Sekuel dari cerita Jual Diri Demi Keluarga.
Setelah melewati masa kelam yang penuh luka, Santi memutuskan untuk meninggalkan hidup lamanya dan mencari jalan menuju ketenangan. Pesantren menjadi tempat persinggahannya, tempat di mana ia berharap bisa kembali kepada Tuhannya.
Diperjalanan hijrahnya, ia menemukan pasangan hidupnya. Seorang pria yang ia harapkan mampu membimbingnya, ternyata Allah hadirkan sebagai penghapus dosanya di masa lalu.
**"Menjemput Cahaya"** adalah kisah tentang perjalanan batin, pengampunan, dan pencarian cahaya hidup. Mampukah Santi menemukan kedamaian yang selama ini ia cari? Dan siapa pria yang menjadi jodohnya? Dan mengapa pria itu sebagai penghapus dosanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lianali, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33
Kabar lamaran itu datang seperti petir di siang bolong. Tiba-tiba, tanpa peringatan, menyambar relung hati Santi yang selama ini ia jaga rapat-rapat. Namanya disebut-sebut di tengah bisik-bisik para santri putri yang berkerudung rapi di koridor pesantren. Bukan sebagai calon mempelai, tapi sebagai mantan kenangan yang tak disebut dalam undangan.
"Ustadz Fahri mau menikah, ya? Katanya sama Kak Ros instruktur jahit itu…"
Bisikan itu terdengar samar di telinga Santi. Tapi cukup jelas untuk menggetarkan hatinya.
Santi berhenti melangkah. Tangannya gemetar menggenggam ember cucian. Pandangannya mengabur, bukan karena keringat atau debu, tapi karena air mata yang mulai menggenang.
Fahri. Lamaran. Dengan Ros.
Tiga kata itu terus terngiang di benaknya.
Ia menunduk. Ember itu ia letakkan perlahan, seolah kalau terlalu keras, hatinya akan ikut pecah. Matanya menatap tanah yang mulai basah oleh titik air mata. Ia tersenyum, meski senyum itu lebih mirip luka yang dipaksa terlihat indah.
“Memang sudah sepantasnya,” gumamnya lirih, “orang sebaik Ustadz Fahri, pantasnya dengan perempuan sebaik Mbak Ros. Perempuan yang terjaga, terhormat, dan punya nama baik. Bukan aku… yang datang ke pesantren karena tak punya tempat lain untuk pulang.”
Santi mengusap air matanya, namun tangisan itu tak kunjung habis. Justru makin deras. Ia menyandarkan tubuhnya ke dinding dapur, menengadah, mencoba menahan sesak di dada.
Bayangan wajah Fahri berkelebat dalam ingatannya. Lelaki yang diam-diam ia kagumi, ia cintai dalam doa-doa malamnya. Lelaki yang pernah membelanya ketika ia dicemooh karena masa lalunya. Yang dengan sabar mengajarinya menghafal ayat demi ayat, tanpa pernah menghakimi.
Dan Ros? Mbak Ros memang sempurna. Lemah lembut, sabar, dan terkenal karena kesolehannya. Bahkan Ros juga pengusaha hijab terkenal di kotanya. Santi tak pernah membenci Ros. Ia hanya… merasa kalah. Jauh tertinggal.
“Ya Allah…” bisiknya. “Aku ikhlas. Aku… berusaha ikhlas.”
Tapi kata-kata itu tak sekuat perih di hatinya. Ia ingin marah, tapi pada siapa? Fahri tak pernah menjanjikan apa-apa. Ia hanya terlalu berharap pada sosok yang tak pernah menoleh lebih dari sekadar Ustadz pada jemaahnya.
Lalu, dari kejauhan, terdengar suara adzan. Suara yang mengingatkannya untuk kembali ke tujuan awalnya: memperbaiki diri, bukan untuk dicintai manusia, tapi untuk mendapatkan cinta-Nya.
Santi menghapus air matanya. Perlahan ia bangkit, mengambil ember, dan melangkah menuju sumur. Meskipun langkahnya masih berat, ia tahu—ini bukan akhir dari hidupnya. Ini hanyalah satu luka kecil di jalan panjang perjuangannya menuju cahaya.
Dan mungkin… siapa tahu, di ujung jalan nanti, Allah menyimpan kisah yang jauh lebih indah dari yang pernah ia bayangkan.
Tentu, berikut pengembangan adegan di pendopo antara Kiyai Nasir dan Adam, dengan penambahan narasi, dialog, dan suasana agar lebih hidup dan emosional:
*****
Sementara itu di pendopo.
Angin sore berhembus lembut menyapu dedaunan di sekitar pendopo. Langit mulai menguning, pertanda senja akan segera datang. Aroma khas kayu jati tua bercampur harum bunga melati dari taman dekat situ menyelimuti suasana. Kiyai Nasir duduk bersila di atas permadani, ditemani secangkir teh panas yang mulai mengepul.
Adam duduk di hadapannya, tampak tenang di luar, meski pikirannya bergejolak.
"Paman perhatikan kamu sering menatap salah satu santriwati di pesantren ini," ujar Kiyai Nasir pelan, namun nadanya penuh makna.
Adam menaikkan alis, menatap Kiyai Nasir dengan serius, "santri Wati?" gumamnya, berusaha menyembunyikan keterkejutan di wajahnya.
Kiyai Nasir hanya tersenyum, seolah tahu isi hati Adam lebih dalam dari yang bisa diucapkan, "undangan Fahri dan Ros sudah di tangan. Kamu kapan?" tanyanya, setengah bercanda namun tajam menyentuh sasaran.
