"Mas tunggu, dia siapa? Jelaskan pada ku Mas" seketika langkah kaki Devan terhenti untuk mengejar Wanitanya.
Devan menoleh pada Sang Istri yang sedang hamil
"Dia pacarku kinara, dialah orang yang selama ini aku cintai. Sekarang kamu sudah tau, kuharap kau mengerti. Aku harus mengejar cintaku, ak tidak ingin Nesa pergi meninggalkan ku."
"Mas kamu ga boleh kejar dia, aku ini istri mu, aku mengandung anakmu. Apakah kami masih kurang berharganya di banding wanitamu itu?" tanya Ibu hamil itu tersendat
"Maafkan aku Kinara, aku sangat mencintai Nesa di bandingkan apapun."
"Tapi mas..."
Devan segera melepas paksa tangan Kinara, tak sengaja sang istri yang sedang hamil pun terjatuh.
"Ahhh perutku sakit..." Ringis Kinara kesakitan
"Maaf kinara, aku tak mau kehilangan Nesa" Ucap devan kemudian pergi
Kinara menatap kepergian suaminya, dan lama kelamaan gelap.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mendayu Aksara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sidang Adat
Gubrakk.!
Pintu sebuah ruangan terbuka keras.
"Mas Danu, segera telepon polisi. Dan kerahkan semua warga untuk mencari Mbak Ayu.!"
perintah Dimas yang datang tiba-tiba.
Membuat isi satu kantor lurah terkejut atas ulahnya.
"Ada apa ini Dim?"
Tanya Danu bingung pada Dimas.
Pada seper-sekian menit kemudian, cerita Dimas sukses membuat Danu terperanga dan syok.
"Apakah ucapanmu ini benar?"
Tanya Danu tak percaya akan ucapan Adik kandungnya tersebut.
"Apakah aku terlihat sedang berbohong?!" Ucap Dimas tegas sembari melotot.
Danu menarik nafas panjang, menetralisir semua rasa yang membuncah saat ini, tubuh gagahnya tampak gemetar.
Tangannya menekan sebuah tombol pada walkie-talkie milik kantor lurah, yang biasa ia gunakan dalam keadaan genting.
"Respon, Lurah ujung lereng di sini, Ganti"
Ucap Danu ketika ia dapati benda tersebut terhubung pada benda serupa di tempat lain.
"Kantor polisi desa disini, ganti"
Balas seseorang dari tempat lain.
"Segera datang ke kantor lurah ujung lereng, ada tindak kriminal disini. Ganti"
Pinta Danu tegas.
"Tim Dua akan segera diturunkan, ganti" Balas suara itu lagi.
"Kami tunggu, selamat siang"
Ucap Danu mengakhiri.
Nampak, tangan Danu yang tadinya memegang radio genggam kini beralih memegangi area pangkal hidungnya. Memijatnya perlahan guna menghilangkan pening yang menyerang.
Sekali lagi, ia menarik nafas dalam. Kemudian menatap Dimas yang sedari tadi menatapnya lekat.
"Dimas, perintahkan staf kelurahan untuk mengumpulkan warga ke kantor sini. Setelah itu kita akan bersama-sama mencari Mbak mu"
Perintah Danu akhirnya.
"Baik Mas"
Balas Dimas cepat sembari berlari ke luar ruangan Danu. Menuju ruang utama kantor lurah tersebut, dimana sudah banyak staf yang berkumpul menunggu kejelasan dari keributan yang barusan terdengar.
"Bapak-bapak, tolong kalian kumpulkan warga untuk berkumpul di sini. Jangan tanya mengapa, ini perintah Pak Lurah"
Titah Dimas pada beberapa pegawai kelurahan yang saat ini sedang berdiri bergerombol.
"I i i iya ba ba baik Den"
Ucap mereka serentak, kemudian berlalu pergi.
###
Hari, sudah beranjak semakin berlalu. Menggeser putaran jam pada sang waktu. Kini langit, sudah menampakkan rona oranye.
"Nara, kamu sudah bangun rupanya"
Ucap Briyan saat ia dapati bahwa kini Kinara sudah terbangun dari tidur lelapnya.
Kinara hanya membalas Briyan dengan anggukan kecil sembari tersenyum.
"Saya bawakan kamu bubur. Tadi siang saat saya mau bawakan bubur, kamu belum bangun. Berhubung sudah sore, tadi saya berencana membangunkan.u untuk makan. Tapi syukurlah, kamu sudah terlebih dahulu bangun. Ayo makan dulu."
