Gresen sudah tertidur pulas. Suara itu selalu membuatku terbangun. Ya, seperti suara sepatu dengan sol keras melintasi kamar kami.
tuk...tuk...tuk...
Beda denganku, Gresen bilang tak pernah mendengar apa-apa.
"Mungkin suara jam dinding disuatu tempat" Itu yang kupikirkan saat kali pertama mendengarnya. Namun mana ada jam dinding yang berpindah-pindah. Aku pernah mengintip keluar lewat jendela. Tak ada apa-apa.
Akra dan Gresen adalah teman dekat. Karna sering ditinggal ortu yang sibuk, mereka sering berlibur bersama. Tapi ada yang janggal setiap kali mengunjungi desa neneknya Gresen. Ada suara aneh diluar kamar mereka.
Sebuah suara antara ada dan tiada, mengantarkan mereka pada misteri yang penuh tanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Thara 717, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menuju hutan seberang sungai
Hari ini Gres bangun lebih cepat. Dia memasak air mengantikan tugas nenek, berwudhu, dan pergi kemushola. Nenek mengatakan, dia akan memetik sayuran dan memanen beberapa buah-buahan dikolam. Jadi, nanti sore jangan kemana-mana.
Kami sarapan setelah membeli tempe yang disuruh nenek dari ujung kampung. Disana ada pembuat tempe yang biasanya memenuhi kebutuhan tempe satu kampung.
Gres yang ingin segera menjelajah, sedikit kesal karna menghabiskan waktu hampir 30 menit keujung desa. Dia membawa bekal dan menghabiskan makanannya dengan cepat.
Kali ini kami menyusuri sungai dan menuju jembatan dikaki hutan. Ada jejak rumput yang tersibak, jejaknya tampak jelas meski telah disiram embun pagi.
"Ada seseorang baru pergi dari sini." Aku menunjukan bekas rumput dipinggir sungai.
Gres yang ingin segera menjelajah, sedikit kesal karna menghabiskan waktu hampir 30 menit keujung desa. Dia membawa bekal dan menghabiskan makanannya dengan cepat.
"Ada seseorang baru pergi dari sini." Aku menunjukan bekas rumput dipinggir sungai.
"Kemarin saat kita meninggalkannya tak ada siapa-siapa?" Gres mendekat dan melihat serpihan kulit kacang tanah dipinggir jembatan.
"Jadi dia bersantai disini. Begitu maksudmu?"
"Mungkin, lewat tengah malam atau lebih pagi lagi." Gres mangatakanya dengan yakin.
Kali ini mereka telah membawa petunjuk yang jelas. Tadi malam, Gres meminta Lank memberikan padanya aplikasi yang berguna untuk menjelajah. Itu membuat kami tidak khatir lagi akan tersesat. kami melihat banyak pepohonan yang diberi tanda. Ini yang dikatakan Rei kemarin. Diatasnya ada tanaman anggrek beraneka ragam.
Kami segera menemukan jalan setapak yang membawa kami jauh kedalam hutan. Tak jauh dari sana kira-kira dua ratus meter ada jalan yang lebih lebar dan luas. Dulu jalan ini merupakan jalan yang indah, dikanan kirinya masih ada bunga-bunga yang tumbuh diantara semak-semak disana.
Gres mengatakan jalan ini terlalu baru, letusan gunung itu terjadi lebih dari sepuluh tahun yang lalu. Karna itu, Sebaiknya menemukan jalan yang benar. Hingga kita bisa menuju kepinggir hutan.
Aku tau maksud Gres. Gres benar. Kami meneliti pinggiran semak dan dedaunan yang menutupi tanah dikanan dan kiri, mencari tanda-tanda adanya jalan lain.
Setelah menemukanya kami mulai menyusurinya. Jalan itu sudah banyak ditumbuhi rumput hingga nyaris tidak tampak.
Semakin jauh kedalam hutan pohon-pohon disana semakin sedikit. Ukuranya semakin kecil dan tumbuh berjauhan. Gres heran. Dia melihat keaplikasi diponselnya.
