NovelToon NovelToon
Pangeran Pertama Tidak Mau Menjadi Kaisar

Pangeran Pertama Tidak Mau Menjadi Kaisar

Status: sedang berlangsung
Genre:Mengubah Takdir / Epik Petualangan / Perperangan / Penyelamat
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: Razux Tian

Dilahirkan sebagai salah satu tokoh yang ditakdirkan mati muda dan hanya namanya yang muncul dalam prologue sebuah novel, Axillion memutuskan untuk mengubah hidupnya.

Dunia ini memiliki sihir?—oh, luar biasa.

Dunia ini luas dan indah?—bagus sekali.

Dunia ini punya Gate dan monster?—wah, berbahaya juga.

Dia adalah Pangeran Pertama Kekaisaran terbesar di dunia ini?—Ini masalahnya!! Dia tidak ingin menghabiskan hidupnya menjadi seorang Kaisar yang bertangung jawab akan hidup semua orang, menghadapi para rubah. licik dalam politik berbahaya serta tidak bisa ke mana-mana.

Axillion hanya ingin menjadi seorang Pangeran yang hidup santai, mewah dan bebas. Tapi, kenapa itu begitu sulit??

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Razux Tian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 11

Axillion melangkah maju dari belakang Owen dan Lilia, menoleh sebentar menatap kedua orang tuanya, dia tersenyum pada ibunya. "Setelah ini selesai, mari kita berdansa, Ibunda."

Lilia tersenyum dan mengangguk membalas permintaan Axillion. Owen tidak mengatakan apapun, tapi matanya menajam menatap putranya tidak suka. Axillion tidak peduli akan sifat posesif ayahnya, tertawa, dia berjalan mendekati Auro.

Mata semua yang ada tertuju pada Axillion dan Auro. Mereka tahu, sang Pemimpin Magic Tower akan mengukur kadar Mana sang Pangeran, karena ini adalah prosedur pertama untuk ujian menjadi seorang Mage.

"Letakkan telapak tangan anda pada bola pengukur mana ini, Yang Mulia Pangeran Axillion." Auro berujar ramah pada Axillion. Pengukuran mana Axillion ini hanyalah formalitas yang bertujuan untuk menunjukkan pada dunia bahwa tidak Magic Tower tetap menjalankan prosedur untuk mengakui seorang Mage. Dari rekaman pertarungan Axillion yang dinontonnya, Auro tahu, Pangeran di depannya adalah seorang Mage di atas Cycle 5.

Mage memiliki hirearki dan kelas. Berdasarkan kemampuan mereka dan juga kadar Mana dalam diri mereka, mereka yang baru mengenal dan bisa menggunakan sihir akan dikatagorikan sebagai Mage Cycle 1. Namun, untuk Cycle 2 dan di atasnya, itu akan dilihat dari kemampuan menggunakan sihir dan juga kadar mana mereka. Keseimbangan diantara keduanya harus harmonis. Meski kemampuan menggunakan sihir sangat hebat, tapi jika tidak diimbangi mana yang cukup, maka Mage tersebut tidak akan menjadi seorang Mage bercycle tinggi, begitu juga dengan sebaliknya, tidak ada gunanya mana besar namun kemampuan mengendalikan sihir rendah. Rata-rata Mage berada dalam Cycle 3, Mage Cycle 4 dan Cycle 5 masih tergolong cukup banyak, namun Cycle 6 dan ke atasnya—mereka bisa dihitung dengan tangan.

Dalam sejarah Benua Avelon, Mage dengan Cycle tertinggi adalah Archmage Laviana. Semasa hidupnya ratusan tahun yang lalu, dia mencapai tertinggi dunia sihir, yakni; Cycle 8. Dia juga merupakan pendiri Magic Tower dan guru sihir pertama yang diakui Benua Avelon—satu-satu tokoh legenda yang dihormati oleh semua Mage sepanjang masa.

Axillion menatap bola kaca bening di tangan Auro sejenak. Mengamatinya, dia kemudian meletakkan telapak tangan di atas. Rasa dingin permukaan bola kaca yang aneh menyelimutinya, dan sedetik kemudian bola kaca bening tersebut berubah warna menjadi abu-abu.

