Tentang seorang menantu yang tidak di perlakukan baik oleh keluarga suaminya.
Setiap hari nya harus menahan diri dan memendam sakit hati.
Lalu di tengah kesuksesan yang baru di reguknya, rumah tangganya di terpa badai pengkhianatan.
Akankah dirinya mampu bertahan dengan rumah tangganya?
Cerita ini belatar kehidupan di daerah Sumatera, khusunya suku Melayu. Untuk bahasa, Lebih ke Indonesia supaya pembaca lebih memahami.
Jika tidak suka silakan di skip, dan mohon tidak memberi penilaian buruk.🙏
Silakan memberi kritik dan saran yang membangun🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Juniar Yasir, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dua belas
3 bulan kemudian
Di luar kota, Ramdan sedang sibuk menghitung uang pembayaran gaji para karyawan.
Ramdan kini punya usaha konvensi, sebenarnya bukan miliknya juga. Ini adalah milik wanita yang setahun ini menjalani hubungan gelap dengan nya.
Begitu liciknya Ramdan selama ini menutupi kebusukannya, di balik topeng polosnya dan terlihat begitu menyayangi Sari. Tetapi bermain api di belakang sang istri.
Dahlia, nama perempuan itu.
Dia merupakan mantan Ramdan saat Iya sekolah dahulu. Dulunya mereka mengakhiri hubungan karena orang tua Dahlia tidak merestui hubungan mereka, karena latar belakang Ramdan orang miskin, dan kerja serabutan. Sedangkan Dahlia, dirinya dari keluarga berkecukupan. Dahlia juga di jodohkan dengan anak juragan sapi. Semenjak itu, Ramdan memutuskan merantai ke negeri jiran.
Hingga pada suatu hari, sang suami meninggal dunia.
Beberapa stelah hampir setahun hubungan ke duanya, Dahlia memberanikan dirinya menemui Ramdan di kotanya. Pertemuan kedua itu terjadi di mini market. Sedangkan mereka bertemu pertama kali setelah kembali berhubungan, ketika Ramdan kerja di negeri seberang saat Sari hamil anak kedua.
Jika di rumah nya, Ramdan layaknya seorang suami yang baik dan pengertian. Sikap nya yang lembut dan begitu menyanjung Sari, nyatanya mampu menutupi kebusukannya.
Dia menghubungi sang kekasih, saat melaut dan nyadap karet. Oleh karena itu, hingga setahun hubungan nya tidak di ketahui siapapun.
.
.
“Bang, bila Abang nak ceraikan Sari? Lia tak mau di cap sebagai penghancur hubungan orang.’’ Dahlia memasang wajah sedihnya.
“Tak semudah itu dik Abang menceraikan dia. Mau di jawab apa nanti jika dia bertanya’’_ Ramdan membenarkan celananya.
“Sabarlah sekejap lagi saja, Abang akan cari alasan yang masuk akal. Bagaimana pun juga, ada anak antara kami.’’ lanjut nya. Dia memikirkan anak nya juga.
“Ayoklah bang, Lia pun bisa beri Abang anak setelah kita menikah nanti. Soal Sari, biar Lia yang urus .’' dia bergelayut manja di lengan sang kekasih.
Ramdan menghembuskan nafas lelahnya.
“Iya, iya. Tetapi jangan di apa-apakan dia.’’ memberi peringatan.
“Apalah Abang ni, malah membela Sari pula!’’ sergahnya.
“Bukan membela, bukan lawan mu Sari tu dik. Jika kita cari gara-gara sama dia, kelar kita nanti. adik tu belum kenal dia’’
“Alah, cakap saja Abang tak mau pisah dengan nya.!’’ Ucap Dahlia. Dirinya beranjak dari tempat tidur dan menuju kamar mandi.
Ramdan menghela nafas kasar.
.
.
Usai mandi, Dahlia bersiap untuk pergi ke konvensinya. Hari ini ada pembagian gaji, sekalian pemeriksaan pelamar kerja. Ramdan juga akan ikut, karena dirinya lah yang akan mewawancarai pelamar kerja nantinya. Bukan wawancara seperti di perkantoran, yang jelas seputar dunia tentang bahan baku, pembuatan dan lainnya.
