Clara yang tak tau apa-apa.. malah terjebak pada malam panas dengan seorang pria yang tak dikenalnya akibat dari jebakan seseorang. Dan dihadapkan pada kenyataan jika dirinya tengah hamil akibat malam panas pada malam itu.
Akankah clara mempertahankan kehamilannya itu, atau malah sebaliknya? Dan siapakah pria yang telah menghamilinya? Dan siapa yang telah menciptakan konspirasi tersebut?
Yuk simak kisah clara disini!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Shine, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12
"Untuk apa?" tanya Nenek besar.
"Aku bosan... Aku ingin menghubungi temanku," pintanya.
"Bagaimana, Arkhan? Apa boleh? Anakmu merasa bosan katanya.." ucap nenek besar pada tuan Arkhana.
"Tapi di ponsel Daddy tidak ada gamenya," tutur tuan Arkhana.
"Ah, berarti Arkhana Davidson adalah Daddy ku, maksudku Daddy nya anak keluarga ini," Fikir Arsen.
"No! Ars... Maksudku..." Arsen menjeda ucapannya sembari melirik samar nama yang tertera di atas kue, karena agak lupa dan takut salah menyebut nama. "Airlangga, Airlangga tidak butuh game, Da-Daddy. Airlangga ingin menghubungi teman, Airlangga," sambungnya dengan terbata saat menyebutkan daddy, karena merasa asing.
"Airlangga? Teman?!" seru tuan Arkhana.
"Ya..!"
"Sejak kapan Airlen menyebut dirinya sendiri dengan panggilan, Airlangga??? Ah, sudahlah, terserah padanya saja," fikir tuan Arkhana.
"Sejak kapan kau memiliki teman?" tanya tuan Arkhana heran.
"What's??! Seriusly?! Apa dia tidak memiliki teman? Satupun? Apa anak itu bodoh, sampai tak memiliki teman?" Arsen membatin tak percaya jika di jaman sekarang masih ada anak yang tak memiliki teman. "Apa iya, aku juga harus berpura-pura bodoh?" lanjutnya dengan meringis. Jangankan harus melakukan, dalam bayangan saja Arsen tidak akan mau menjadi orang bodoh.
"Ada, ada kok Dad, ada..." ucap Arsen cepat. "Tapi... Kalau Daddy tidak mengizinkan, tak apa kok, Dad," lanjutnya dengan memasang muka sedih.
"Arkhan..." panggil semua anggota keluarga Davidson dengan sorot mata tajam yang ditujukan padanya.
"Come on, Boys... Jangan buat Daddy jadi tersangka di sini. Ini, ambillah," ucap tuan Arkhana seraya menyerahkan ponselnya pada Arsen.
Arsen pun menerima dengan senang hati, "Thank you, Dad.."
Arsen pun buru-buru pergi ke pojokan untuk melancarkan aksinya.
"Huh, sayang sekali aku tak membawa gedget ku sendiri," ucapnya penuh sesal. "Tak apa, pertama.. Aku harus menghubungi mom terlebih dahulu, agar aku bisa terbebas dari sini secepatnya," lanjutnya, dan langsung menekan sederet angka yang akan membentuk sebuah panggilan suara.
"Nona Azura??" gumamnya saat melihat angka-angka yang ia panggil, bernama. Pertanda jika pemilik ponsel menyimpan dan bahkan mungkin mengenal orang yang ia hubungi.
***
"Tuan Davidson???" gumam Airlen saat melihat ponsel Clara yang bergetar di atas meja dan menampilkan sebuah nama yang dikenalnya.
Airlen mengangkat kepalanya guna melihat keberadaan Clara. Saat melihat Clara yang tengah sibuk berbincang dengan yang lainnya, buru-buru Airlen menyembunyikan ponsel tersebut dan segera beranjak menuju pojokan yang sepi lalu mengangkat panggilan tersebut.
"Halo Dad,"
("Halo Mom,")
"Ini aku, Airlen,"
("Ini aku, Arsen,")
Airlen dan orang di seberang sana berucap berbarengan namun dengan sama-sama berbisik.
("Kau siapa? Dimana Mom Clara?") tanyanya di seberang sana dengan sengit, walau tetap berbisik.
"Kau yang siapa? Kenapa ponsel Daddy ku bisa kau yang pegang?" balas Airlen tak kalah sengit.
("Kau...!!, Wait, wait. Kau bilang, kau siapa?") tanya Arsen lagi saat menyadari sesuatu.
"Kau yang siapa? Dimana Dad Arkhan?!"
("Ck, maksudku, apa kau tadi mengatakan.. Kau adalah Airlen?")
"Apa urusanmu?"
("Ck, tinggal jawab saja apa susahnya?!")
"Apa peduli mu, mau aku Airlen atau orang lain."
("Tentu saja aku peduli! Gara-gara nama Airlen bodoh itu, aku jadi terjebak dalam keluarga yang sama bodohnya sepertinya,") Arsen sengaja mengatakan itu semua karena merasa jengkel terhadap lawan bicaranya, dan sekaligus agar lawan bicaranya berkata jujur.
"Hey!!!" seru Airlen dengan suara keras, lupa jika dirinya tengah bertukar suara diam-diam.
"Ada apa, Arsen?!" seru Clara, karena mendengar seruan dari Airlen yang dirinya anggap adalah Arsen.
"Bodoh," rutuk Airlen pada dirinya sendiri.
("Sudah tau, tak apa,") sindir Arsen di seberang sana.
