Safira di jebak oleh teman-teman yang merasa iri padanya, hingga ia hamil dan memiliki tiga anak sekaligus dari pria yang pernah menodainya.
Perjalanan sulit untuk membesarkan ke tiga anaknya seorang diri, membuatnya melupakan tentang rasa cinta. Sulit baginya untuk bisa mempercayai kaum lelaki, dan ia hanya menganggap laki-laki itu teman.
Sampai saat ayah dari ke tiga anaknya datang memohon ampun atas apa yang ia lakukan dulu, barulah Safira bisa menerima seseorang yang selalu mengatakan cinta untuknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sun_flower95, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps 6
Nyonya Sita sedikit tertegun setelah mendengar cerita Arsela tentang pengalamannya yang membantu seorang wanita yang melahirkan bayi kembar tiga, entah mengapa hatinya merasa senang namun bersamaan dengan itu dadanya merasa sesak.
Flashback on
"Apa yang ingin kamu ceritakan, Sel?"
"Ini tentang wanita yang aku bantu melahirkan, Ma."
"Memangnya kenapa dengan wanita itu?"
"Aku bingung harus mulai cerita dari mana."
"Memangnya ada apa, Sel?"
"Mama kan pernah bercerita tentang gen keluarga kita yang mempunyai warna mata yang berbeda dengan yang lain?"
"Iya, itu benar. Lalu kenapa?"
"Warna mata bayi-bayi itu entah mengapa, seperti mirip seseorang yang aku kenal, Ma. Tapi aku lupa siapa orangnya."
"Mungkin saja itu mirip kedua orang tuanya, Sel."
"Tapi Ma, aku melihat pasien ku warna matanya coklat gelap, sedangkan bayi-bayi itu mempunyai warna mata perak, seperti milik Almarhum Kakek."
"Apa kamu tidak salah lihat? Mungkin warna mata itu abu-abu?"
"Entahlah, Ma. Mungkin saja aku memang salah lihat."
Flashback off
Seingat Nyonya Sita, ayah mertuanya tak mempunyai anak lain selain Ardan suaminya, bahkan Ardan pun tak mempunyai warna mata perak. Ardan menuruni warna mata sang ibu yang berwarna amber.
Lantas siapa ayah dari bayi-bayi itu. Mungkin saja orang lain pikirnya, karena Arsela juga mengatakan jika wanita itu hamil tanpa suami. Nyonya Sita tak ingin ambil pusing, toh itu bukan urusannya.
***
Sedangkan Safira tampak tercenung, setelah mendengar dan melihat sendiri ketiga bayi-bayinya.
Benar yang Caca katakan, bahwa ketiga bayinya memiliki warna mata yang berbeda dengannya. Warna mata yang mengingatkannya pada laki-laki brengsek yang telah menjebaknya bersama sahabat-sahabatnya.
"Kenapa kalian memiliki warna mata lelaki brengsek itu, Nak?" batin Safira bertanya, saat ini ia sedang melakukan IMD (Inisiasi Menyusui Dini) pada ketiga bayinya dengan di dampingi seorang perawat yang bertugas membantu di klinik dokter tersebut.
"Bayinya lucu-lucu, ya, teh?" tanya perawat itu yang bernama Dina.
"Iya, Teh Dina," jawab Safira lirih sambil tersenyum.
"Pasti mirip papahnya, ya, Teh?" tanya perawat Dina lagi.
Safira tak menjawabnya, ia hanya tersenyum sambil. menyembunyikan air matanya yang tiba-tiba saja keluar. Sedangkan baby Dayyan masih terus menyusu dengan mata yang masih terpejam. Selesai dengan baby Dayyan, Safira pun berganti dengan baby Raiyan dan baby Qirani.
Saat setelah selesai memberikan ASI pada ketiga anaknya, Abizar mengetuk pintu ruang rawat Safira dan masuk setelah mendengar jawaban Safira yang menyuruhnya untuk masuk kedalam. Ternyata Abizar datang dengan membawakan makanan untuk Safira.
