Cerita ini kelanjutan dari novel "Mencari kasih sayang"
Pernikahan adalah ibadah terpanjang karena dilakukan seumur hidup. Pernikahan juga disebut sebagai penyempurnaan separuh agama.
Dua insan yang telah di satukan dalam ikatan pernikahan, tapi kebahagiaan mereka tidak berlangsung lama. Hari memiliki rahasia yang dapat menghancurkan kepercayaan Resa. Apakah dia dapat bertahan?
Resa menemukan kebenaran tentang Hari yang telah menyembunyikan kebenaran tentang status nya. Resa merasa dikhianati dan tidak tahu apa yang harus dilakukan. Apakah dia harus memaafkan Hari atau meninggalkannya?
Apakah cinta Resa dan Hari dapat bertahan di tengah konflik dan kebohongan? Apakah Resa dapat memaafkan Hari dan melanjutkan pernikahan mereka?
Apakah mereka akan menemukan kebahagiaan atau akan terpisah oleh kebohongan dan konfliknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ry, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
16 Ketika hati mulai lelah
"A hari jahat, aku mintanya ketempat rumah makan Padang, bukanya malah di siapin makan di teras rumah," kesal Resa sambil menangis menyembunyikan wajah di atas bantal.
Tak lama kemudian, Resa keluar dari kamar berjalan keluar rumah, namun langkahnya terhenti karena teguran Hari. "Ai, mau kemana? Ini makanannya udah AA bawa lagi kedalam, di luar lagi ujan."
"Mau jajan," jawab Resa dengan suara dingin.
Ibu Tika yang kebetulan sedang menginap malam itu hanya diam memperhatikan. "Resa, pake payung nak, di luar ujan," peringat Bu Tika yang melihat menantunya sudah melangkah keluar dengan tergesa.
Resa tidak menjawab dan terus berjalan keluar rumah, meninggalkan Hari dan Ibu Tika yang memperhatikannya dengan khawatir.
Arghhhh..." Kesalnya mengerang.Gadis itu berjalan tanpa arah tujuan, perang hati dan pikiran. Langkahnya terasa berat, seolah-olah setiap langkahnya dipenuhi dengan beban yang tidak terhingga. Matanya kosong, tidak fokus pada apa pun yang ada di sekitarnya. Hanya pikiran dan perasaannya yang terus berputar, mencari jawaban atas pertanyaan yang tidak terucapkan.
Ujan yang turun dari langit tidak membuatnya berhenti, bahkan tidak membuatnya sadar bahwa dia sedang basah kuyup. Semua yang ada di pikirannya hanya satu: bagaimana cara mengatasi perasaan sakit dan kecewa yang terus menghantui hatinya.
"Mereka bilang perempuan itu cahaya, Tapi aku hidup dalam bayang-bayang derita, Menahan sakit yang tak boleh terlihat, Menutupi luka di balik senyum yang lekat. Setiap langkahku dipantau tajam, Seakan hidupku ditakar dalam gram, Jika jatuh, aku yang dipersalahkan, Jika bangkit, pujian justru dilayangkan ke tangan orang lain.
Lelahku adalah rahasia yang tak boleh bocor, Tangisku hanyalah angin yang berlalu dan kabur, Padahal malam-malam ku tak lagi tenang, Bergelut dengan bayang-bayang kesalahan yang tak pernah hilang. Aku perempuan, katanya pelengkap hidup, Tapi siapa yang melengkapi hatiku yang kerap meredup?"
Batin Resa berbicara pada dirinya sendiri, mencari jawaban atas pertanyaan yang terus menghantui hatinya. Tangannya menghentikan sebuah angkot, dan dia melihat tujuan angkot tersebut: ke rumah orang tuanya.
Kemana lagi dia bisa pergi kalau bukan ke rumah ayahnya? Meskipun dia merasa terasingkan di sana, tapi keadaan nya tak separah luka yang ia rasakan saat ini. Rumah orang tuanya mungkin bukanlah tempat yang paling nyaman baginya, tapi setidaknya dia bisa merasa aman dan terlindungi dari luka yang sedang dia rasakan.
Dengan hati yang berat, Resa memutuskan untuk naik ke angkot tersebut, meninggalkan suaminya yang masih menunggu di rumah. Dia tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, tapi dia hanya ingin melarikan diri dari kesakitan yang sedang dia rasakan.
Setibanya di halaman rumah orang tua nya, langkah Resa terhenti. Dia menatap lurus, memindai segala sisi rumah yang pernah menjadi tempatnya tinggal beberapa tahun lalu.
Namun, kali ini rumah itu terlihat berbeda.Dia merasa seperti orang asing yang sedang mengunjungi tempat yang familiar.
Di rumah itu Dia sempat berada, namun kasih tak pernah merata. Dua dipuja, dielus dengan bangga, sedang Dia, seolah tiada.