"Kita baru berjalan selama 45 menit. Apa mungkin sudah menyebrangi seluruh gunung ini?" Kata Gres
"Tidak. Kita kesini membutuhkan waktu hampir dua jam. Tidak mungkin hanya 45 menit dengan berjalan kaki."
"Benar, tapi pohon disini semakin berkurang. Dan spesiesnya mulai berbeda. Tumbuhan disini mayoritas ditumbuhi oleh tumbuhan yang ditanam biasanya."
Disana tampak pohon mangga, jambu air, belimbing, nangka, cempedak, delima, dan berbagai jenis tumbuhan lain.
Selangkah demi selangkah kami mulai melihat bangunan-bangunan tua dikejauhan. Gres heran, mengapa ada bangunan ditengah hutan. Kami melihat sekeliling. Ini benar-benar sebuah pemukiman yang tertata dengan baik dan teratur.
Gres dan aku melonggo. Bangunan disini besar-besar dan kokoh. Berbeda dengan desa neneknya Gres. Rumah disini tidak berdempetan dan memiliki halaman yang luas. Beberapa pohon tampak sedang berbuah. Bunga-bunga yang ditanam sudah tumbuh tinggi dan menjulang kesegala arah.
Gres mendekati sebuah rumah bercat biru tua pudar karna diterpa waktu. Dihalamanya gorden-gorden masih tampak melalui kaca jendela. Rak sendal dan sepatu beserta sepatunya tergeletak diluar. Keset kaki masih pada tempatnya, begitupun pot-pot bunga yang berjajar diberanda.
"Ini menarik, apa kita harus masuk. Aku ingin tau apa disana ada kran air, listrik atau sesuatu yang lain yang mendukung kehidupan." Kata Gres.
"Tunggu, apa tidak terlalu mencurigakan." Tempat ini jelas-jelas kosong meskipun semua fasilitas yang mendukung kehidupan ada disini.
"Aku pernah membaca artikel tentang desa ini. Namanya red hill. Kabarnya ditinggalkan karna gunung meletus. Tapi tak ada kerusakan apapun yang tampak disini." Gres menatap keberbagai tempat. Seolah tidak tau apa-apa tentang masalah itu.
"Begitu, ayo, ambil beberapa gambar." Kata Gres.
Kami memutuskan untuk tidak memasuki rumah yang ada disana. Sebaiknya, kami menelusuri tempat itu lebih jauh. Disana ada kotak pos dan warung telepon. Banyak terdapat pemandian umum. Beberapa air irigasi masih berfungsi dan dibiarkan mengalir begitu saja.
"Gres, menurutmu kemana mereka?" Ini aneh. Tak satupun dari mereka yang tampaknya datang lagi. Aku merinding memikirkan kemungkinan-kemungkinan mengerikan yang mungkin terjadi.
"Aku juga ingin tau." Kata Gres.
Pemukiman disana terdiri dari tiga ruas jalan yang disusun seperti tangga. Ditengah, terdapat sebuah bangunan besar yang kami tidak tau itu bangunan apa. Mungkin itu mushola, atau aula terbuka.
"Ayo, kesana." Kami menuruni tangga batu satu persatu. Semakin dekat, bangunan itu tampak semakin menarik.
Bangunan besar itu berwarna oker, segi delapan, dengan banyak jendela mengelilingi bangunan itu setiap jengkalnya. Pintunya menghadap matahari terbit, sehingga siapapun yang datang akan membawa bayangannya lebih dahulu masuk.
Sayup-sayup kami mendengar suara dari dalam bangunan. Terdengar juga suara berisik yang sulit dijelaskan dari mana asalnya. Kami mendekat pelan-pelan sambil mengendap-endap menuju jendela terdekat.
Kami melihat kedalam melalui jendela. Suasana disana tidak terlalu jelas. Ada beberapa tangan yang sedang mengerubungi
Sesuatu. Gres sepertinya ingin mengambil gambar mereka dan memastikan apa yang mereka sibukkan didalam. Dia mendekati pintu, tapi segera berhenti untuk mempertimbangkan situasi.
