Yuan Sheng, kultivator terkuat yang pernah ada, bosan dengan puncak kesuksesan yang hampa. Tak ada tantangan, tak ada saingan. Kehidupannya yang abadi terasa seperti penjara emas. Maka, ia memilih jalan yang tak terduga: reinkarnasi, bukan ke dunia kultivasi yang familiar, melainkan ke Bumi, dunia modern yang penuh misteri dan tantangan tak terduga! Saksikan petualangan epik Yuan Sheng saat ia memulai perjalanan baru, menukar pedang dan jubahnya dengan teknologi dan dinamika kehidupan manusia. Mampukah ia menaklukkan dunia yang sama sekali berbeda ini? Kejutan demi kejutan menanti dalam kisah penuh aksi, intrik, dan transformasi luar biasa ini!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wibuu Sejatii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 1.2 : Lahirnya Wu Yuan!
Akhirnya setelah menunggu beberapa jam, terdengar suara bayi yang menangis kencang sampai suaranya terdengar di luar kamar.
“Oekkk..... Oekk...!!”
Thian Wagai yang menunggu di luar kamar sampai melompat dari kursinya karena terkejut mendengar suara yang dia anggapnya sangat amat merdu di telinganya.
“Hooaaa..... Anakku telah lahir... Aku telah resmi menjadi seorang ayah...!!!”
Tangan dan kaki Thian Wangai sangat dingin karena tegang, namun ketegangannya sedikit mengendur.
Tapi biarpun begitu, Thian Wangai masih belum berani memasuki kamarnya, karena menunggu perintah dari Bu Bidan Gu.
Thian Wangai selalu berjalan mondar-mandir di depan kamar sambil meremas kedua tangannya dengan gelisah.
Biarpun bayi sudah bersuara dan menjerit, namun keselamatan istrinya belum terjamin, jadi dia kembali menunggu dengan gelisah.
Beberapa waktu kemudian, pintu kamar terbuka dan terlihat Bu Bidan Gu keluar memberikan instruksi agar Thian Wangai masuk melihat istri dan anaknya.
“Bu Bidan... Bagaimana kondisi istri dan anakku?”
“Nak Wangai, masuklah, anak dan istrimu dalam keadaan sehat, selamat kamu telah menjadi seorang ayah dari seorang putra.”
“Waaaahhhh..... Anakku seorang lelaki... Hahaha... Terima kasih Tuhan, Kamu telah memberikan aku seorang putra..!!”
Thian Wangai melompat memasuki kamarnya dengan tidak sabar untuk melihat anak dan istrinya.
“Hehehe.... Anakku yang lucu telah hadir... Lan’er... Terima kasih telah memberikan anak lelaki yang lucu dan menggemaskan untuk keluarga kecil kita.”
“Iya Kakak Wangai... Aku juga senang kamu memberikan biaya persalinannya kepada Ibu Bidan Gu, uangnya ada di lemari.”
“Baik... Baik...”
Thian Wangai mengeluarkan beberapa puluh Yuan dari saku pakaian mereka untuk membayar biaya persalinan kepada Bu Bidan Gu.
Thian Wangai pun keluar dari kamar dan menemui Bu Bidan Gu.
“Bu Bidan, berapa biaya persalinan istriku?”
Bidan Gu memang adalah bidan kampung dan biaya persalinannya juga tidak besar, sehingga Thian Wangai memberikan sedikit tips dan juga mengantarnya pulang dengan segera.
Dengan kelahiran anaknya, kehidupan Thian Wangai dan istrinya pun menjadi bertambah hangat serta bertambah ramai karena ada suara tangisan anaknya.
Anak itu mereka memberi nama Thian Yuan atau menjadi Wu Yuan. Wangai berharap, anaknya akan menjadi seperti seekor naga yang perkasa dan agung, itulah harapan dari orang tua Thian Yuan untuknya.
