available, kok,” sahut Dion.

Sementara di meja lain, Indra tampak memonopoli Meyleen. Keduanya juga terlibat dalam perbincangan ringan bersama beberapa orang di meja yang sama.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!