Lia hanyalah seorang gadis biasa yang jatuh cinta dengan ayah temannya. Usia mereka terpaut 20 tahunan, namun mereka saling mencintai dengan tulus. Mereka berusaha dengan berbagai cara dalam mengatasi halangan untuk dapat mendeklarasikan cinta mereka dan mendapat restu keluarga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon resfikar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 12: Terenyuh
Baru saja aku buka pintu rumah, tiba-tiba ada suara mesin mobil dan sebuah mobil berwarna putih terparkir di depan rumah. Seorang pria muda tampan dan sangat 'cool' turun dari mobil.
"Kamu baru pulang? Dari pagi, hari gini baru pulang? Ngapain aja sama si om? Oh, kerja part time ya sama si om?" Rendy tampak ketus bicara padaku.
"Ren, baru dateng langsung ngomong begitu, ngga sopan banget. Kamu bukannya lagi closing ya? Ngapain ke sini? Terus ibu pulang gimana? Katanya kamu yang mau anter ibu pulang."
"Aku ngga ikutan closing, kan udah ada ibu yang aku percaya buat awasin resto. Nanti pulang ibumu aku jemput. Jawab pertanyaan aku dulu, kamu ngapain aja sama si om?" Rendy terlihat gregetan dan sedikit 'sewot'.
"Bukan urusan kamu. Eh lagian kita baru kenal ya, kenapa kamu bawel banget interogasi aku?!" Aku pun tak kalah 'sewot' darinya.
"Lia, kan udah aku bilang, jauhin laki-laki itu. Dia tuh cuma manfaatin kamu, aku yakin dia juga udah beristri kan? Kasihan istrinya kalau sampai tahu."
"Dia duda. Dan dia single belum punya pasangan. Kamu ngga usah sok tahu deh."
"Lia, kamu tuh cuma dijadiin alat pelampiasan hasrat dia aja. Lagian apa sih yang kamu cari dari dia?."
"Ren, jaga mulut kamu ya. Dari kemarin kamu tuh ngomong yang ngga-ngga terus. Kamu ngga kenal siapa dia, aku sama dia itu tulus. Aku sama dia saling cinta." Aku sedikit berteriak padanya.
"Kalau saling cinta kenapa ngumpet-ngumpet dari ibu? Kenapa dia ngga ngomong langsung aja sama ibu kalau kalian ada hubungan. Kasihan sama ibu kamu, Lia."
"Ngga segampang itu, Ren. Banyak rintangannya, dan kamu ngga ngerti."
"Lia, kalau kamu terus-terusan masih berhubungan sama om-om itu, kamu bisa rusak. Masa muda kamu habis sama dia, umur kamu tuh masih panjang, masih ada banyak hal yang kamu harus tahu dan capai."
"Ren, pulang gih atau jemput ibu aja sana! Aku ngga mau denger apa-apa lagi dari kamu, aku capek." Aku hendak meninggalkan Rendy dan masuk ke dalam rumah.
"Capek ya, berapa ronde, Lia?"
Aku langsung menoleh ke arah Rendy dan menatapnya tajam. Ingin rasanya aku menampar wajahnya dan berteriak kasar padanya. Emosiku benar-benar sudah memuncak.
"Ren, jaga mulut kamu ya!" Teriakku padanya.
Dia mendekat ke arahku, dengan tatapan tajam dan suara yang pelan namun tegas dia berbisik padaku.
"Aku tahu kamu ke apartemen sama dia. Dari pagi sampai malam begini kamu disana."
"Kamu buntutin aku?!" Tanyaku semakin emosi padanya.
"Kebetulan aku mau ke resto utamaku, kamu tahu kan letaknya melewati apartemen itu. Kamu lupa ya? Atau kamu emang ngga tahu? Wah, aku jadi ngga enak nih udah 'nge-gep-in' kamu sama dia."
Aku tidak bisa berkata apa-apa, karena aku baru ingat kalau resto utama milik Rendy memang melewati apartemen itu. Tapi aku juga tidak menyangka Rendy akan kesana. Entah sengaja ia membututiku atau betul memang ia mau kesana.
"Lia, dengerin aku, kalau kamu mau barang-barang mewah, kamu mau beli ini dan itu, ngga begini caranya." Ucap Rendy seenaknya seolah aku ini jual diri.
"Ren, jangan sembarangan kamu ya! Aku ngga jual diri! Kalau kamu kesini cuma mau bilang itu, mendingan kamu pergi!" Aku pun mendorongnya, aku begitu marah dengar ucapannya.
Aku meneteskan air mataku, aku sedih sekali ternyata semua orang mengira aku pergi dengan om-om dan jual diri. Semurahan itu kah aku dimata mereka?
"Lia, kamu nangis? Aku, aku minta maaf, Lia." Rendy menurunkan nada suaranya, ia berusaha merangkulku, tapi tentu saja aku tolak.
"Kamu pergi aja Ren. Aku mau masuk, aku capek jelasin semuanya sama kamu, ngga ada gunanya." Air mataku mengalir begitu deras. Hatiku begitu hancur, sulitnya menjelaskan pada orang lain bahwa aku dan 'Beby' betul-betul menjalin hubungan yang tulus. Aku tidak sama sekali berpikir untuk mencari keuntungan berupa materi darinya.
"Lia aku minta maaf. Maksud aku bukan bikin kamu sedih atau nangis gini. Aku cuma mau kamu jaga diri kamu, jangan sampai kamu kebablasan." Rendy berusaha menenangkan aku.
"Ren, aku ngga mau denger apa-apa lagi dari kamu. Percuma aku jelasin semuanya, aku udah jelek di mata kamu." Aku berusaha mendorong Rendy pergi dari rumah.
"Lia, aku minta maaf, niat aku baik sama kamu. Aku ngga mau kamu kebablasan, kasihan ibu kamu banting tulang supaya kamu bisa hidup layak. Ibu kamu mau lihat kamu sukses, ibu kamu mau buktiin ke orang-orang kalau dia bisa jaga kamu meskipun dia banyak habisin waktu buat kerja. Ibu kamu percaya kamu bisa jadi anak yang bisa diandalkan nantinya."
Ucapan Rendy begitu membuat hatiku terenyuh, aku jadi merasa sangat bersalah karena sudah meruntuhkan kepercayaan ibu sama aku. Aku sudah terlena, tapi aku benar-benar jatuh cinta dengan 'Beby'. Aku menangis semakin kencang dan menjadi-jadi seperti anak kecil.
"Lia, tenang Lia... Jangan nangis lagi ya... Aku minta maaf, aku janji ngga akan bikin kamu nangis lagi. Maafin kata-kata aku yang nyakitin kamu."
"Ren, kamu dapet kata-kata dari siapa bisa bilang begitu?"
"Ibu pernah bilang begitu sama aku. Lia, waktu ibumu kerja di laundry, ibumu banyak cerita tentang kamu, tentang keinginan dan cita-citanya besarin kamu."
"Makasih udah bilang soal itu sama aku Ren, aku jadi sedih ingat ibu." Aku masih nangis sesenggukan.
"Iya, tapi kamu jangan nangis lagi ya. Maafin aku, Lia. Aku cuma mau kamu sadar, ada ibu yang perasaannya harus kamu jaga. Yaudah, sekarang aku jemput ibu dulu ya, kamu bersih-bersih aja dulu. Besok aku jemput kuliah ya."
Aku pun mengangguk tanda setuju, sekaligus caraku agar Rendy cepat pergi dari rumah. Saat ini aku butuh waktu untuk sendiri. Urusan besok dengannya tak mau aku pikirkan sekarang.