Menjadi sasaran cinta seorang gangster?
Gaby harus melewati cobaan yang lebih besar lagi ketika seorang gangster tertarik kepadanya. Namun dibalik ketertarikan Jax, si gangster kejam dan berpengalaman itu ternyata memiliki alasan lain, yaitu menuntaskan pekerjaannya dengan membawa Gaby ke pemimpin mafia bernama Salvatore Conti atas pengkhianatan yang ayah Gaby lakukan.
Jax yang diperintahkan untuk membunuh Gaby dengan diberi hadiah setimpal. Pria itu justru terjebak dalam cintanya sendiri sehingga membuat nya harus lari sejauh mungkin bersama Gaby untuk menghindari kejaran Salvatore dan anak buahnya. Dan melindungi wanita itu dari maut meski harus mempertaruhkan nyawanya sendiri.
°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°
Mohon dukungannya ✧◝(⁰▿⁰)◜✧
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Four, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TDK — BAB 12
CANDA GURAU
Pria itu bersandar santai dengan kedua tangannya tertekuk di belakang kepala. Sedangkan Gaby mulai mendekati kedai yang terbuat dari kayu cokelat tua namun memiliki aroma yang lezat karena asap makanan pagi yang sungguh menyelerakan.
Di saat tidak ada apapun yang diperhatikan. Seketika suara gaduh dari beberapa pria membuat Jax menoleh ke arah mereka yang juga ikut mengantri, tepat di belakang Gaby.
Ya! Jax bisa menebaknya bahwa para pria tadi adalah pria yang liar. Ada begitu banyak kasus di Meksiko disebabkan kriminal yang sangat besar.
“¡Que se joda!” Sebuah perkataan kotor membuat Jax berkerut alis saat dia terus mengawasi keberadaan Gaby.
Hingga para pria tadi mulai diam saat salah satu di antara mereka mulai tersenyum nakal dan berbisik ke temannya sembari menatap ke pantat Gaby. Oh yang benar saja.
“Hermoso culo señorita! (Pantat yang indah Nona)!” bisik pria berkaos putih tanpa lengan itu membuat Gaby sontak menoleh dan menatap tajam.
“Excuse me!” balas Gaby berkerut alis. Dia tidak tahu arti bahasnya, tapi itu cukup mengganggu karena pria tadi berbisik tepat di belakang telinganya dengan hampir menempelkan tubuhnya ke Gaby.
Mereka terkekeh melihat Gaby yang marah. Sementara dua orang yang mengantri, mereka hanya diam seakan sudah biasa mendengar dan melihat hal-hal seperti itu. Sangat acuh!
“Ah... You are from England?! (Kamu berasal dari Inggris)!” ejek pria itu yang masih tersenyum lebar.
Tak ingin marah dan memancing emosi. Gaby memilih mengabaikan mereka dan kembali menatap ke arah kedai tadi.
Tapi apalah daya para pria mata keranjang. Mereka tak jerah menggoda Gaby bahkan diam-diam mengeluarkan kondom sembari berpose mendekatkan kelaminnya ke pantat Gaby sementara temannya yang lain mengambil gambar tersebut.
“Cih!” Jax yang tak terima pun segera keluar dari mobil dan menghampiri mereka. Tanpa pikir panjang, Jax meraih ponsel tersebut lalu membanting kasar ke tanah hingga pecah.
Tentu saja semua mata tertuju kepada para pria tadi termasuk Gaby yang terkejut melihat keberadaan Jax di sana.
“Buscando la muerte ¿eh? (Cari mati hah)?” ucap pria berkulit putih dengan kaos putih tanpa lengan tadi menatap tajam dan menghampiri Jax.
Gaby menggeleng saat melihat 7 pria tadi mulai mengerubungi Jax yang masih terlihat marah. “¡Yo no! Pero ustedes son los que buscan la muerte. (Bukan aku! Tapi kalian yang cari mati).” Balas Jax yang langsung menyerang pria itu hingga tersungkur ke tanah dengan darah di yang keluar dari hidungnya akibat benturan keras dengan tanah.
“Sialan!” umpatnya hingga mulai bangkit dan menyerang balik. Begitu juga dengan temannya yang lain.
Ya! Kegaduhan yang sesungguhnya terjadi. Gaby mencoba memanggil nama Jax berulang kali agar pria itu mau berhenti. Namun Jax yang sudah kalut dalam emosinya, dia menyerang tanpa ampun hingga menjatuhkan 5 pria sekaligus dalam keadaan yang sangat terluka.
