Sebuah novel romansa fantasi, tentang seorang gadis dari golongan rakyat biasa yang memiliki kemampuan suci, setelahnya menjadi seorang Saintes dan menjadi Ratu Kekaisaran.
Novel itu sangat terkenal karena sifat licik dan tangguhnya sang protagonis menghadapi lawan-lawannya. Namun, siapa sangka, Alice, seorang aktris papan atas di dunia modern, meninggal dunia setelah kecelakaan yang menimpanya.
Dan kini Alice hidup kembali dalam dunia novel. Dia bernama Alice di sana dan menjadi sandera sebagai tawanan perang. Dia adalah pemeran sampingan yang akan dibunuh oleh sang protagonis.
Gila saja, ceritanya sudah ditentukan, dan kini Alice harus menentang takdirnya. Daripada jadi selir raja dan berakhir mati mengenaskan, lebih baik dia menggoda sang duke yang lebih kejam dari singa gurun itu. Akankah nasibnya berubah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nuah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
(S2) Bab 2: Jurusan
Sedangkan itu Argares ditarik ke aula siswa baru, dia duduk di samping Elicia, di mana sejenis tempat VVIP untuk para murid. Elicia duduk dengan anggun dengan Argares yang juga duduk di sampingnya.
“Terima kasih,” bisik Argares. Elicia mengangguk saja, tak menjawab.
“Hem, mengenai jurusan. Nampaknya saya akan mengambil jurusan Kesatria,” ucap Argares. Elicia mengeluarkan sesuatu seperti sulap, di mana kertas itu langsung ada begitu saja di tangannya.
“Itu jadwal pelajaranmu, jurusanmu sudah ditentukan oleh ibumu,” ucap Elicia. Mata Argares membulat saat semua kertas di tangannya diambil.
Argares mengikuti semua pelajaran dari terbit fajar sampai tengah malam. Argares menatap Elicia tak percaya dengan semua pelajaran yang akan dia dapat sampai tengah malam.
“Aku sudah menjalaninya selama dua tahun, itu biasa saja,” ucap Elicia dengan wajah datarnya. Argares menelan salivanya.
Argares kini harus mengikuti semua jurusan di Akademi Kekaisaran, dimulai dengan latihan fisik para kesatria di pagi hari sebelum fajar. Mulai belajar filsafat dan kebangsawanan di pagi hari. Di siang hari, latihan sihir dilakukan dan sore harinya belajar menjadi kesatria, dari mulai berpedang sampai memanah, sedangkan malam hari dia akan belajar teknologi sihir.
“Mulai pelajaran pertama dengan etika kebangsaan,” ucap lagi Elicia menunjuk jadwal Argares di jam delapan setelah kegiatan di aula usai.
Semua mata sejak awal ternyata tertuju pada Argares, para pria nampak begitu cemburu. Karena bagaimanapun juga Elicia adalah gadis paling cantik di Kekaisaran, dan Elicia juga sosok jenius sihir dengan warna sihir merah. Selain itu, Elicia juga memiliki kemampuan suci dan juga kemampuan dalam penelitian teknologi sihir yang luar biasa.
Nampak para Lady juga menatap tidak suka pada Elicia. Iri? Ya, sudah pasti. Kemampuan dan kecantikan yang dimiliki Elicia adalah dambaan setiap wanita.
Pembukaan penerimaan mahasiswa baru dilakukan, dan pelajaran pertama akhirnya datang. Argares masuk ke kelas kebangsawanan.
Nampak para Lady yang duduk anggun, para bangsawan pria yang nampak begitu berintelek. Argares menelan salivanya, hingga matanya tertuju pada Elicia.
Elicia bangkit dari duduknya, dia tersenyum manis dan menunduk hormat dengan wajah terangkat namun rok yang dibuka dan tubuh menunduk sempurna.
“Senang berjumpa dengan Anda, Pangeran Argares Von Vincent,” ucap Elicia. Argares seketika gugup dan menunduk, meski tidak sempurna, tapi tetap lumayan untuk pemula.
“Senang berjumpa dengan Anda, Lady Elicia Von Zisilus. Sebuah kehormatan dapat duduk berdampingan dengan Anda,” ucap Argares mencoba mengikuti alur.
“Saya senang mendengarnya,” ucap Elicia. Semua tertegun. Ternyata pria yang dianggap mereka biasa saja adalah seorang pangeran dari negeri orang.
Sontak, semula tatapan para pria yang tidak suka pada Argares menjadi menciut saat mendengar ucapan Elicia. Pelajaran pertama dilakukan. Belajar bagaimana bersikap dan berbicara adalah pelajaran pertama mereka.
Lanjut ke pelajaran kedua setelah makan siang, Argares berlatih sihir. Hal pertama yang dilakukan Argares adalah mengetes mana yang dimiliki olehnya.
