"Aku rela memberikan segalanya, hanya untuk satu malam dengan mu. Aku rela membahayakan hidupku hanya untuk bersama mu. Aku mencintaimu Badai." __ Cheryl.
"Dari awal kau tahu kau bukan tipe ideal ku. Lagi pula, kau juga tahu aku sudah memiliki kekasih. Kejadian diantara kita satu malam tadi, just for fun!" __ Badai.
Berawal dari kenakalan remaja sampai melibatkan dendam masa lalu orang tuanya.
Hay gais cerita ini masih prekuel 'Second Wife' juga masih sekuel dari 'Sexy Little Partner' dan semoga menjadi bacaan yang mengisi waktu luang kalian.
Genre Teen-Angst, jadi siapkan jantung waras kalian karena setiap part nya mengandung desir degup yg tak biasa.
Happy reading Baby.... 🥳
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pasha Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
[Kenangan manis]
Cheryl berlari, sampai di tepi sungai gadis itu menghentikan langkahnya, sesak napasnya, hanya isak yang terdengar terus menerus, ia tak lagi mampu mengurai kata-kata.
"Ryl." Suara damai yang terdengar dari belakang membuatnya ingin menjatuhkan kepala pada dada bidang pemuda tampan itu.
Sandy memeluk hangat tubuh Cheryl, sesekali menghirup aroma segar dari surai panjang gadis itu. "Kenapa Lo nggak pernah mau cerita hal sebesar ini? Lo pasti tertekan selama ini kan?" Lirihnya.
"Cheryl hancur, Cheryl malu, Cheryl udah nggak pantes lagi mencari perlindungan sama siapa pun." Cheryl terisak.
"Sstt." Sandy mendesis. "Sekarang kita pulang. Kita bicarakan lagi di rumah." Ajaknya.
Cheryl menggeleng. "Cheryl nggak mau ketemu Badai lagi, Cheryl mau pulang ke rumah Kak Sand." Pintanya.
"Iya." Tak masalah bagi Sandy, toh dia tak tinggal sendiri. Di rumah milik ayahnya, Sandy tinggal bersama banyak pelayan dan penjaga.
Sebuah parkiran mobil mereka tuju bersama, Sandy membuka pintu kendaraan beroda empat miliknya lalu Cheryl masuk dengan hati-hati.
Gegas Sandy memasuki pintu bagian kemudi untuk kemudian membawa mobilnya berlalu dari tempat tersebut. Tak ada pembicaraan setelah itu. Cheryl dan Sandy diam dengan pergulatan batin masing-masing.
Cheryl paham, Badai tak lebih dari seorang pecundang. Tak ada cinta tulus dan serius yang Badai miliki. Buktinya sampai detik ini pemuda itu tak mau mengejar dirinya.
Cheryl yakin, kedatangan Badai barusan bukan karena cinta melainkan hanya untuk merusak suasana hatinya saja. Badai terlalu buruk untuk dijadikan seorang pasangan. Dan Sandy terlalu baik untuk ditolak.
Sedari kecil Badai selalu membuatnya hancur dengan penolakan- penolakan kecil seperti membuang semua pemberiannya ke dalam tong sampah. Dan bodohnya ia tak pernah lelah untuk mengejarnya.
...✴️🔸🔸🔸✴️...
Di lain tempat dan waktu. Badai telah sampai pada sebuah rumah klasik modern ala Britania raya. Gustav turun kemudian Badai pun ikut turun dengan tangan yang masih di borgol.
"Badai, Nak." Seorang wanita bernama Savira berlari menangis tatkala melihat putra tampannya diperlakukan seperti seorang tawanan.
"Berikan kuncinya!" Savira berteriak, lalu merenggut kunci borgol yang pria kekar itu sodorkan.
"Bagaimana bisa kau memperlakukan anakku seperti ini!" Menangis terisak-isak Savira membuka borgol yang menjerat kedua tangan putranya.
Gustav mengangkat satu alisnya. "Ajarkan putra mu menurut padaku! Dan jangan sampai dia keluar dari rumah ini, sebelum menyadari kesalahannya!" Dinginnya lalu melenggang pergi dari tempat itu.
"Ma." Badai memeluk erat ibunya demi mendapatkan sebuah kata tenang.
Teriakan Gustav membuat istri dan anaknya segera masuk ke dalam hunian mewahnya. Rumah pribadi yang Gustav miliki di negara ini cukup mahal.
Savira mengantar putranya masuk ke dalam kamar yang terletak di lantai dua. Ranjang empuk dengan sprei abu tua menjadi tempat duduk keduanya.
"Apa lagi yang kau lakukan Bai? Kenapa Papa sampai melakukan ini padamu?" Savira mengelus lembut pipi Badai.
Ia memulai obrolan santai dengan putra semata wayangnya. Pernah Savira melahirkan tiga kali tapi Badai satu-satunya yang tersisa sampai besar dan menjelma menjadi pemuda tampan.
"Apa mencintai seorang gadis sebuah kesalahan?" Pandangan Badai tak mau beralih dari lantai marmer dia berpijak.
