Seulbi dan Rain terpaksa menjalani pernikahan yang tak ada cinta di dalamnya. Keduanya harus bertahan sampai selama satu tahun, sesuai isi perjanjian kontrak yang dibuat kedua orang tua Rain. Namun dalam kurun waktu itu, banyak hal terjadi hingga mereka menjadi saling terikat dan membutuhkan. Sayangnya perasaan yang sudah sama-sama kuat itu tetap jua harus terputus oleh perceraian dengan alasan yang sama kuat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eka Magisna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 12
Getaran ponsel di bawah bantal membangunkan Rain. Pesan singkat dari Hwarang, mengingatkan bahwa ada pertemuan pagi dengan klien yang kemarin tender-nya mereka menangkan.
Waktu yang tertera di ponsel menunjuk angka 05.40 pagi.
Mengingat ini tugas penting, Rain tak bisa abai walau mata masih sangat mengantuk. Bangun dengan malas, kaki diturunkan ke lantai sementara mulutnya terus menguap.
Langkah dipapah menuju kamar mandi yang posisinya ada di sebelah kiri.
Tepat melewati sofa panjang, langkah terhenti. Ada pemandangan yang menyilaukan. Seulbi masih tertidur pulas di sana dengan selimut turun ke pinggang. Cardigan rajut yang semalam dia kenakan tercampak di bawah lantai, menyisakan inner tanpa lengan yang memperlihatkan putih kulitnya dari bahu hingga ke lengan.
Ingatan Rain beranjak pada semalam, dia pura-pura tidur setelah mendengar suara Seulbi meminta maaf karena tak pergi, selebihnya malah benar-benar tidur. Dan pagi ini dia mendapati wanita itu tidur di atas sofa.
"Sebaik itu cara dia mengalah."
Rain menelan ludah, tatapannya seolah terkunci di sana. Ada perasaan ingin menyelimuti, tapi kemudian urung karena lagi-lagi terhalang ego setinggi gunung.
Dalam hatinya terus mengumpat, memarahi diri sendiri supaya jangan tergoda.
Sialnya Seulbi malah bergerak, merubah posisi. Dari yang tadi menghadap, kini bergulir membelakangi.
Rain kelabakan sendiri dan langsung melanting ke kamar mandi.
Namun tepat saat akan memutar handle, dia kembali tergoda untuk menoleh ke arah Seulbi. Benar bangun atau hanya terusik, ternyata masih terlelap.
Ketika itu dia lakukan, detik itu juga hatinya terasa seperti ada yang memukul keras. Bebat luka di bahu Seulbi yang tadi tak terhalang, kini jelas terlihat.
Itu adalah luka tembakan saat menyelamatkan dirinya.
Mengikuti hati, Rain kembali mendekati wanita itu. Ada desiran sakit di ujung dada mengingat bagaimana Seulbi terkulai dengan bersimbah darah saat tragedi beberapa waktu lalu yang hampir menewaskannya itu.
"Apa yang sebenarnya kau pikirkan, Kodok?" tanya hatinya mulai bingung lagi. "Kenapa mau menikah denganku bahkan sampai mengorbankan dirimu seperti ini?" Bebat luka di bahu Seulbi ditatapnya miris.
Jika karena uang, lalu kenapa dia menolak saat Yujin dan Jeha menawarkan begitu banyak untuk keluarganya? Pikir Rain. Dia sama sekali tak tahu pasal perjanjian rumah antara Seulbi dan kedua orang tuanya.
"Apakah kau masih sangat menyukaiku? Apa perasaanmu padaku sama sekali tidak berubah?"
Terbengong dalam beberapa saat, diam seraya terus menatap.
Seulbi berubah jadi sangat cantik. Siapa pun tak akan percaya jika dia adalah Seulbi si gempal mata kodok yang dulu sangat tidak tahu malu dan sangat Rain benci dari ujung rambut hingga kakinya.
Jadi bagaimana caranya wanita itu merubah diri sampai sepangling itu?
Operasi?
Rain rasa tidak, tapi bisa saja ....
Pikiran Rain terisi lagi dengan pertanyaan itu dan bayangan-bayangan masa SMA yang punya sejarah tak menyenangkan.
Dalam irama bayang membayang, alarm di ponsel Seulbi berbunyi nyaring. Secepat kilat Rain langsung masuk ke kamar mandi, cemas Seulbi akan bangun dan mendapati dirinya tengah menatap seperti seorang mesum.
****
Meja makan sudah penuh dengan makanan, Young Dae--asisten pribadi Joon datang pagi-pagi sekali dan membawa beragam menu sarapan sesuai permintaan bosnya.