"Bayi-bayimu sudah selesai di beri ASI, Fir?" tanya Abizar yang bertanya sambil melihat box-box bayi di sebelah ranjang Safira.
"Sudah, tadi di bantu perawat Dina," jawab Safira "Abi, terimakasih banyak untuk semua yang sudah kamu dan keluargamu lakukan untukku dan juga anak-anakku," ucap Safira lirih, sambil memilin ujung selimut yang ia pakai.
"Tak apa Fira, kami ikhlas membantumu," jawab Abizar tersenyum ramah, tangannya mengelus sayang kepala Safira.
"Istirahatlah, aku keluar dulu," ucap Abizar sebelum berlalu pergi meninggalkan ruangan Safira.
***
Sudah sejak seminggu lalu Arselo sakit, kini ia mulai kembali ke aktifitasnya seperti biasa. Arselo memimpin sebuah perusahaan yang bergerak di bidang infrastruktur yang cukup di kenal di negaranya. perusahaan itu awalnya milik kakek buyutnya, dan terus turun-temurun hingga kini Arselo lah yang memimpinnya.
Setelah memasuki ruangan, salah satu sekretaris Arselo menghampirinya dan memberi tahu jadwalnya hari ini, dengan banyak menghadiri rapat penting. Jadwal yang cukup padat hingga sore hari, Arselo sebenarnya enggan untuk menjalankan perusahaan itu, tapi desakan dari tuan Ardan yang tak bisa ia tolak. Maka dari itu Sofyan sebagai asistennya lah yang selalu mendampingi dan melaporkan semuanya pada tuan Ardan.
Sore hari, Arselo berniat untuk pergi ke apartemen yang ia tinggalkan sepuluh bulan lalu. Saat sudah sampai di basement gedung apartemennya, ia tidak sengaja berpapasan dengan Vivi. Sewaktu kuliah dulu Vivi adalah partner mainnya jika sedang bosan, dan sekarang tanpa ada janji mereka bertemu kembali.
"Hay, El ...!"
Arselo yang merasa namanya di panggil, langsung membalikan badannya.
"Loe Vivi, kan?" tanya Arselo memastikannya.
"Ia ini aku, gimana kabar kamu?" tanya Vivi.
"Baik, loe sendiri gimana kabarnya?" tanya Arselo.
"Kabar ku juga baik," jawab Vivi.
"Oh, loe tinggal di sini?" tanya Arselo.
"Iya udah tiga bulan disini," jawab Vivi "Lanjut ngobrol di unitku, yu," ajak Vivi sembari menggandeng tangan Arselo meskipun tanpa persetujuannya, merekapun melangkahkan kakinya menuju lantai tempat unitnya Vivi berada.
Arselo seakan lupa tentang tujuan asalnya datang ke gedung apartemen itu dan malah kini berakhir di unit Vivi. Ternyata meskipun sudah lama Arselo dan Vivi tidak bertemu, mereka tidak canggung untuk melakukan hal yang lebih dari saling m*lm*t dan berakhir dengan bercinta. Arselo selalu menyiapkan k****m dalam dompetnya, sehingga ia tak pernah melewatkan hal yang seperti ini.
Hingga menjelang tengah malam ia terbangun dan ingat kembali tujuan awalnya datang ke gedung apartemen itu, Arselo membersihkan diri, ia segera memakai baju lengkap dan segera keluar dari dalam unit milik Vivi, setelah sebelumnya ia menaruh cek di atas nakas dekat ranjang tidur Vivi.
Arselo pun berlalu masuk ke dalam lift dan menuju lantai unit miliknya, beruntung akses card-nya ia selalu simpan di dompetnya. Saat memasuki ia di suguhi suasana gelap dan dingin, Arselo pun meraih saklar lampu dan menyalakannya.
"Apa wanita itu masih tinggal di sini?" batinnya.