"Sebaiknya kita mencari tau siapa mereka dan apa yang mereka lakukan.Aku mengatakan itu pada Gres saat aku melihatnya. Mereka semua berhodie dan menutup kepala merek hingga hanya setengah wajah mereka yang tampak.
Disana ada banyak kuas, pallet figura, dan masih banyak lagi alat-alat untuk melukis. Mungkin ini adalah studio atau galeri seni, atau mungkin juga museum.
Gres menariku menjauh.
"Kita sebaiknya menjauh karna tidak tau siapa mereka. Siapa tau ada rekan mereka didekat sini." Kata Gres.
Dia benar. Kami menunggu didekat bangunan itu tepat disebuah rumpun bunga ixora dipintu depan. Ini berbeda dari halaman yang biasa. Bangunan lain dipemukiman ini tidak tertata lagi dengan baik. Tapi sepertinya bagian ini dirawat dengan baik.
Gres bangun dan mengatakan sebaiknya kita pulang sebelum mencari tau lebih jauh tentang siapa mereka. Dan lagi, mereka sepertinya tau tentang cetak biru kampung ini.
Kami melangkah menuju blok dibawah, bagian disini terdiri dari banyak rumah penduduk dan padang rumput yang luas. Tak jauh dari sana terdapat hutan belantara yang luas dan terlihat lebat.
"Apa kita akan pergi ke selatan?"
"Kita sebaiknya pulang. Nenek sudah menyuruh kita tiba dirumah sebelum senja."
Setibanya di jembatan Vauxhall, kami melihat beberapa hal disebrang. Sebuah iring-iringan panjang yang membawa sesuatu tampak disana. Ada beberapa hal menarik, mereka memakai baju yang sama semuanya.
Kami segera bersembunyi membiarkan mereka lewat lebih dulu. Beberapa diantara mereka melihat dengan mata liar dan awas. Aku dan Gres merasa mereka terlalu lama.
"Sepertinya mereka orang baik." Kataku tiba-tiba.
"Apa?" Gres kaget.
"Hmmm, ya!" Kataku yakin.
"Baiklah ayo kita pulang!" Kami memilih jalan lain melewati pondok pinggir sungai. Pemuda-pemudi desa sedang memetik bunga untuk acara kesenian.
Banyak dari mereka yang mengenal Gres. Dan memberikan brosur acara keseniaan.
Waktu zhuhur sudah hampir berakhir saat kami tiba. Rei melempari kami dengan jambu air dari atas pohon.
"Rei, hentikan!" Kata Gres.
"Kalian pergi tanpa memberi tau."
"Kami akan pergi lagi besok, apa itu sudah cukup untuk memberi taumu?"
"Baiklah. Aku akan bersiap." Kata Rei.
"Sebaiknya tidak. Kami akan pergi ketempat yang jauh."
"Aku adalah pemandu terbaik." Katanya dengan bangga.
"Tapi, kau tidak baik dalam hal ini. Jadi jangan pergi."
"Kalimat apa itu?" Rei bersungut-sungut karna tidak diizinkan pergi. Nenek dan mengajak kami makan siang dan bersiap kekebun.
Desa ini memiliki tambak-tambak ikan yang banyak disepanjang sungai. Lebih jauh lagi ada areal persawahan dan peternakan diseberang sana dekat dengan taman bunga. Disana banyak hewan kaki empat yang merumput.
Nenek punya sepetak ladang kecil dikaki gunung. Disana tumbuh subur pohon labu kuning dan aneka sayuran. Disana juga nenek memelihara beberapa ekor bebek petelur.
Dulu, saat pertama kali datang kesini, nenek menugasi kami untuk mengurus bebek-bebek itu selama liburan. Kali ini Lank yang kami biarkan untuk mengurusnya.
Dia tampak sedang kewalahan menggiring bebek-bebek itu masuk kandang.
He...he...he...