Savira tersenyum. "Tentu saja tidak sama sekali. Memangnya siapa gadis itu? Eveline?" Tanyanya.
Badai menggeleng. "Bukan dia, tapi Cheryl." Ia menoleh pada wajah damai ibunya yang kemudian meredup senyum. "Badai sayang Cheryl. Bahkan ingin memilikinya, apa itu bentuk kesalahan?"
"Cheryl itu, gadis yang mengejar mu dari masih SMP kan?" Savira memastikan dan dijawab dengan anggukan kepala putranya.
"Perasaan sayang, cinta, terlebih ingin memiliki seseorang memang tidak salah Sayang. Tapi Cheryl putri Queen, cucu Raka Rain, kamu tahu kan sejarah Papa mu?"
"Itu masa lalu. Cheryl tidak ada hubungannya sama sekali dengan kakeknya yang arogan itu bukan?"
"Memang tidak ada hubungannya. Tapi tetap saja, menjalin hubungan keluarga dengan orang yang pernah membuat hidup Papa mu sengsara apakah itu hal yang mungkin?"
"Anggap saja Cheryl keturunan Harlan Miller, bukan Raka Rain, lalu masalah selesai. Tidak ada lagi yang perlu merasa tersakiti." Sanggah Badai.
Savira menggeleng meski tak mengatakan apapun. Ia bingung harus berkata apa lagi jika sudah berurusan dengan musuh utama Gustav.
...✴️🔸🔸🔸✴️...
Sesaat setelah Savira keluar dari kamar miliknya, Badai bangkit dari duduk, kemudian masuk ke dalam ruang khusus lemari.
Ada sebuah nakas yang sengaja ia kunci dengan kode pribadi. Di tempat inilah Badai menyimpan semua pemberian Cheryl selama hidupnya.
Ratusan pernik-pernik dari Cheryl, sengaja ia simpan di dalam laci ini. Mungkin masih ada ratusan lagi yang tertinggal di Indonesia. Ini hanya sebagian kecil dari pemberian Cheryl yang ia bawa ke Inggris.
Satu bola kristal berisi pohon sakura, Badai ambil. Ingatan manis saat Cheryl berlarian di koridor sekolah hanya untuk memberikan benda itu padanya, kini terngiang-ngiang.
Kala itu Badai berdiri di sisi tiang sambil membaca komik online kesukaannya. Badai masih sangat manis dengan pakaian putih abu-abu.
"Bai, nih buat Lo." Dias nama pemuda yang dahulu sering menjadi kurir setia Cheryl.
"Dari?"
"Siapa lagi? Ya, dari dedek kelas yang imut itu loh." Dias menunjuk ke arah Cheryl yang bersembunyi di balik pilar pembatas koridor.
Badai melirik pada Cheryl. Gigi nyengir Cheryl terlihat sangat manis. Tapi Badai selalu mengingat pesan ayahnya.
"Kakek dia yang membuat Papa sebatang kara, Kakek dia yang memenjarakan Nenek Laura mu seumur hidupnya. Dan kakek dia yang membuat Papa harus makan sisa nasi di pinggir jalan! Dengar Badai, apa pun yang gadis itu berikan padamu, buang, lempar, dan ingat, jangan pernah menerimanya! Bagimu, tersenyum padanya saja sudah haram."
"Apaan sih, nggak penting!" Badai membuang kotak pemberian Cheryl ke tong sampah tepat di depan mata gadis itu.
Sampai detik ini Badai masih mengingat bagaimana Cheryl ngeluyur pergi setelah melihat penolakannya.
Lantas, Badai kembali mengambil kotak itu dari tong sampah. Dan setiap kali ia membuang pemberian Cheryl, saat itu pula ia menyimpan baik-baik benda tersebut.
"Aku yakin Sandy bisa membahagiakan mu, tapi aku lebih yakin kau akan lebih bahagia bersama ku." Gumamnya.
...✴️🔸🔸🔸✴️...
Dua hari setelah menginap di rumah Sandy, Cheryl baru berani pulang ke apartemen miliknya. Dua hari tinggal bersama, mereka justru tak saling tegur sapa.
Di kamar tamu milik Sandy, Cheryl terus asyik dengan lamunannya. Sampai akhirnya Sandy berinisiatif untuk mengantarkan Cheryl pulang ke apartemen. Mungkin suasana itu yang masih Cheryl rindukan.
Cheryl dan Sandy menaiki lift untuk bisa mencapai lantai delapan. Tanpa sepatah pun kata keduanya keluar dari transportasi vertikal itu.
"Eve." Di depan pintu apartemen milik Badai. Eveline duduk bersandar dengan kondisi yang tidak baik-baik saja.
"Kak." Cheryl dan Sandy mempercepat langkahnya demi menghampiri gadis kekasih Badai.
"Lo ngapain di sini hah?" Sandy berjongkok, begitu juga dengan Cheryl. "Badai pasti ngusir Lo kan?" Tuduhnya.
Eveline menoleh pelan. "Badai belum pulang dari dua hari lalu. Sampai sekarang HP nya juga nggak bisa Gue hubungin. Kayaknya dia mantap mutusin Gue Sand." Lirihnya.