Tawar Briyan menawarkan sembari berjalan mendekat ke arah kursi yang berada di samping ranjang Kinara.
"Baik"
Ucap Kinara tak menolak.
"Makan yang banyak biar cepat sembuh"
Ucap Briyan yang saat ini telah terduduk sempurna di atas sebuah kursi kayu.
"Ini, mari dimakan"
Tambah Briyan lagi, kali ini tanganya menyodorkan sendok yang berisi bubur mendekat pada bibir Kinara.
Sekali lagi, tanpa menolak, Kinara segera memakan bubur yang Briyan suapkan tersebut.
Setelah beberapa suap, akhirnya wanita cantik itu berucap sembari menatap lekat Briyan yang saat ini tengah sibuk mengaduk bubur guna disendokan kembali.
"Den, terimakasih banyak ya"
Ucap Kinara tulu
Seketika, mata Briyan beralih pandang menatap Kinara.
Mata hazel itu menatap lekat manik coklat yang terlihat begitu sendu.
"Jangan berterimakasih, kamu selamat, aku sangat bahagia. Jadi tak perlu berterimakasih"
Tutur Briyan jujur.
Mendengar hal itu, Kinara kembali tersenyum hangat.
Tiba-tiba, ia mengingat seseorang.
"Den, Den Dimas kemana? Saya belum mengucap terimakasih pada Den Dimas"
Tanya Kinara saat ia dapati keberadaan Dimas yang tak ada di ruang tersebut.
"Dimas, dia sedang mencari Ayu guna membawanya ke kantor polisi. Aku sudah menceritakan segalanya, dan Dimas berkata ia akan memastikan bahwa Ayu akan dihukum berat"
Jelas Briyan menjawab pertanyaan Kinara barusan.
"Di hukum berat?"
Tanya Kinara mengulangi.
"Benar, jika Ayu nantinya tertanggap. Wanita itu akan di arak keliling Desa, sembari di bawa ke kantor polisi di perbatasan"
Tambah Briyan lagi.
Mendengar hal itu, Kinara terkejut bukan main.
Ia tau betul bahwa jika ada seseorang yang di arak akibat kesalahnnya, maka seluruh warga akan mencaci maki dan berucap sumpah serapah. Serta, terdakwah dan keluarganya tersebut akan dipermalukan. Bahkan benar-benar dipermalukan, sampai ke sumsum tulang.
Tentunya Kinara tak ingin hal demikian terjadi pada Ayu. Lebih tepatnya terjadi pada keluarga besar Dimas.
Juragan Aryo, mertua Ayu, adalah Juragan tersohor tempat ia bekerja.
Danu, suami Ayu, adalah kepala Lurah di desa ujung lereng ini.
Dimas, adik ipar Ayu, adalah orang baik yang selalu menolongnya.
Dan yang terpenting adalah Bu Faridah, mertua perempuan Ayu, wanita paruh baya tersebut adalah wanita yang begitu baik. Saat pertama kali Kinara datang ke desa ini, Bu Faridahlah yang menyambutnya hangat sebagai ibu dari kepala Desa di Desa ini.
Dan Bu Farida jugalah yang memberikannya pekerjaan. Wanita baik yang tak bersalah itu, serta mereka yang lain, menurut Kinara tak pantas menanggung malu akibat ulah Ayu.
Menurut Kinara, itu juga bukan sepenuhnya kesalahan Ayu. Kinara juga turut andil, karena Kinara lah Ayu merasa cemburu.
Nampak, Kinara tersadar dari lamunan singkatnya.
"Den Briyan, tolong bawa saya ke balai Desa"
Pinta Kinara sembari turun tergesah-gesah dari atas ranjang.
Dengan cepat Briyan menaruh mangkuk bubur yang saat ini ia pegang ke atas meja.
Tak kalah gesit, kini tangannya menghalau tubuh Kinara.
"Nara, jangan kemana-mana. Kamu masih sakit"
Tolak Briyan tak suka atas tindakan Kinara barusan.
"Ku mohon Den, kehadiranku sangat penting di sana. Ku mohon, akan banyak orang yang terluka bila aku terlambat datang"
Pinta Kinara dengan begitu memelas, dengan cepat ia mencabut selang infus yang masih merekat di tangan kanannya.
Darah segar tampak bercucuran.
"Nara.!"
Ucap Briyan kesal dengan tindakan Kinara.
"Kumohon, waktu kita tak banyak"
Tambah Kinara lag
Dengan semua tindakan Kinara tersebut, Briyan hanya dapat menghela nafas panjang
###
Di depan balai Desa, tepat pada lapangan luas di samping kantor lurah. Nampak, banyak orang telah berkumpul.