Mereka memberi nama kepada anaknya yaitu Wu Yuan, yaitu marga samaran dari marga Thian Wangai, agar kehidupan mereka tidak terdeteksi oleh orang-orang dari keluarga besar mereka.
Sementara itu, di suatu dimensi, satu sosok yang sedang memperhatikan Bumi pun tersenyum lalu bergumam.
“Selamat sahabatku, kamu akhirnya berhasil bereinkarnasi menjadi ras manusia asal Bumi, aku harap kamu dapat segera berhasil membuka ingatanmu.”
Yah... Dia adalah Sianhong yang menjadi pencipta dunia kultivator, dia selalu memperhatikan Thian Yuan yang sedang menjalani proses reinkarnasi di Bumi.
Kehidupan di kampung yang tidak bernama itu sangat damai, Thian Wangai dan Fang Meilan hidup penuh dengan kedamaian.
Apalagi semenjak kelahiran putranya, Thian Wangai semakin giat mencari uang untuk biaya anaknya.
Perlahan tapi pasti, Thian Wangai yang mencari nafkah, dan Fang Meilan selalu mengatur keuangan dengan sangat baik, hingga akhirnya setelah kehidupan mereka bertiga berjalan selama lima tahun, Thian Wangai dikejutkan oleh istrinya.
“Kak Wangai, besok carilah kendaraan bekas tapi yang masih layak pakai, kita beli kendaraan tersebut untuk kita gunakan mencari nafkah.”
“Apaa...!! Lan’er, kamu jangan bercanda, untuk membeli sebuah kendaraan bekas sekalipun masih memerlukan uang sebanyak tiga puluh ribu sampai empat puluh ribu Yuan, dari mana kita mendapatkan uang sebanyak itu?”
“Hehehe.... Kakak Wangai, selama ini aku selalu berhemat dan mengumpulkan uang pendapatanmu, sekarang uang yang sudah aku kumpulkan sudah ada tiga puluh lima ribu Yuan, apakah itu tidak cukup?”
Thian Wangai sangat terkejut mendengar pengakuan istrinya, dia bahkan seolah-olah salah mendengar.
“Apaaa...!!! Lan’er... Berapa banyak uang yang telah kamu kumpulkan???”
“Tiga puluh lima ribu Yuan.”
Perhitungan Yuan dan rupiah di dalam novelku ini adalah satu Yuan, sama dengan dua ribu lima ratus rupiah.
Thian Wangai tampak sangat terkejut, karena dia tidak pernah menyangka kalau istrinya mampu menghemat uang dan menabungnya sampai segitu banyaknya.
Bagi Thian Wangai dan Fang Meilan, dulunya uang segitu tidak terlihat di mata mereka, namun sekarang, uang segitu sudah sangat banyak, bahkan terlalu banyak.
Akhirnya Thian Wangai menjadi bersemangat, dia berkata kepada istrinya dengan serius.
“Aku akan mencari mobil pikap, agar bisa mencari sewa dan mengangkut hewan buas yang telah dibunuh oleh pemburu untuk dijual ke kota.”
“Baiklah, terserah kepada Kakak Wangai saja, aku hanya mendengar saja apapun keputusan dari Kakak Wangai, aku akan setuju.”
“Ayaaahh....!!!”
Tampak Thian Yuan atau sekarang kita menyebutnya Wu Yuan baru saja keluar dari kamarnya karena terbangun oleh suara percakapan Wangai dan istrinya.
Wu Yuan langsung melompat di pelukan ayahnya, dan Wangai segera memeluknya dan menggendongnya serta menciumnya dengan penuh kasih sayang.
“Kenapa kamu bangun Nak? Tidurlah lagi, nanti sore baru Ayah akan mengajakmu bermain.”
“Ayah... Ayah mau ke mana? Aku ikut ya?”
Terdengar suara manja dan sedikit cadel dari mulut Wu Yuan kecil yang ingin ikut dengan ayahnya.
