Namanya Rahayu yasmina tapi dia lebih suka dipanggil Raya. usianya baru 17 tahun. dia gadis yang baik, periang lucu dan imut. matanya bulat hidungnya tak seberapa mancung tapi tidak juga pesek yah lumayan masih bisa dicubit. mimpinya untuk pulang ketanah air akhirnya terwujud setelah menanti kurang lebih selama 5 tahun. dia rindu tanah kelahirannya dan diapun rindu sosok manusia yang selalu membuatnya menangis. dan hari ini dia kembali, dia akan membuat kisah yang sudah terlewatkan selama 5 tahun ini, tentunya bersama orang yang selalu dia rindukan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ana_nanresje, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
9_Menyerah?
" Ray, lo nggak apa apa kan?" Gita langsung menghampiri Raya yang baru saja tiba di kamar diantar oleh bu Dona. Raya menggeleng pelan lalu masuk kedalam kamar setelah mengucapkan terimakasih pada gurunya.
" Sini sini, lo duduk dulu." Gita mendudukkan Raya di sisi ranjang dengan dirinya yang juga ikut duduk " Kenapa tangan lo di perban?"
" Jatuh terus berdarah,"
" Lukanya parah? Apa ada luka lain? Apa perlu kita kerumah sakit?"
Raya menggelengkan kepala " Gue udah baik baik aja, lo nggak usah secemas itu. Gue udah di obatin sama guru guru tadi."
" Syukur deh kalo lo nggak apa apa. Gimana ceritanya kok lo bisa kepisah sama kita? Bukannya lo dari awal ada dibelakang gue?"
" Iya gue lupa, tadi pas kita istirahat gue malah jalan ngejar kupu kupu pas balik lagi tiba tiba udah nggak ada orang. Di tambah hujan, yaudah gue nunggu reda dulu sebelum turun dari perkebunan." Jelas Raya.
Gita hanya mengangguk dan bernafas lega karena temannya itu bisa ditemukan. Mengingat cuaca yang sempat memburuk, Gita takut akan terjadi hal hal yang lebih parah atau bahaya pada teman barunya itu " Yaudah, sekarang lo kan udah ketemu terus tangan lo juga lagi gitu gue bantuin kemas kemas ya? Besok pagi kita udah harus siap siap balik ke jakarta."
" Iya. Sorry ya ngerepotin." Ucap Raya tak enak hati.
" Apaan sih , kaya sama siapa aja gue kan temen lo. Jadi, Santai aja sama gue mah. Oke!"
" Hehe. Iya Tomboy." Ujar Raya disertai candaan. Keduanya terlibat obrolan dengan Gita yang masih membantu Raya berkemas.
" Hito nyariin gue nggak?"
" Apa?" Tanya Gita tak mendengar.
" Hito, dia tau nggak kalo gue pisah sama rombongan?" Ulangnya memperjelas. Gita menarik resleting ransel milik Raya lalu menyimpannya di atas nakas. Setelah itu dia menarik kursi rias dan duduk berhadapan dengan Raya.
" Kayaknya tau deh. Kan pak Rehan ngasih pengumuman ke anak anak kalo lo ilang."
" Emm gitu ya," Ucap Raya sedikit murung.
" Emang kenapa?"
Raya menggeleng cepat " Nggak kenapa napa kok. Git, gue ngantuk mana capek banget lagi. Gue tidur duluan ya?"
" Iya, gue juga mau tidur nih." Gita membantu Raya untuk berbaring lalu menyelimuti tubuhnya sampai batas dada. Raya tertidur dengan posisi membelakangi Gita. Meskipun matanya terpejam tapi pikirannya melayang jauh kemana mana. Dadanya terasa sesak membuat matanya terbuka dengan cepat di sertai cairan bening yang melintasi hidungnya. Cairan itu jatuh membasahi salah satu tangannya yang dia jadikan alas untuk kepalanya.
Sampai kapan lo terus mengabaikan kehadiran gue Cung? Apa sebesar itu lo nggak mau gue ada di kehidupan lo? Bahkan disaat orang lain mencari gue, dan lo entah kemana. Jerit batin Raya.
Gadis itu menangis dalam diam. Membiarkan rasa sesaknya berkurang lewat air mata. Kenapa harus sesulit ini hanya untuk mendapatkan pengakuan dari seorang Hito? Bahkan disaat nyawanya terancam pun pria itu tidak memperdulikannya. Pikir Raya kembali.
Matahari menyongsong pagi. Gita dan Raya sudah siap dan sudah berkumpul dengan anak anak yang lainnya. Karena tangan Raya yang masih di perban, Gita membantu Raya untuk membawakan Ranselnya. Sampai saat ini Raya belum juga bertemu dengan Hito. Jangankan untuk mencari tahu kabarnya, ada atau tidak adanya Raya mungkin Hito juga tidak peduli.