Mata semua yang ada kini tertuju pada bola kaca bening yang berubah warna menjadi abu-abu. Tidak berhenti, bola kaca terus berubah warnanya.

Abu-abu.

Biru.

Hijau.

Kuning.

Orange.

Merah.

Ungu.

Mata Auro dan semua Mage yang ada terbelalak saat melihat perubahan warna bola kaca. Ungu?—Pangeran Axillion memiliki mana selevel Mage Cycle 7? Namun, dunia serasa berhenti saat mereka melihat bola sihir pengukur berubah warna lagi menjadi—putih.

Putih.

Dalam sejarah panjang dunia sihir, hanya ada satu Mage yang mendapatkan warna putih saat melakukan pengukuran mana, yakni; Archmage Laviana—cycle 8.

Lalu—dalam pandangan mata tidak percaya semua Mage, bola kaca putih kembali berubah warna menjadi; hitam.

Tidak ada yang pernah melihat atau mendengar warna hitam pada bola kaca pengukur mana. Yang terjadi di depan mata adalah kejadian pertama dalam dunia ini.

Krett.

Suara pecah terdengar dalam keheningan. Retakan terjadi pada bola kaca pengukur mana berwarna hitam yang mengukur mana Axillion.

Krett.

Krett.

Retakan semakin besar dan besar, hingga akhirnya, bola kaca tersebut hancur dan jatuh ke bawah. Kesunyian memenuhi ballroom. Bola kaca pengukur yang hancur—apakah itu artinya mana sang Pangeran tidak terukur?

".... "

".... "

".... "

".... "

Kesunyian panjang memenuhi ballroom, semua yang ada tidak tahu harus mengucapkan apa untuk kejadian yang barusan terjadi di depan mata, hingga tawa keras Auro terdengar.

"Yang Mulia Pangeran Axillion!" tertawa keras, Auro menatap Axillion yang ada di depannya dengan mata berbinar penuh kebahagiaan. "Anda sungguh luar biasa!"

Axillion menatap Auro yang tertawa dalam diam. Ada perasaan tidak enak dirasakannya saat melihat mata yang menatapnya. Sinar di mata itu terlihat jelas penuh—obsesi.

"Saya mengundang anda ke Magic Tower, Yang Mulia Pangeran Axillion," tidak hanya metode baru, begitu juga dengan mananya, Auro yakin, Axillion kelak akan menjadi seorang Archmage yang akan melampaui Archmage Liviana. Namun, yang paling penting, dia tidak memiliki guru. Meskipun hanya formalitas, bagaimana jika dia menjadi gurunya? Meskipun hanya nama—namanya akan tertulis selamanya sebagai guru seorang Archmage dalam sejarah dunia ini. "—tidak! Anda harus datang ke Magic Tower."

Undangan dari Auro sang Pemimpin Magic Tower adalah sebuah kehormatan. Berapa banyak orang yang ingin diundang secara langsung olehnya?—tapi, tidak untuk Axillion. Tersenyum, dia menolak dengan cepat. "Terima kasih, tapi saya tidak berkeinginan pergi ke Magic Tower."

Semua yang mendengar jawaban Auro sangat terkejut, tidak terkecuali Auro. Menatap Axillion tidak percaya, pemilik Magic Tower tersebut berusaha membujuknya untuk mengubah keputusan. "Kemampuan anda akan semakin berkembang jika anda berada dalam Magic Tower, Yang Mulia Axillion. An—"

"Tetap tidak—terima kasih."

Auro tidak putus asa dengan penolakan Axillion. "Yang Mulia, pikir—"

"Putraku tidak tertarik, dan dia tidak akan meninggalkan Kekaisaran." Owen yang dari tadi diam membisu tiba-tiba memotong ucapan Auro. Mata hijaunya menatap tidak suka Pemimpin Magic Tower yang terlihat jelas terkejut.

Ucapan Owen merebut perhatian semua orang yang terpusat pada Axillion dan Auro. Kata 'Putraku' yang digunakannya membuat semua yang ada sadar, posisi Axillion dalam hati Owen berbeda dengan putra-putri lainnya.