Lank lucu saat mengejar bebek-bebek itu, sepertinya dia tidak begitu akrab dan memahami karakter bebek. Lank memperlakukan mereka seperti buruan, sehingga bukanya masuk kandang, mereka malah lari kemana-mana.
Nenek mengatakan pada Lank agar berhenti mengejar mereka. Beliau mengajarkan cara bagaimana agar bebek itu masuk kandang dengan mudah.
Lank yang saat itu berkeringat dan berpeluh merasa kesal karna telah mengejar bebek itu selama hampir setengah jam. Padahal nenek menuntaskannya hanya dengan waktu satu menit.
Kami memanen tomat, labu kuning, dan banyak lagi sayuran yang lain. Lank yang tadi telah melakukan tugasnya, tidak mau lagi membawa sayur dan buah-buahan tersebut. Nenek bembawanya dan pulang dengan sebuah pedati yang berisi mereka yang baru pulang dari sawah.
Mereka membawa ikan dan beberapa produk air tawar lainya. Kami dan Lank berjalan dan menanyakan apa dia ingin ikut festival desa, tapi Lank menjawab tidak.
Jika Lank sering kedesa nenek sepertinya dia punya banyak teman. Tapi sayangnya Lank bilang dia tidak ingin pergi. Dia akan melakukan sesuatu besok.
Saat tiba dirumah Lank segera pergi ke kamarnya dan memeriksa laptopnya. Dia sepertinya selalu menempel pada laptopnya. Gres datang dengan handuk dileher.
"Lank, apa kau pernah dengar sesuatu tentang hutan diseberang sungai."
"Disana ada padang bunga yang indah, iya, kan?" Lank benar. Tapi, jawaban seperti itu bukan sesuatu yang kami inginkan.
"Ya, kalau itu kau benar. Apa kau pernah ingin berkemah dipinggir hutan dekat pantai disana?"
"Sepertinya disana pemandangannya bagus. Apa kau ingin kesana. Tapi, kupikir kau hanya ingin merangkai bunga." Lank sepertinya ingin mengatakan sesuatu.
"Ya, itu benar. Kau kan sering datang, siapa tau kau ingin kesana."
"Aku ingin melakukan hal yang lain selama liburan." Kata Lank dengan intonasi biasa. Aku yakin dia tau sesuatu, tapi tidak memberitahunya.
"Kami melihat ada orang dengan pakaian lain melintasi jembatan. " Lank menoleh. Dia tampak berpikir sebentar. Tapi, segera kembali pada pekerjaannya.
"Apa kalian tau siapa mereka?" Tanya Lank.
"Tidak." Kami bahkan tidak melihat wajahnya.
"Begitu. Berhati-hatilah dengan orang asing." Kata Lank.
Malam itu, Kami memperhatikan Lank banyak menghubungi banyak orang. itu tidak seperti biasanya. Tapi, Gres tak terlalu ambil pusing. Lebih baik kami membuka ponsel masing-masing, dan memeriksa pesan yang masuk.
Disana ada beberapa pemberitahuan, ada komentar dan postingan tentang teman-teman lain yang menghabiskan liburan.
Ada beberapa hal yang menarik disana, Gres memperlihatkan kondisi pasar bawah yang menjual karangan bunga yang diambil Eldery dari sekolah. Karangan bunga itu sangat aneh. Biasanya dia mengambil jenis bunga yang sama setiap dia mengambilnya.
"Apa menurutmu ada hubungannya dengan hutan seberang sungai." Kata Gres.
"Ya, itu mungkin." Aku melihat pantulan liontin yang samar-samar terlihat dari kaca jendela. Itu liontin yang berbentuk sama dengan yang dipakai Krigri. Aku ingin tau, apa liontin itu liontin yang sama. Jika itu liontin yang sama, mungkin dibelakangnya ada tulisan 'red hill'.
Apa krigri merupakan bagian dari misteri terpendam 'red hill'?"
Apapun ceritanya, sepertinya keluarga Gres tahu sesuatu.
Begitu juga krigri.