Sebuah batu besar tempat pengetesan mana nampak bersinar keunguan, sontak semua mata takjub melihatnya.
(Buat kalian yang baru di novel Nuah, level mana itu ada 5 tingkatan ya. Level paling rendah adalah mana berwarna putih, biasanya mana putih tidak bisa digunakan untuk hal besar. Bisa dikatakan, mereka yang memiliki mana putih tidak akan dapat belajar sihir. Tingkat kedua ada mana berwarna biru. Mana biru itu adalah keahlian alam seperti api, air, batu, tanah, angin dan semua hal tentang alam. Level ketiga ada mana berwarna perak. Mana perak biasanya mana ekstrem seperti yang dimiliki oleh orang yang dipanggil si muka es itu. Sihir ekstrem itu sendiri seperti cahaya, es, bayangan dan hal yang berbau seperti itu. Dan selanjutnya ungu. Mana ungu memiliki sifat yang begitu unik karena biasanya dipenuhi banyak misteri. Manusia dengan mana ungu biasanya memiliki kecepatan yang di luar nalar. Mereka juga dapat membangkitkan dan menyegel makhluk dan monster yang hanya ada di legenda. Dan terakhir mana berwarna merah. Mereka yang punya mana berwarna merah adalah sosok yang agung. Tidak bisa disentuh dan kemampuannya tidak terbatas, namun mereka selalu bersifat inklusif rata-rata. Dan terakhir dan tidak masuk ke jajaran mana manusia adalah mana berwarna emas. Di sini, yang memiliki mana emas hanya dua orang, yaitu Izakel dan Elenor saja ya).
“Jenius sudah datang!” teriak sang guru besar ilmu sihir dengan gembiranya. Dia menepuk bahu Argares dengan bangga.
“Mau belajar denganku?” tawarnya dengan senyum merekah.
“Tidak, dia murid Bibi saya,” Elicia menjawab dengan cepat. Sontak, wajah lemas terlihat dari guru besar itu.
“Baiklah, apa boleh buat,” ucapnya. Sedangkan Argares hanya diam terbingung-bingung, karena di Kerajaan Vincent, dia sama sekali tidak mengenal mana ataupun sihir.
“Apa mana saya bisa digunakan untuk belajar sihir?” tanya Argares setengah berbisik pada Elicia.
“Lumayan, setidaknya bisa menjadi pesaingku di masa depan,” ucap Elicia dengan senyum simpul. Argares menggaruk tengkuknya yang tiba-tiba gatal.
“Saya anggap itu sebagai pujian, terima kasih,” ucap Argares dengan senyum malu-malu.
“Pak tua, aku akan membawanya pergi.” Elicia membawa Argares menuju ruangan lain. Ruangan khusus yang hanya ada berbagai jenis beku dan di depannya ada sebuah lingkaran sihir.
“Diam di sana!” perintah Elicia, meminta Argares untuk berdiri di sampingnya. Elicia menurunkan mananya, merubahkannya menjadi energi hingga mereka akhirnya tersedot ke sebuah lubang cacing.
Argares terkejut, namun kejadian itu hanya berlangsung selama dua detik. Argares merasakan tubuhnya membeku dan seluruh tubuhnya menggigil kedinginan.
“Hai Elicia, kau sudah datang?” sapa seorang wanita cantik dengan senyum mengambang.
“Iya, ini Argares. Anda sudah mengenalnya mungkin, dia memiliki mana ungu. Hai bocil, lagi ngapain?” sapa Elicia mencubit pipi seorang bocah perempuan berusia empat tahun.
“Hentikan! Anda menyakiti pipi saya!” teriak bocah perempuan itu menepis tangan Elicia.
“Aurora, bisa sama Ayah ya, sayang?” bujuk Elenor. Ya, Aurora adalah putri dari Elenor dan juga Izakel.
“Tentu saja, di sini pasti akan terjadi hal membosankan lagi. Aku akan meminta Ayah membekukan Sungai Arvis saja agar bisa main seluncuran sepuasnya,” ucap Aurora yang berjalan ke arah sebuah ruangan di menara tersebut.
Dari dalam terdengar tawa menggema dari seorang pria dan Aurora itu sendiri. Pelajaran dimulai. Kini Elenor berfokus pada Argares dulu yang masih belum mengerti apa-apa mengenai sihir.
Bahkan saat pelajaran selesai, Elenor memberikan sebuah buku panduan agar Argares mempelajarinya kembali. Mereka pamit dari pelajaran sihir dan berlanjut ke pelajaran kesatria.
Pelajaran mereka saat itu adalah belajar strategi. Mereka seolah bermain catur tentang apa yang akan mereka lakukan bila sebuah perang besar terjadi di berbagai bidang dan tempat.
Suasana begitu serius, namun Heades nampak beberapa kali menguap. Bahkan Natasya beberapa kali sudah memukul kepala Heades, namun dia malah ngorok di ruang kelas.