“Ayah mau pergi kerja Sayang, kamu temani Mama kamu saja ya? Kasihan Mama tidak ada temannya di rumah.”
“Iya benar Nak? Kamu temani Mama saja ya Sayang? Apa kamu tidak kasihan sama Mama yang sendirian di rumah?”
Wu Yuan yang masih berumur lima tahun menatap ibunya dan akhirnya mengangguk mendengarkan kata-kata ibunya.
“Iya Ma? Aku di rumah saja temani Mama, Ayah cepat pulang ya?”
“Iya Sayang?”
Kembali Wangai mencium anaknya dengan penuh kasih sayang, lalu meletakannya di bawah, karena Wu Yuan sudah bisa berjalan dengan sangat lancar.
Wu Yuan juga sama seperti anak-anak pada umumnya, hanya saja dia memiliki kulit yang lebih bersih dan putih. Wajahnya sudah tampak tampan dengan alis berbentuk golok dan rahang yang sedikit terlihat keras.
Dia selalu berada di dalam rumah, karena dia belum layak untuk bermain di luar rumah menurut orang tuanya. Apalagi di kampung terpencil seperti tempat tinggal mereka, terkadang masih ada hewan buas yang berkeliaran.
Akhirnya Wu Yuan hanya bisa pasrah tinggal di rumah bersama ibunya, Wu Yuan ini sangat pintar dan juga sangat patuh terhadap orang tuanya.
Setelah menenangkan Wu Yuan, Wu Wangai pun berpamitan kepada istri dan anaknya untuk pergi ke kota mencari mobil pikap.
Wu Wangai yang telah memegang uang yang telah diberikan oleh istrinya dengan penuh harapan pergi ke kota yang sedikit lebih besar daripada kota kabupaten, yaitu dia pergi ke kota yang setingkat dengan kota madya.
Dengan menumpang beberapa kali ke mobil truk pengangkut barang, Wu Wangai tiba di kota pada sore hari.
Wu Wangai mencari penginapan murah dan juga mencari informasi mengenai mobil pikap incarannya.
Keesokan harinya, setelah sarapan pagi, Wu Wangai membeli koran harian di kota tersebut dan membaca informasi tentang penjualan mobil. Pagi setelah sarapan, Wu Wangai mencoba mendatangi beberapa showroom mobil bekas, hingga sore harinya, akhirnya Wu Wangai berhasil membeli sebuah mobil pikap yang sesuai menurutnya dan juga gampang perawatan.
Sore itu juga Wu Wangai membawa pulang mobil tersebut, biarpun mobil yang dibelinya berwarna hitam dan tampak jelek di luar, namun mesinnya sangat bagus. Lagi pula dia membelinya dengan harga dua puluh ribu Yuan saja, karena pemilik sebelumnya sudah menawarkan mobilnya sudah sangat lama, namun tidak ada yang mau membelinya karena penampilan mobil tersebut tampak jelek catnya.
“Dengan beberapa ratus Yuan, aku bisa membuat mobil ini menjadi tampak bagus, aku akan membawa mobil ini ke bengkel cat, untuk memperbaiki cat mobil ini kalau sudah memiliki waktu.”
Wu Wangai bergumam ketika sedang membawa mobilnya pulang, sesampainya di rumahnya, waktu telah menunjukkan tengah malam.
Tu Meilan membukakan pintu untuk suaminya dengan segera.
“Kak Wangai, apakah kamu telah berhasil membeli sebuah mobil yang kamu inginkan?”
“Ya, aku telah membelinya, Lan’er, apakah masih ada sayur masak dan nasi, aku sedikit lapar, apakah Yuan’er sudah tidur?”
“Sayur dan nasi masih ada, aku panasi dulu, Kakak mandilah terlebih dahulu, aku akan menyiapkan air panas untuk Kakak, Yuan’er masih tidur dan dia mencari mu semalam, untung saja dia tidak rewel.”