Para pelanggan yang antri pun memilih kabur karena takut.
Tak segan mereka membawa pisau untuk menyerang Jax. Brugh! Namun Jax bisa menyerang balik meski menggunakan tangan kosong.
“Jax!” panggil Gaby hingga pisau tertancap di lengan kanan Jax dari belakang.
Gaby menutup mulutnya dan terkejut. Sementara Jax dengan marah langsung memukul tepat ke leher pria itu hingga darah keluar dari mulutnya.
“Akkhh!!” pekik kesakitan mereka yang sudah tergeletak di tanah. Sementara Jax dengan napas memburu serta darah yang menetes di lengannya, kini menatap ke arah Gaby yang cukup tegang sendiri.
“Ayo kita pergi.” Pinta Jax berjalan menuju mobil. Sementara Gaby melihat sekilas ke para pria malang tadi, lalu mengikuti langkah Jax yang baru saja masuk ke dalam mobil.
.
.
.
“Kau bisa menegurnya saja tadi. Mereka bisa saja menghabisi mu.” Ujar Gaby yang saat ini membersihkan darah di lengan Jax dengan kain seadanya.
“Jika mereka bisa menghabisi ku.” Balas Jax datar dan dingin.
Kini pria itu bertelanjang dada, dengan telaten Gaby mengobati luka tusuk yang untungnya tidak terlalu dalam.
Jax menoleh menatap ke Gaby dengan bingung. Kenapa dia menolongnya dan marah sendiri melihat bagaimana para pria tadi melakukan perbuatan tak senonoh kepada Gaby.
“Yap! Lukanya sudah terbalut, apa kau bisa menggerakkan lenganmu?” tanya Gaby sehingga Jax memutar lengan kanannya sembari meringis sakit namun dia menahannya.
“Ya. Thanks.” Ucapnya yang mulai menyalakan mesin mobilnya dan melaju pergi dari sana untuk melanjutkan perjalanan mereka.
...***...
Semakin siang cuaca di sana sangat panas hingga Gaby mulai menguncir rambutnya dan menunjukkan leher jenjangnya yang menggoda lirikan mata Jax saat pria itu iseng meliriknya.
Jax tersenyum tipis kembali menatap lurus.
“Apa kau suka lelucon?” tanya Gaby saat mereka tadinya saling berdiam diri sambil mendengarkan musik lewat radio.
“Lelucon apa?” tanya Jax yang masih fokus ke depan, namun dia mendengarkan dengan baik.
“Lelucon ringan saat aku kecil. Seperti, pertanyaan kenapa anak usia 4 tahun tidak boleh menonton film bajak laut?”
“Kenapa?”
“Karena mereka belum menerima raport!! Hahaha!!!” jawab Gaby tertawa sendiri sedangkan Jax menoleh dengan tatapan aneh.
“Film bajak laut 18 plus. Mereka masih dibawah umur untuk melihatnya.” Jelas Jax membuat Gaby mengehentikan tawanya.
“Aku tahu! Kau tidak bisa bercanda ya!” kesalnya kembali bersandar diam.
Mendengar itu, Jax tersenyum tipis menikmati kemarahan Gaby. Sedangkan wanita itu melirik sinis ke arah Jax.
“Apa kau selalu meniduri para wanita?” tanya Gaby iseng yang entah kenapa dia ingin bertanya soal hal pribadi seperti itu.
“Mereka yang menggodaku, termasuk kau!” jawab Jax yang masih tersenyum miring.
“Aku? Aku tidak menggodamu, aku hanya terpengaruh oleh obat, itu saja.” Ujar Gaby menjelaskannya sebisa mungkin.
“Ya! Dari banyaknya wanita yang tidur denganku. Kau yang paling polos dan lembut!”
Oh yang benar saja. Mendengar itu Gaby merinding sendiri. Apa maksudnya lembut dan polos? Dasar pria mesum.
“Itu menjijikkan.”
“Tapi kau mendesah sangat merdu!”
“Hentikan!” kesal Gaby tak ingin mendengarnya lagi karena itu sangat memalukan. Beberapa dengan Jax yang justru menikmatinya dengan tertawa kecil.
Keduanya kembali diam. Pipi merah Gaby perlahan mulai memudar.
“Ada sesuatu yang ingin kukatakan.” Ucap Jax dengan serius sehingga wanita itu kembali menatapnya.
“Apa?”
“Aku ingin mendengar desahan mu lagi!”
Gaby langsung memukul lengan Jax hingga pria itu meringis sakit karena pukulan itu terkena ke lukanya. Sungguh sialan!