Ramdan telah menunggu di mobil ketika Dahlia bersiap-siap tadi. Setelah Dahlia masuk mobi, mereka pun. Melajukan kendaraannya menuju arah tujuan.
“Dik, masih marah ya dengan Abang? Abang janji akan segera mengurusnya nanti.’’ ucap Ramdan memujuknsang kekasih.
“Hm’’
“Jangan lah diam kan Abang macam ni.’’ lanjutnya lagi.
“Okelah, tapi Abang pulang cuma boleh tiga hari saja, macam mana?!’’ Dahlia bernegosiasi.
“Iya, apapun untuk mu Abang lakukan.’’ rayu nya.
“Dasar buaya’’ ucap Dahlia
Di balas Ramdan dengan tertawa.
*
Di sini Ramdan tidak tinggal di kost atau menyewa rumah seperti yang di ceritakan pada Sari. Tetapi dia tinggal serumah dengan Dahlia. Jika ada orang bertanya, mereka bilang mereka adalah pasangan suami istri, tapi hanya nikah siri. Mana mungkin pula mereka bilang belum menikah.
.
Sesampai di tempat konveksi, Ramdan ke ruangan nya untuk mewawancarai pelamar kerja. Sedangkan Dahlia memasuki ruangan khusus owner. Rupanya sang ibu telah menunggu di ruangannya.
“Ibuk, ada buk? Dimana bapak?’’ tanya Dahlia.
“Bapak dirumah ngurus ternak.’’ jawab nya.
“Ibu mau kopi atau teh, Dahlia pesankan.’’ tutur Dahlia. Dia memegang gagang telepon untuk menelpon karyawannya.
“Tidak usah, ibuk hanya sekejap saja ke sini’’_ berhenti sejenak. Dirinya menatap lekat sang anak.
“Dahlia?!, tinggalkan dia. Dimana akal sehat kau ni?!... Dia sudah beristri. Jangan jadi perempuan yang kejam.’’
“Aku tidak peduli’’_ jawabnya lantang
“Jadi, ini tujuan ibuk kesini? Hanya untuk menekan anakmu ni? Ibu sudah cukup mengatur hidup aku selama ni. Dulu aku sudah mengikut semua kehendak ibuk dan bapak untuk menikah dengan anak juragan sapi, sekarang ibuk tidak bisa melarang dan mengaturku lagi. Sudah ya, aku sibuk.’'
“Kurang ajar betul mulut mu ni Dahlia. Ingat karma, hari ini memang kau bahagia merebut milik orang. tapi ingat kemudian hari. Kau ni sudah termasuk dzolim. Berani nya merebut ayah dari seorang anak!’’ tekan ibu nya. Dirinya kecewa terhadap anak satu-satunya ini.
Begitu banyak lelaki di dunia ini, Dahlia malah memilih kembali ke Ramdan. Apalagi lelaki itu sudah punya istri dan anak.
“Cukup ya buk, aku tak percaya namanya karma atau apalah itu. Kami sedari lama saling mencintai, bahkan alam pun mendukung kami sehingga kami di persatukan lagi, meski status kami sudah janda dan dia beristri. sebelum menikah dia lebih dulu mencintaiku!’’_
Dia menangkupkan kedua telapak tangannya.
“Untuk itu aku mohon ibuk dan bapak jangan lagi ikut campur dalam masalah pribadi ku, karena ini masalah hati dan masa depan ku. Dan yang ku ingin kan hanya Ramdan seorang saja.’’ Ucap iya akhirnya.
Tanpa pamit orang tua itu meninggalkan ruangan Dahlia. Dirinya sakit hati atas ucapan Dahlia. Bukannya Iya ingin mengatur serta menjerumuskan sang anak, hanya saja sebagai orang tua, dirinya ingin yang terbaik untuk anaknya. Batinnya mengatakan jika Ramdan bukan lelaki baik-baik. Dan kini terbukti. Jika Ramdan baik, tentu secinta apapun dirinya pada Dahlia, tidak akan mau dirinya mendua kan sang istri dan mengecewakan anak-anaknya.
.
.
...*****...
Di rumah, Sari sedang mencatat nama orang yang memesan untuk bulan puasa dan untuk lebaran nantinya. Kini dirinya tidak perlu mengantarkan kue nya ke warung-warung lagi. Toko kue nya juga sudah mulai ada progres. Jika tidak ada halangan, toko itu akan selesai setelah lebaran nanti, Menurut beni adik nya Widya. Karena dialah yang menjadi tukang nya, di bantu satu temannya.
