Ikuti instagramku ya kaka. alwi08895
Zain Alfaro pemuda baik-baik yang bergabung dengan anggota mafia demi menguak misteri hilangnya sang adik.
Zain hanyalah seorang asisten pribadi dari ketua mafia, memiliki sifat pendiam, dingin, acuh dan kejam di saat tertentu.
Berusaha menguak misteri penculikan sang adik, yang terus menghantuinya sejak remaja.
Hatinya yang dingin mulai mencair, melabuhkan hatinya pada gadis perantauan yang membuat di jatuh cinta, sebucin-bucinnya.
Cinta di tolak, cara licik bertindak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon alwi 1234, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
KESEMPATAN KEDUA
Zain tersenyum memandangi kotak bekal makanan. "Kalau mienya di makan, kepalanya botak dong... Hahahaha" Dia tidak kuasa menahan tawa, menyembunyikan wajahnya di balik tangan yang ia lipat di atas meja.
Zain memangku dagunya dengan tangan, yang sikunya bertumpu di atas meja. Senyum terus mengembang, terukir indah di wajahnya yang nyaris sempurna.
"Zain, kau sudah gila ya..." Zain segera menutup kotak bekal makanan tersebut saat tiba-tiba ia mendengar suara Iqbal. Namun terlambat, Iqbal sudah melihat isi kotak makanan yang sedang Zain sembunyikan.
"Tuan, sejak kapan anda berdiri di sana."
"Sejak kau tersenyum dan bicara sendiri dengan makanan aneh itu. Sejak kapan, selera makan mu seperti anak TK?..."Iqbal memicingkan mata, menatap kotak makanan yang tertutupi oleh tangan Zain.
"Kenapa anda datang ke kantor tuan?... Lantas siapa yang menjaga Nona Rani. Saya bisa menghandle semua pekerjaan di sini sendiri."
"Ck... "Iqbal berdecak kesal, ia tahu Zain sedang mengalihkan pembicaraan. Iqbal menghampiri Zain."Aku lapar, berikan bekal aneh mu itu padaku." Iqbal hendak meraih kotak makanan tersebut namun Zain menariknya mundur.
"Jangan Tuan, biar saya pesankan makanan yang lain."
"Sejak kapan kau pelit padaku Zain?..."
"Maaf, tapi ini tidak enak tuan." Zain segera pergi meninggalkan Iqbal yang termangu menatap Punggung Zain yang hilang di balik pintu. Sebab dia tidak ingin berdebat dengan bos besarnya.
"Cinta bisa membuat orang yang sehat jadi sakit, sakit jiwa." Iqbal bergumam kesal sebab tidak biasanya Zain menolak titah darinya.
Setelah memesan makanan untuk Iqbal, Zain pergi ke kantin kantor. Semua karyawan dan karyawati menunduk hormat padanya, keadaan yang tadinya riuh dengan gelak tawa dan perbincangan beberapa karyawan menjadi hening setelah kedatangan Zain.
Zain tidak pernah memasuki kantin kantor sebelumnya. Membuat semua orang yang berada di sana keheranan. Untuk para karyawati saling berbisik membicarakan ketampanan wajah Zain yang terpahat begitu sempurna, membuat siapapun yang memandangnya terpesona.
Semua karyawan yang mengantri, mundur memberikannya jalan pada Zain yang membeli sebotol air mineral di ruko kantin. Sikapnya yang dingin dan kepemimpinannya yang tegas membuat dirinya dan Iqbal di segani dan di hormati oleh semua karyawan. Setelah membeli sebotol air mineral, Zain duduk di kursi dan membuka kotak bekal makanan di atas meja, tak peduli dengan tatapan aneh dan senyum geli dari semua orang saat melihat isi kotak makanan itu.
Tanpa pikir panjang, dia mulai melahap makanan hingga kandas tak tersisa.
***
Setelah melakukan interview di tempat kerja Zahra, manager dari pemilik Cafe tersebut menerima Nadine sebagai karyawan barunya.
"Selamat ya... Besok udah mulai kerja." Zahra dan Ganis memberikan selamat, menjabat tangan kemudian berpelukan. Sang manajer juga memberikan seragam kerja pada Nadine.
Dengan wajah murung, Nadine menghampiri Alex dan Dion yang menunggu di meja pengunjung.
"Gimana Nad, interviewnya?... Keterima!!!..." Dion bertanya tapi Nadine malah mengerucutkan bibirnya.
"Nggak di terima ya!!!... Jangan sedih, nanti aku akan Carikan pekerjaan buat kamu." Dion berusaha menghibur Nadine.
"Alhamdulillah kak, aku keterima."Ucap Nadine penuh semangat dengan senyuman manis yang mengembang.
"Alhamdulillah, aku ikut senang. Berarti kita bakal sering ketemu dong, tiap hari aku bakal duduk di sini. Ngeliatin kamu begini." Dion memperagakan apa yang akan ia lakukan nantinya tiap hari. Dia memangku dagu sambil menatap Nadine.