Ada yang menatap sinis, ada pula yang saling berbisik sembari menatap tak suka.
"Apakah benar, pengaduan yang telah di buat oleh saudara Dimas tentang saudari Ayu?"
Tanya seorang pemuka adat.
"Benar Abah"
Jawab Dimas lantang.
"Saudari Ayu, apakah hal yang di tuduhkan Dimas terhadap mu itu adalah benar?"
Tanya pemuka adat itu lagi.
Ayu hanya diam tak bersuara, ia menatap tajam keseluruh orang yang saat ini menujukan pandang mereka pada dirinya.
"Saudari Ayu, saya ulangi. Apakah hal yang di tudukan Dimas terhadapmu itu adalah Benar?"
Ucap lelaki tua tersebut mengulangi introgasi.
Kembali, Ayu hanya diam. Tak berniat ingin menjawab.
"Abah berharap, urusanmu ini bisa di selesaikan dengan cara adat. Tanpa harus membawamu ke kantor polisi. Jika pada sidang adat ini tak menemukan titik terang dan kau tak mau minta maaf, maka dengan terpaksa dirimu akan di bawa dan di adili secara hukum negara.!"
Ucap Babah tegas.
Babah adalah panggilan untuk ketua adat di Desa ujung lereng. Di desa ini, masih menjunjung tinggi nilai adat.
Ada tradisi dimana, seseorang yang melakukan kesalahan akan diadili terlebih dahulu di balai desa, sebelum di bawa ke kantor polisi.
Di balai desa, semua urusan akan diusahakan untuk diselesaikan melalui jalur kekeluargaan.
Namun, bila kasusnya tak dapat di tangani melalui sidang Adat, maka orang tesebut akan di serahkan pada polisi guna ditindak lanjuti dengan hukum negara.
Polisi di daerah ini, juga sudah sangat paham dengan aturan adat yang ada. Apabila tak terselesaikan secara kekeluargaan, maka mereka akan bertindak.
Jangan tanya mengapa, karean hal ini sudah berlangsung puluhan tahun lamanya. Dan ini lah proses adat turun menurun di tempat ini.
"Tidak Abah, saya tidak setuju ini diselesaikan seara kekeluargaan. Mbak Ayu sudah melakukan tindak kriminal berat.!"
Ucap Dimas Protes.
Seketika, ucapan Dimas barusan mampu membuat suasana makin ricuh. Desas desus bisikan warga yang hadir di balai desa guna menyaksikan sidang, samar-samar sampai ke telinga.
"Ndak sangka, Bu lurah jahat sekali"
Bisik seorang warga.
"Heboh sekali, Den Dimas laporin Kakak ipar sendiri"
Bisik warga lain.
"Ndak nyangka, kuarga juragan Aryo yang tersohor. Ternyata memiliki masalah sebesar ini"
Samar, warga lain berbisik demikian.
Walau tak begitu jelas, namun desas desus itu mampu terdengar oleh telinga Danu.
Ia hanya diam, menyaksikan sidang berlangsung. Sebagai kepala Desa, Danu tak bisa bersikap berat sebelah. Ia harus netral, dan kini pun tiada upaya untuk membantu Ayu. Dia hanya diam, melihat istrinya di dakwah.
"Baiklah Ayu, jika tidak ada penjelasan dan pembelaan. Kamu akan segera dibawa ke kantor polisi guna ditindak-lanjut"
Ucap Baba akhirnya, sembari mengetok kuat tongkatnya ke tanah, guna menjadi pertanda bahwa sidang adat telah ditutup, dan keputusan akhir telah di tentukan.
Segera, dua orang polisi yang sedari tadi berada di sebelah kanan kiri Ayu. Kini sigat memegangi kedua lengan wanita itu.
"Mari ikut kami ke kantor polisi"
Ucap seorang pak polisi.
"Mas Danu, Mas, bebaskan aku. Mas.!"
Teriak Ayu tiba-tiba, saat kedua lengannya di pegang erat oleh polisi.
"Diam jangan banyak bergerak, atau tangan anda akan kami borgol"
Titah polisi tersebut.
"Mas Danu, aku melakukan ini karena aku mencintaimu Mas. Ku mohon bebaskan aku. Mas, Mas Danu.!"
Teriak Ayu lagi, sembari merontah.
Danu nampak menarik nafas panjang, terlihat ia begitu bimbang.