"Diamlah, gara-gara kau.. Aku hampir saja ketahuan," tukasnya.
"Arsen..." panggil Clara lagi, karena Airlen tak kunjung menyahut.
"Aku tak apa, Mom..! Mommy tidak perlu kemari, aku tadi hanya berilusi.. Karena mendengar suara tapi tidak ada wujudnya,"
("Kau menyindir ku?")
"Sudah tau, tak apa," balas Airlen dengan mengucapkan kata-kata yang baru saja Arsen sindirkan padanya.
("Kau itu memang benar-benar bodoh! Taunya cuma meniru,") ejek Arsen.
"Kau itu cerewet sekali!"
("Karena kau yang mulai.., Aku hanya bertanya siapa namamu, tapi kau terlalu berbelit-belit,") sanggah Arsen.
"Memang apa pentingnya sebuah nama...., Eh, tunggu dulu, kau barusan berkata.. Kalau kau terjebak dalam suatu keluarga gara-gara aku kan..?" Airlen bertanya saat dalam benaknya tersadar sesuatu.
("Yup! Dan jangan lupa.. Bodohnya tak kau sebut")
"Ck, aku serius..."
"("Aku juga serius.")
"huuuft... Apa saat ini ponsel yang kau pakai adalah milik Dad Arkhan?"
("Maybe,")
"Kau saat ini berada di lingkungan keluarga Davidson, bukan?" tanya Airlen lagi.
("Mey be. Eh, sepertinya iya.. Karena di atas kue ulang tahun itu namanya adalah Airlangga Davidson,") tutur Arsen sedikit menjelaskan.
"Ya..! Itu adalah namaku!" ujarnya.
("Akhirnya mengaku juga,")
"Ck, bagaimana bisa kau ada di sana dan menggantikan posisiku?!"
("Sekarang aku juga bertanya hal yang sama padamu. Apa jawabanmu?") tanya Arsen balik.
"Huuh. Dasar kau," ucap Airlen. "Aku diculik," lanjutnya tetap memberitahu.
("Diculik???")
"Ya.., Tadi saat aku baru saja keluar dari toilet, entah dari mana datangnya.. Tiba-tiba ada aunty yang tiba-tiba menarik dan menyeret ku sampai kemari," jelas Airlen sembari melirik Eliza yang tengah tertawa bersama yang lainnya. "Tapi aku suka disini," lanjutnya dengan tersenyum sembari beralih menatap Clara.
("Kenapa?") karena penasaran, Arsen tetap bertanya walau hatinya tak suka dengan kalimat terakhir yang diucapkan Airlen.
"Karena disini ada malaikat berwujud manusia, dan aku suka," tutur Airlen dengan terus tersenyum.
("Malaikat berwujud manusia??") ulang Arsen.
"Hem."
("Maksudmu... Mom Clara? My Mommy?")
"Maybe... Yes."
("Sudah kuduga.")
"Apanya?"
("My Mom..., Mom Clara memang seperfek itu..., Emm... Apa kau tak merasa jika sebenarnya kita ini kembar?!")
"Kembar?? Hehehe... Kau jangan bercanda, itu tidak mungkin," sangkal Airlen.
("Kenapa tidak mungkin? Apa kau tidak berfikir jika wajah kita begitu sangat mirip?")
"Kau tau darimana? Sedangkan kita tidak pernah sekalipun melihat satu sama lain."
("Ck, kau itu benar bodoh ternyata..")
"Apa maksudmu?! Kenapa kau selalu mengatai ku bodoh!" protes Airlen.
("Ya karena kau tak pernah berfikir..., Coba kau berfikir untuk sekali ini saja. Jika kita bukan kembar, dan wajah kita tidak sama, maka mana mungkin kita sampai bisa bertukar tempat seperti sekarang ini,") jelas Arsen panjang lebar.
"Kau benar juga." Airlen membenarkan ucapan Arsen. "Tapi itu tetap tidak mungkin.."
("Kenapa tidak mungkin? Mungkin saja kan...")
"Tidak mungkin, karena kau terlahir dari mom Clara, sedangkan aku terlahir dari mom yang bernama Bella, Bella Bramastya," jelas Airlen.
("Bella Bramastya? Benarkah?")
"Of course.."
("Kau tau darimana jika kau adalah anak wanita itu?")
"Dari semua orang."
("Dan kau percaya begitu saja?")
"Maksudmu? Ah, dengan kata lain kau ingin mengatakan jika keluargaku berbohong padaku?"
("Bukan itu maksudku... Tapi...., Ah sudahlah. Begini saja, untuk sementara kita tetap bertukar tempat dulu. Kita sudahi dulu panggilan ini, takut semua orang curiga.")
"Kenapa? Kenapa tidak tukar tempat sekarang?"
("Nanti aku jelaskan. Ada yang masih ingin aku lakukan di sini.")
"Apa?"
("Sudah kukatakan, nanti saja! Dan bukankah kau berkata kau suka di sana? Jadi biarlah seperti ini untuk sementara waktu. Oh ya, sampai di Villa nanti, lekas lah cari gedget ku di kamar, nanti aku hubungi. Tapi... Kau juga memiliki gedget kan di rumahmu?")
"Ada... Aku letakkan di laci nakas dekat tempat tidur," jawab Airlen. "Kalau punya mu, kau letakkan di bagian mana?" sambungnya bertanya balik.
("Kau carilah sendiri, aku lupa. Sudah dulu, ada yang datang.")
***