" Lo nyari Hito?" Tanya Gita menebak " Kelas sebelah udah masuk Bis. Tinggal kelas kita yang belum." Raya hanya mengangguk lalu ikut masuk kedalam bis dibantu oleh Gita. Untuk kali ini Raya memilih untuk duduk bersama Gita, di awal sebelum keberangkatan Raya terlebih dulu meminta izin kepada pak Ilham untuk menukar kursinya dengan siswa lainnya yang duduk dengan Gita. Dengan alasan agar Raya lebih nyaman dan pak Ilham pun mengizinkan.
Sepanjang perjalanan Raya lebih banyak melamun, mengabaikan Gita yang tengah bercerita panjang kali lebar. Gadis itu mengalihkan matanya keluar jendela, melihat perkebunan Teh yang sangat luas. Tapi tidak dengan pikiran dan hatinya, saat ini logika dan hatinya tengah berargumen mempermasalahkan satu pria yang bernama Hito, orang yang dia anggap teman masa kecilnya.
Raya terbangun saat merasakan bahunya terguncang, dan benar saja Gita tengah membangunkannya karena tertidur " Kita udah nyampe," Raya melihat ke sekelilingnya dan benar saja mereka sudah berada di area sekolahan " Gue bantu lo turun," Raya mengikuti setiap langkah kaki gadis itu. Bibirnya tersenyum tipis dengan dada yang kembali sesak. Untung saja ada Gita yang mau berteman dengannya, meskipun bar bar dan berpenampilan seperti laki laki tapi setidaknya Gita masih punya hati nurani.
" Sini gue aja yang bawa. Noh kayaknya jemputan lo udah dateng." Raya mengambil alih Ranselnya saat supir Gita sudah terlebih dulu datang menjemputnya.
" Lo pulang bareng gue aja, Gue anterin."
" Nggak usah. Lo duluan aja. Komplek kita beda arah tar lo muter lagi pulangnya. Udah lo duluan aja, lo pasti capek." Tolak Raya.
" Tapi Lo gimana? Lo juga nggak bisa bawa Ransel lo yang gede ini Ray!"
" Udd....
" Eh itu Dirga," Ucap Gita " Ga, Dirga." Panggil Gita saat melihat Dirga melintas di depan mereka.
" Kenapa Git?" Tanya Dirga setelah menghampiri mereka.
" Ini Raya belum ada yang jemput. Lo kan ketua kelas kita, lo juga kan baek masa lo mau biarin temen sekelas lo pulang dengan keadaan kayak gini?" Ujar Gita " Gini maksud gue. Gue udah nawarin tumpangan buat Raya tapi dianya nggak mau karena komplek kita beda arah. Nah setau gue komplek lo sama Raya kan searah tuh jadi nggak apa apa kali Raya nebeng sama lo? Bol.... Auuuww!"
Gita meringis sebelum menyelesaikan perkataannya karena Raya mencubit pinggangnya " Lo apa apaan sih Git? Gue bisa naik tàksi kali!"
" Gue nggak masalah kok. Tapi Raya nya mau nggak?" Tanya Dirga balik.
Ara melirik Dirga sesaat lalu menunduk lagi. Dia merasa canggung jika harus berhadapan dengan Dirga karena kejadian semalam. Karena Rasa takutnya Ara begitu saja memeluk Dirga, menangis histeris menumpahkan Rasa yang dia rasakan.
" Emm. Bo-boleh deh kalo nggak ng--ngere...
" Dia balik bareng gue." Entah dari mana asalnya. Hito tiba tiba langsung mengambil Alih ransel Raya dan menarik lengannya. Hito langsung membawa Raya pergi tanpa membiarkan Raya terlebih dulu pamitan kepada Gita dan Dirga.
Gita dan Dirga hanya bisa terdiam. Melihat kepergian Raya yang semakin jauh dari pandangan mereka " Raya pacar Hito?" Entah sadar atau tidak pertanyaan itu keluar begitu saja dari mulut Dirga. Gita menoleh, menatap pada Dirga yang masih memperhatikan punggung Raya yang semakin mengecil.
" Bukan."
" Terus kenapa sikap Hito kaya gitu sama Raya?"
Gita mengangkat bahunya acuh, melipat tangan di dada sambil mencondongkan sedikit tubuhnya kedepan sehingga dirga mencondongkan tubuhnya ke belakang " mungkin lebih tepatnya calon istri Karena yang gue tau Raya itu tinggal serumah sama Hito." Gita tak kuasa menahan tawanya saat melihat wajah terkejut Dirga atas ucapannya " Ckckck. Kenapa muka lo tegang gitu? Santai aja kali gue cuma bercanda. Gue belum tau banyak tentang mereka, yang pasti gue yakin hubungan mereka itu sangat dekat. Buktinya tinggal serumah, iya kan?"