"Iiiiiihhhhh, apaan sih kak..." Rayuan Dion membuat Nadine tersipu malu.
"Jangan gitu Yon, ntar si Nadine baper."
"Aamiin...." Dion malah mengamini dengan tangan yang menengadah ke atas kemudian meraup wajahnya. Membuat siapapun yang melihatnya tersenyum bahkan tertawa.
"Udah Iih kak, jangan gombal terus."
"Eh Nadine, aku serius nggak gombal."
"Yon, kasihanilah kami yang jadi obat nyamuk, Ya nggak Nis..." Ucap Alex pada Ganis.
"Iya nih, masak kita di kacangin." Seloroh Ganis.
"Sebagai rasa syukur karena Nadine di terima kerja di tempat ini, aku bakal traktir kalian semua. Pesan apapun yang kalian mau, GRATIS." Ucap Dion.
"Horeee makan gratis..." Ujar Ganis.
"Lah, nggak kebalik. Harusnya kan aku yang traktir kak." Ucap Nadine.
"Nadine, Kamu dan aku itu satu." Ujar Dion.
"Iya, satu Nusa dan satu bangsa." Ujar Nadine.
"Satu iman dan satu hati dong..." Imbuh Dion.
"Aamiin..." Ucap Ganis, Dion dan Alex serempak kemudian tertawa.
Beberapa saat kemudian Zahra datang dengan membawa menu makanan. Membuat yang lain canggung untuk memesan karena tak enak hati pada Zahra yang melayani mereka.
"Zahra, gabung ya sama kita." Dion meminta.
"Nggak bisa kak, maaf. Aku lagi kerja." Zahra menolak.
"Zahra, gabung aja sama kita. Nanti aku yang izin sama pemilik cafe di sini. Yang punya Cafe ini adalah temenku." Ya, Dion yang meminta pemilik Cafe ini untuk menerima lamaran kerja Nadine tanpa syarat.
"Nggak usah kak, makasih. Tapi aku harus kerja."
"Beneran kamu nggak mau gabung." Sekali lagi Nadine bertanya. Zahra hanya menggelengkan kepalanya dan memberikan menu makanan pada temannya. Membuat yang lain menghela nafas lesu.
"Zahra, aku pesan nomor Hp mu boleh?..." Alex bertanya.
"Maaf, yang bisa di pesan hanya yang ada di dalam menu itu." Zahra menunjuk daftar menu yang ada di tangan Alex. Membuat Nadine, Dion dan Ganis cekikikan.
"Anjriiiiittt..." Gumam Alex dalam hati setelah menghela nafas kesal.
"Zahra, kita belum berkenalan secara resmi. Kenalin nama ku Alex." Alex menjulurkan tangannya.
"Namaku Zahra." Zahra hanya mengatupkan tangannya di depan dada. Membuat Alex kembali salah tingkah. Lagi lagi dia di tertawakan oleh Dion, Nadine dan Ganis.
"Beda level Lex, beda level nggak kayak koleksi Lo." Ucap Dion di selingi tawa.
"Jangan buka kartu gue." Alex berbisik ke telinga Dion.
Dion menggerakkan tangannya seolah sedang menutup resleting mulutnya. Beberapa saat kemudian setelah semua menu pesanan sudah terhidang di atas meja, mereka semua mulai menikmatinya.
"Nadine, nanti jalan jalan ya?..." Dion mengajak Nadine.
***
Pukul 5 sore setelah pulang dari kantor Zain pergi menuju apartemennya. Kini Zain sudah sampai di depan apartemen pribadinya.
"Zain..." Saat hendak membuka pintu apartemennya, lagi lagi Zain mendengar suara yang tak asing di telinganya.
Mata Zain memicing saat melihat Riska baru membuka pintu apartemen tepat di depan apartemen pribadinya.
"Ini apartemen baru ku." Riska menjawab pertanyaan dari mimik wajah yang belum meluncur di bibir Zain.
"Kau mengikuti ku sampai disini?..." Zain bertanya, namun Riska tak bergeming.
"Apa kau tak lelah terus menerus mengejar ku?... Sampai kau pindah apartemen tepat di depan apartemen ku.... Aku yang terus kau ikuti saja lelah." Kini Zain berdiri tegak di hadapan Riska tepat di depan apartemen milik Riska.
"Zain, aku hanya ingin kamu tahu jika aku sudah berubah."
"Lalu kenapa jika kamu berubah?... Apa masa lalu juga akan berubah."
"Zain tolong beri aku satu kesempatan." Ucap Riska mengiba, Zain menatap nanar Riska. Zain berpikir sejenak.
"Hemmmm Baik lah, aku akan memberikan mu satu kesempatan."
"Serius."
"Bersiaplah. Tepat pukul 7 temui aku di apartemen ku. Jangan sampai terlambat."
***
Author.
Apa yang akan terjadi ya?....😂😂😂😂😂
Bisa kasih masukan nggak???...