Kedua buah hati nya sedang bermain boneka di halaman rumah nya. Sari tidak khawatir, karen saudaranya ada di luar. Selesai mencatat semua nama konsumen, Sari keluar rumah dan duduk di kursi terasnya, melihat kedua anaknya yang kini telah main ayunan.
“Hati-hati nak. Fi, jalan laju-laju betul ayunkan adik tu. Nanti jatuh!’' Ucapnya mengingatkan.
Tiba-tiba ponselnya berdering.
Sari masuk rumah mengambil ponselnya di dalam kamar. Melihat nama penelpon segera iya angkat.
“Hallo, assalamu'alaikum! Ibu apa kabar?’’ ternyata Sarimah lah yang menelpon Sari.
“Alhamdulillah ibu sehat-sehat Sari. Kau dan anak-anak apa kabarnya?’’
“Sari dan anak-anak Alhamdulillah sehat juga Bu. Bila ibu main kesini.?
“Ibu ni susah bila hendak kemana-mana Sari, ibu tidak ada Honda. Kau tau sendiri lah selama ini kalau mau yasinan atau kedai, kau atau Ramdan yang mengantar ku., sedangkan Yati, mana mau dirinya membawa ku ini. Dia sibuk di rumah ntah apa yang di kerjakannya.’’
Sari terdiam sejenak, kasihan juga Iya pada ibu mertuanya ni.
“Jika ibu mau, nanti sari suruh saudara Sari jemput ibu. Bagaimana Bu?!’’
“Iya kah? Boleh lah kalau gitu. Ibu dah rindu betul dengan kedua anak itu.’’ terdengar di telinga Sari suara mertuanya bergetar saat mengatakan rindu pada cucu-cucu nya.
“Yalah, besok ya Bu Sari suruh dia menjemput ibu.’’
“Iyalah jika begitu. Sudah dulu ya Sari, ibu mau makan dulu, nah kebetulan ini Rahmah datang, becakaplah kau dengan nya saja.’’
“Hallo Sar? Apa kabar, dah lama tak dengar suara mu’’ tanya Rahmah antusias.
„Alhamdulillah baik kak, HM Yati selalu nemankan Mak kak?’‘ tanya Sari.
“Jarang Sar, paling seminggu hanya tiga kali. Itupun tidak pernah bantu-bantu Mak cik di rumah, dia datangnya pas sudah malam. Oh iya Sar, adik ku sekarang menemani mertua mu. Kan Rahmi juga sendiri di rumah lama, jadi ku suruh saja dia tinggal bersama mertuamu, sekalian nemankan orang tua itu. Kesian pula ku tengok nya tu.’’
“Iyakah kak, Alhamdulillah jika begitu. Tidak terlalu kesepian ibu tu. Sari juga belum bisa mau menengok nya, bang Ramdan belum pulang. Dia sekarang bekerja di luar kabupaten, di seberang.’’
“Alhamdulillah, semoga rezeki kalian di lancarkan disana ya Sar. Oh iya, kau tahu tiga bulan yang lalu, aku melihat Mak Sarimah, bawa keresek, ku tebak iya mau minta makanan ke rumah Yati. Karena dia pasti belum sempat masak habis pulang nyadap. Tapi, Yati tidak masak seperti biasanya. Dia malah menolak ketika Mak cik minta tolong masak di rumah. Parahnya lagi, Yati malah menyuruh Mak cik makan sama mie instan saja. Kasian kali ku tengok mertuamu itu Sar, semenjak kau pindah, tak terurusnya ku tengok.’’ cerita Rahmah panjang lebar.
Sari hanya diam saja, mencerna ucapan Rahmah.
“Kalau gitu sudah dulunya Sar, kakak mau jemput anak-anak pulang MDTA dulu.. assalamu'alaikum!’’
“Wa'alaikum salam.’’.jawabnya.
Sambungan terputus, sementara Sari masih diam. Agak terkejut dirinya mendengar Sarimah makan mie instan, karena selama ini orang tua itu tidak pernah makan mie instan, paling sebulan tidak ada sekali. Sari sangat menjaga makan keluarganya.
.
.
.
.
Lanjut?