"Berhenti sebentar Pak, saya ingin bicara dengan istri saya"
Pinta Danu akhirnya.
Kedua polisi yang menbawa Ayu, perlahan menghentikan tarikan paksa mereka terhadap Ayu. Melepas genggaman erat tadinya di lengan Ayu.
Danu melangkah perlahan mendekati Ayu
"Bagaimana aku bisa menyelamatkanmu, kau saja tak mau berkata jujur dan mengakui kesalahanmu"
Ucap Danu pada Ayu, suaranya hanya mampu terdengar oleh orang sekitar yang berada tak jauh dari Ayu dan Danu saat ini.
"Mas aku melakukannya karena aku ndak mau kamu direbut wanita itu"
Jelas Ayu kali ini, matanya menitihkan bulir bening.
"Yu kamu tau, aku mencintaimu, sangat mencintaimu. Tapi ndak ku sangka, kamu sekejam ini. Kalau begini caramu mencintai ku, aku lebih baik memilih ndak mencintai mu. Ini bukanlah cinta Ayu, ini adalah ketakutan dan keserakahan. Akan ku buang seluruh cintaku untukmu, dan ku akhiri saja kisah kita ini. Biarlah sekalian kita terpisah"
Tutur Danu panjang, sembari menatap sendu pada manik hitam yang saat ini berlinang air mata.
Seakan tersambar petir mendengar ucapan Danu barusan, Ayu terduduk lemas ke tanah.
"Mas, aku minta maaf. Mas aku salah, kumohon jangan berkata begitu. Mas aku mencintaimu. Mas aku menyesal melakukan semua ini. Ku mohon! tetaplah bersamaku"
Ucap Ayu akhirnya, wajah itu perlahan mencongak, guna menatap wajah suaminya saat ini.
"Yu, tapi semua sudah terlambat"
Gumam Danu sembari membuang muka, nampak ia menyeka air mata yang turun tanpa izin.
"Pak, bawa Nyonya Ayu pergi"
Pinta Danu tegas kepada dua orang polisi yang saat ini ada di dekat Ayu.
Kedua polisi tersebut dengan paksa membawa Ayu berdiri, menyeretnya untuk ikut berjalan.
"Mas Danu ku mohon, aku ndak mau pisah dari kamu, Mas aku menyesal ku mohon.!"
Teriak Ayu nyaring sembari menahan langkahnya yang terus terbawa oleh dua orang yang saat ini menyeretnya kuat.
"Pak Berhenti.!"
Pinta Kinara lantang.
Semua bisik, bising dan lirikan tajam. Kini hening seketika. Beralih tertuju pada Kinara yang saat ini datang tiba-tiba.
"Abah permisi, saya ingin menjelaskan sesuatu mengenai kasus Mbak Ayu ini. Karena ini melibatkan saya"
Ucap Kinara yang tadinya menatap Ayu, kini beralih menatap ketua adat.
"Tapi sidang Adat sudah ditutup"
Ucap Baba.
"Abah saya mohon, buka kembali sidangnya. Berikan Mbak Ayu kesempatan membela diri"
Pinta Kinara lagi.
Semua warga nampak bingung dengan ucapan Kinara barusan.
Tak bedanya dengan para warga, Dimas bahkan terbelalak kaget.
"Hemm baiklah"
Ucap Baba setelah nampak lama menimbang.
"Sidang adat kita buka kembali"
Tambahnya lagi.
Kini, Ayu dan Kinara duduk di sebuah lapangan sembari dikelilingi oleh banyak warga sekitar.
Dimas, Danu dan beberapa staf kelurahan duduk sejajar dengan Ketua Adat yang berada di depan Kinara dan Ayu.
"Saudari Kinara, silahkan berbicara"
Pinta Sang ketua adat.
"Saya Kinara, selaku korban. Menarik semua tuduhan yang di tudukan pada saudari Ayu. Saya perjelas, bahwa kecelakaan yang saya alami murni kecelakaan akibat keteledoran saya. Bukan akibat tindakan saudari Ayu"
Ucap Kinara lantang dengan begitu yakin.
Mendengar hal tersebut, semua mata yang ada di sana terbelalak kaget.
Tak terkecuali Ayu, matanya membulat sempurna.
"Nara"
Gumam Ayu pelan sembari menoleh, menatap lekat kearah Kinara.
"Nara, aku menyesal"
Batin Ayu dalam hati.
Bulir bening, sukses terjun bebas membasahai wajah oriental tersebut
.
.
.
BERSAMBUNG***
nyesel yah
cinta lama vs cinta baru