" Udahlah gue mau balik. Berasa ngomong sama patung gue. Bukannya dijawab malah bengong mulu. Bye!" Gita pergi begitu saja. Membiarkan Dirga yang masih terdiam ditempatnya.
Setelah pak Joko menghentikan mesin mobil Raya langsung membuka pintu dan menutupnya dengan kencang. Kakinya melangkah cepat memasuki Rumah tante Ririn yang tak lain adalah mamanya Hito. Hito pun tak tinggal diam, diapun ikut turun dan mengejar Raya yang terlebih dulu masuk kedalam rumahnya.
" Gue bilang berhenti." Langkah kaki Raya terhenti di anak tangga ke empat saat teriakan Hito menusuk kuat kedalam gendang telinganya.
" Turun!" Titahnya. Namun Raya mengabaikannya dan masih terdiam di tempatnya " Gue bilang turun!" Teriakan itu kembali menggema membuat Raya mau tak mau membalikkan tubuhnya dan menatap sengit pada Pria yang kini tepat berada beberapa langkah di depannya.
" Turun!"
" nggak!"
" Baru bisa ngomong lo? Gue kira lo Bisu setelah ngilang di kebun teh kemarin. Di dalam mobil gue nanya, gue ngomong lo diem aja. Cepet turun sebelum gue yang nyeret lo turun!"
" Gue capek. Gue mau tidur." Raya ingin kembali melangkahkan kakinya untuk menaiki anak tangga namun Hito lebih cepat mencekal tangannya.
" Lepasin tangan gue," Raya berontak, berusaha melepaskan diri.
" Nggak sebelum Lo turun!"
" Gue capek To gue capek. Mau lo apa sih?"
" Nggak usah banyak tanya. gue bilang turun yaudah turun. Batu banget sih jadi orang " Raya menghentakkan tangan Hito sehingga cekalan tangannya itu terlepas. Raya mendorong Hito, membuat jarak antara dia dengannya.
" Lo itu bukan siapa siapa gue, terus apa hak lo nyuruh gue buat ngikutin perkataan lo huh?" Teriak Raya. Dia menatap Hito dengan aura kebencian.
" Karena ini rumah gue!" Balas Hito tak kalah tinggi " Jadi sebagai orang yang numpang harusnya lo sadar diri dan mau ngikutin perintah dan peraturan gue. Paham lo huh?!" Tangis Raya pecah seketika saat kata kata itu keluar dari mulut Hito. Kenapa pria itu tidak pernah berubah? Kenapa kata katanya selalu tajam dan menusuk hati? Dan kenapa Raya masih saja mengharapkan pengakuan dari dirinya?
" Gue pikir lo udah berubah Cung. Gue pikir lo juga rindu sama saperti gue. Gue pikir lo juga menantikan hari ini, hari yang kita lewati bersama. Gue pikir lo bakal mau nerima gue denga penampilan gue yang baru. Gue pikir lo bakal ngakuin gue sebagai temen lo. Tapi ternyata gue salah, gue yang terlalu berharap, mimpi gue yang terlalu tinggi. Nyatanya lo masih Hito yang dulu."
Hito terdiam tanpa ada niatan untuk menyela perkataan Raya " Gue seperti ini karena Lo. Gue yang dulu gendut dan bisa selangsing inipun demi lo. Gue tau lo malu punya temen gendut kaya gue maka dari itu semampu gue, gue berusaha untuk diet sampai gue bisa selangsing ini. Tapi apa? Sampai sekarangpun Lo nggak mau ngakuin kehadiran gue."
" Udah ngomongnya?"
Raya menggeleng " Sebenci itu lo karena gue hadir kembali di kehidupan lo huh? Sampai sampai disaat gue hilang dan dalam bahaya pun lo nggak peduli sama sekali sama gue. Dimana hati nurani lo? Meskipun Lo nggak mau ngakuin gue sebagai temen lo, setidaknya cari gue sebagai sesama manusia. Tapi lo nggak ada niat buat kesitukan?!"
" Gue benci sama Lo. Gue benci!"
" Mau kemana lo?" Hito kembali mencekal tangan Raya.
" Lepasin. Tangan. Gue!"
" Nggak akan sebelum Lo turun dari tangga dan ikut gue,"
" To, Hito. Lo apa apaan sih? Sakit To, Lepasin!" Hito tidak memperdulikan Teriakan Raya dia terus menarik tanganya membuat kaki mungil itu mengikutinya dari arah belakang.