Wajah Adam yang semula tegang perlahan mengendur. Ia mengalihkan pandangan ke lantai kayu pendopo yang mengilap, "ah, Paman... nanti juga ada masanya. Kalau sudah ada jodohnya," ujarnya berusaha terdengar ringan, padahal hatinya tidaklah demikian.
"Jodoh itu dicari, diusahakan, bukan ditunggu, apalagi kamu laki-laki," nasihat Kiyai Nasir, nadanya berubah menjadi lebih serius. "Jika kau hanya diam, bagaimana sang gadis tahu kau menaruh hati?"
Adam hanya mengangguk. Tidak menjawab, tapi jelas pikirannya tengah berpacu.
"Katakan pada Paman, gadis mana yang sudah memikat hatimu?" tanya Kiyai Nasir lebih lembut kali ini, nadanya seperti seorang ayah yang menginginkan yang terbaik untuk anaknya.
Adam menghela napas pelan, matanya mengarah ke taman pesantren. Di sanalah, beberapa santri Wati tampak berjalan, salah satunya adalah Santi, sedang menyiram bunga di taman kecil. Gerak-geriknya lembut, sederhana, tapi entah kenapa selalu mampu mengusik pikirannya.
"Sebenarnya..." Adam membuka mulut, tapi segera menutupnya kembali. Ragu. Bimbang.
Ia menguatkan diri, "tidak ada, Paman."
Kiyai Nasir tertawa kecil, "bagaimana dengan Santi?" tanyanya to the point, tanpa basa-basi.
Adam tercekat. Dada kirinya seperti dihentak sesuatu yang tak terlihat. Nama itu. Nama yang selalu mengendap di benaknya akhir-akhir ini.
Ia menunduk sesaat, menyembunyikan ekspresi wajah yang tak bisa ia kendalikan. Lalu, dengan senyum kecil yang lebih mirip tameng, ia menjawab, "hubungan Adam dengan Santi hanyalah sebatas Ustadz dengan santrinya."
Namun dalam hati, ia tahu ia sedang menipu hatinya sendiri.
Kiyai Nasir hanya menatap Adam lama. Tidak berkata apa-apa, hanya tersenyum.
"Santi gadis yang baik. Sopan, rajin, jujur. Tapi juga pemalu. Sepertinya hanya orang tertentu yang bisa masuk ke dunianya," kata Kiyai Nasir pelan.
Adam menoleh, "Paman sudah sering bicara dengannya?"
"Sering. Apalagi sejak dia membantu Nyai di rumah. Anak itu ringan tangan dan rajin membantu tanpa berkeluh kesah."
Adam terdiam. Jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya.
"Entah pria beruntung mana yang akan mendapatkannya," ucap Kiyai Nasir, "Paman kira, kamu selama ini telah terpikat olehnya," lanjutnya.
Adam menghela napas panjang, lebih seperti menghembuskan beban yang sudah lama dipikulnya.
"Adam takut, Paman. Takut perasaanku menodai amanah. Takut... dia menjauh jika tahu."
Kiyai Nasir menepuk lembut bahu Adam, "perasaan yang tulus tidak akan menodai apapun, jika disampaikan dengan cara yang benar. Dan kalau memang kau sungguh tulus, Paman percaya, Allah akan buka jalannya."
Adam menunduk. Mungkin untuk pertama kalinya dalam hidupnya, ia mengakui dalam hati—ia jatuh cinta.
Santi mungkin tak terlalu terluka hati..
mungkin masih bisa bertahan..
❤❤❤❤❤❤
❤❤❤❤
nyesekkk...
kirain santi dan Adam jadian...
❤❤❤❤❤😭😭😭😭😭💔💔💔💔
tqpi kenapa ia cuek gtu..
apa yg membuatnya begitu..
atau emang orangnya gak mau gr..
klo gtu..
fahri harus swgera nembak.
biar Ros tau kalo fahri suka ama Ros..
❤❤❤❤❤❤
Fahri harusnya sat set cari no wa Ros..
bisa tanya Adam kan..
kenapa Ros punya firasat gak enak..
aoa dia jga ada rasa ama Fahri ...
klao iya..
kenapa kesannya dia cuek seolah gak ibgat mereka pernah temenan saat SMA..
Adam..
Adam..
kok gak muncul2..
kangen ini..
😀😀❤❤❤❤
Adam amna Adam.
kok gak munvil..
kangen ini..
❤❤❤❤❤
biar abi dan umimu pergi melamar Ros...
❤❤❤❤❤❤
klao sampai ketahuan gmna ya..
aoa mereka akan langsung dinikahkan?
apakah adam tidak kecewa saat tau santi gak perewan???
❤❤❤❤❤
fahri bisa salah paham.
pasti ros yg dikira mau dijodohkan ama dia..
pasti fahri langsung terima..
atau ris yg akhirnya sadar ada rasa ke fahri saat tau fahri mau dijodihka ama sahabatnya...
penasarannn....
❤❤❤❤❤
kok lama gak up..
kangen ama adam dan santi...
❤❤❤❤❤❤❤
jgn asal nyosor..
bahaya donk..
kan udah jadi ustad..
😀😀😀❤❤❤❤❤
myngkin saja ada yg lihat mereka lagi ambil vairan pel atau saat nuang di lantai..
❤❤❤❤❤
halalin aja.
😀😀😀❤❤❤❤
😀😀😀❤❤❤❤❤
dingin..
menghanyutkan..
❤❤❤❤❤❤😉