Rain datang bergabung, setelah tadi dengan cepat berganti pakaian untuk menghindari Seulbi yang duduk di balkon menikmati udara pagi.
"Tak biasanya kau siap sepagi ini," celetuk Joon seraya menyuapkan sepotong roti telur ke dalam mulut. Sementara Young Dae tetap santai menyantap makanannya tanpa terganggu dengan kedatangan Rain.
"Aku ada meeting dengan klien penting, dia 'tak punya waktu banyak, jadi memilih pagi," jawab Rain, mengambil satu jenis makanan yang sama dengan Joon--gyeran bbang, lalu menyuapkan setengah ukurannya ke dalam mulut. "Ah, aku lupa menghubungi Hwarang tentang berkasnya." Dia merogoh saku jas untuk mengambil ponsel, namun meraba-raba, benda itu tak ada di sana. "Ah, sial, aku meninggalkan ponselku di kamar." Lalu melanting pergi naik kembali ke lantai dua dalam keadaan mulut mengunyah.
Joon hanya geleng-geleng, tapi detik kemudian dia tercenung menatap ke arah yang tadi Rain lewati.
Semalam tidak terdengar apa pun di kamar mereka. Tidak ada suara perdebatan dan apa pun yang merujuk pada keadaan tak baik-baik saja. Joon merasa bodoh sendiri karena sempat menguntit, berdiri di depan pintu kamar pasangan suami istri itu, sesaat setelah Seulbi memasuki kamar.
"Apa ada yang kau pikirkan, Bos?" Dae bertanya.
Membuat Joon langsung terganggu. "Ah, tak apa. Aku hanya berpikir kenapa rumahku jadi seperti villa tempat bulan madu pasangan pengantin."
Dae terkekeh, dia tahu Seulbi ada di sana dari bosnya itu pagi tadi. "Kalau begitu mintalah mereka membayar sewa."
"Seharusnya begitu."
--
Sampai di depan pintu kamar, Rain langsung masuk tanpa memikirkan apa yang sedang dilakukan Seulbi di dalamnya. Kebetulan pintu tak rapat sempurna, hingga mendorong tanpa menimbulkan suara.
Kamar itu luas dan memiliki sekat berbeda untuk masuk ke dalam yang ada tempat tidurnya. Dan ponsel Rain persis tertinggal di meja yang bersatu dengan ranjang.
Niat Rain kembali terganggu, lagi-lagi oleh Seulbi. Sesaat diam memerhatikan apa yang sedang dilakukan wanita itu.
Tangan Seulbi sibuk melepas bebat luka di bahunya, dia akan mengoleskan krim obat di area itu, namun sedikit kesulitan karena baju yang dikenakan susah diatur.
Salahnya dia lupa mengoles setelah mandi, lalu ingat setelah kemeja kerja dia kenakan, jadi malas melepas kembali dan hasilnya mempersulit diri.
"Saat memutuskan untuk menyusulku kemari, setidaknya kau bawa seseorang untuk melakukan hal sepele seperti ini."
Seulbi melengak, sontak menoleh ke belakang.
"Rain!"
Sementara dia terkejut, Rain sudah mengambil alih apa yang tengah dia lakukan. Krim diusapkan secara halus dan pelan oleh pria itu ke bahunya.
Jantung Seulbi mendadak berdetak cepat menerima perlakuan yang tidak biasa dari lelaki itu. Namun secepat mungkin ditenangkannya dengan cara memejamkan mata dan menarik napas tanpa sepengetahuan Rain.
Lain perasaan Seulbi, lain pula Rain.
Membayangkan bagaimana kesakitannya Seulbi saat peluru itu menembus bagian yang saat ini dia tangani, Rain menelan ludah. Perasaan bersalah seketika menyeruak ke dalam dada. "Maafkan aku, Kodok."
Anggap saja hari ini dia sedang waras.
Seulbi menerima bantuan itu tanpa membantah, hingga ....
"Sudah," kata Rain. Krim di tangan dikembalikan lagi ke tangan Seulbi.
"Terima kasih," ucap Seulbi. Ditanggapi Rain hanya dengan anggukan tipis.
"Kenapa kau kembali?" tanya Seulbi seraya merapikan kembali kemeja yang dikenakan lalu berdiri.
Di saat pertanyaan itu terlontar, ponsel Rain di atas nakas berdering nyaring. Sesegera mungkin pria itu meraihnya, kemudian menggoyangkan benda itu ke arah Seulbi. "Ini." Bentuk jawaban atas pertanyaan Seulbi tadi.
"Ternyata ponselnya tertinggal."
Panggilan telepon yang ternyata dari Hwarang diangkat Rain sembari berjalan ke luar, meninggalkan Seulbi yang saat ini menatap punggungnya dengan perasaan campur aduk.