Axillion tidak mempedulikan sedikitpun apa yang dipikirkan semua yang ada. Dia hanya tahu, Owen telah memberikannya celah untuk mengakhiri pembicaraannya dengan Auro. Tertawa kecil, dia kemudian tersenyum kembali. Limpahkan semuanya pada Owen, ayah kandungnya selaku Kaisar Alexandria. Tidak peduli betapa keras kepala Auro, dia tidak akan dapat berargumen lagi. "Ayahandaku tidak mengijinkan saya meninggalkan Kekaisaran, jadi maafkan saya, Sir Auro. Saya sebagai anak wajib berbakti dan menuruti perintah beliau."

Sesuai perkiraan Axillion, Auro tidak dapat berargumen lagi. Dia menatap Owen dan kemudian Axillion yang terlihat tidak peduli sedikitpun, tapi dia tidak menyerah begitu saja. Terlalu bahaya jika Axillion tidak terikat dengan Magic Tower, sebab di masa depan, dia yakin Pangeran Pertama Kekaisaran Agung Alexandria akan menjadi sosok paling penting bagi dunia sihir.

Membalikkan badan, Axillion kemudian mendekati Lilia. Tidak mempedulikan pandangan semua yang ada, dia menoleh menatap Owen dan tersenyum menyeringai penuh kemenangan sejenak.

Owen mengernyitkan dahi melihat senyum Axillion. Dia tahu apa yang ingin dilakukannya, putranya ini memang semakin kurang ajar dan kurang ajar saja.

Membungkuk punggung dan mengulurkan tangan pada Lilia, Axillion tersenyum dengan senyum terbaiknya. "Anda sangat cantik malam ini, Nyonya. Bersediakah anda memberikan saya kehormatan untuk berdansa dengan anda?"

Lilia tertawa mendengar permintaan Axillion. Tidak menoleh sedikitpun kepada Owen yang dia tahu juga sedang menatapnya, dia menerima uluran tangan putranya. "Dengan senang hati."

Axillion tertawa dan sama seperti Lilia, dia tidak menoleh menatap Owen lagi. Mengenggam tangan Ibu kandungnya, dia membimbing beliau ke lantai dansa. Dia bisa melihat pandangan mata mereka semua yang terarah padanya untuk kesekian kalinya, dan untuk kesekian kalinya juga, dia tidak mempedulikannya.

Musik yang sempat terhenti kembali mengalun di udara. Mengikutinya, Axillion mulai bergerak, begitu juga dengan Lilia yang tersenyum sangat lebar penuh kebahagiaan. "Axillion," panggil Lilia pelan. Kedua matanya berbinar sangat indah. "Ini adalah dansa pertama kita."

Ucapan Lilia mau tidak mau membuat Axillion tertawa. Memang benar, ini adalah dansa pertama mereka meski mereka telah menjadi ibu-anak selama tujuh belas tahun. "Makanya, Ayahanda harus mengalah kali ini."

Lilia tertawa, dan menoleh pada Owen yang menatapnya dan Axillion dengan ekspresi tidak suka. Ada perasaan geli dalam hatinya. "Ayahandamu itu cukup posesif, tapi dia akan memberikan pengecualian untukmu. Karena bagaimanapun, kau adalah putra kami tercinta."

Axillion tersenyum. Cinta kedua orang tuanya untuk dirinya, dia jelas tahu. Mereka berdua mencintainya tanpa syarat, dia bisa melihat dan merasakannya. Karena itulah, dia membuat pilihan ini—merubah masa depan; untuk kedua orang tuanya.

...****************...

1
Raja Semut
dri berapa bab yg saya baca kenapa tidak pernh di jelaskan asal muasal kekuatan dari sang MC?
Razux Tian: Terima kasih untuk komentnya😀

Aku tidak bisa me jelaskan asal muasal kekuatan MC karena semuanya akan terjawab seiring dengan jalan cerita😄

Sekali lagi, terima kasih telah membaca novel ini🙏🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!