Dia membuktikan diri,menepuh jalan, berjuang hingga menggapai impian. Tapi cinta yang baru di Rasakan,duka lah sebagai balasan .
Saat Dia jatuh, Dia sendiri, tak ada peluk, hanya sunyi.saudara tiri tertawa puas, menjadikannya bahan perbandingan keras.
Dan dulu, Ibu sambungnya berkata lirih, " Dia hanya sebuah beban" benarkah Dia tak berarti, dan tak memenuhi ekspektasi?
gadis itu bertanya dalam luka, sejak dulu hingga kini.Resa mengambil napas dalam-dalam, mencoba untuk menghilangkan perasaan aneh yang sedang dia rasakan. Dia kemudian melangkah maju, menuju ke pintu rumah yang terbuka lebar. Dia tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.
Keadaan benar-benar membuat hatinya runtuh. Dan tidak terasa dia menangis tersedu disana. Ibu sambung didepannya tidak begitu paham dengan masalah Resa. Tapi sudah pasti Maslah itu berat, karena begitu membuat Resa sesak dalam tangis sekarang ini.Apalagi cinta setelah pernikahan itu tak seindah yang ada dalam bayangan nya.
Resa menenangkan dirinya sebentar. Berkali-kali menarik nafas panjang, kemudian mengeluarkannya lagi.Komala menunggu Resa sampai dia benar-benar tenang.
"Aku sudah tidak apa-apa, mah!maaf karena sudah masuk tanpa mengucap salam" ucap Resa kini lebih tenang.
"Tidak apa-apa? Tapi datang-datang nangis! Apa yang membuat kamu sedih seperti ini?" tanya Komala dengan nada yang khawatir.
Resa diam saja, sekarang ini dirinya tak sanggup untuk bercerita pada siapapun. Dia hanya butuh teman untuk menenangkan diri, berusaha menghindar dari masalah yang berkecamuk menguasai hati dan pikiran yang terasa penat oleh keadaan yang membuat dirinya terpuruk.
Sedangkan seseorang terpaku di balik pintu, menatap iba pada Resa yang tersedu dalam pelukan Komala. Dirinya yang sedang berleha-leha di atas kursi ruang tamu saat itu bergegas bangkit karena melihat kedatangan Resa yang langsung masuk ke rumah orang tuanya dengan wajah yang menyedihkan. Kebetulan saat itu pintu ya sedang terbuka setengahnya.
Terlepas dari apa pun masalah yang sedang Resa hadapi, keadaan gadis itu sedang tidak baik-baik saja. Tina yang menyaksikan adegan itu merasa khawatir tentang keadaan Kakak nya.
Dengan perasaan canggung, Resa duduk di kursi dengan baju yang basah.setelah mengatur nafas nya agar stabil, baru dia berkata, "Mah, boleh aku nginap di sini dulu?"
Komala menatap Resa dengan banyak pertanyaan, namun akhirnya mengangguk sebagai jawaban. Resa tersenyum mengucapkan terima kasih, kemudian izin untuk mengganti pakaian nya.
Tina yang melihat kakak beranjak seger berbalik badan meninggalkan tempatnya berdiri. Saat ini Resa berjalan menuju kamar,masih dengan tatapan kosong.
Tina yang memperhatikan gerak-gerik kakak nya tak bisa menahan diri untuk bertanya, akhirnya dia datang mendekati Resa, mengusap pelan bahu kakak nya dengan tatapan iba. Resa melirik sang adik dengan senyum palsu untuk menutupi luka yang sedang ia rasakan saat ini.
"Teteh sendiri? Mana A Hari, gak ikut kesini?" tanya Tina bertanya dengan hati-hati.
Resa menggeleng sebagai jawaban, dan melihat respon dari kakaknya, Tina tak bisa berbuat banyak, mungkin kakak nya lagi butuh waktu sendiri.
"Ya udah, kalau belum siap cerita, aku tinggal dulu yah. Kalau butuh teman, cari aku di kamar sebelah." saran Tina yang tak direspons sama sekali oleh kakaknya.
Tina melihat Resa yang sedang berjuang untuk mengatasi emosinya.Dia ingin membantunya, tapi tidak tahu apa yang harus di lakukan.Dia hanya bisa memandangnya dengan lembut, berharap bahwa dia bisa melihat bahwa Tina masih ada di sini untuknya.
Resa seolah baik-baik saja, meski dada terasa sesak, tak ada tempat untuk bercerita, tak ada bahu untuk bersandar.
Dia ingin bicara pada ayah dan ibu sambung nya, tapi kata-kata terasa berat, tak ingin menambah beban mereka, jadi di simpan semua sendiri.
Dia lelah tapi tetap berdiri, tak boleh lemah, tak boleh jatuh, karena sejak dulu terbiasa, menjadi kuat meski hancur.
Lalu sekali lagi Dia berkata, "Aku baik-baik saja.' Kalimat yang terus di ucapkan, meski dia sendiri tak yakin.