Kembali ke masa lalu, adalah sesuatu yang mustahil bagi Nara.
Tapi demi memenuhi keinginan terakhir sang putri, ia rela melakukan apapun bahkan jika harus berurusan kembali dengan keluarga Nalendra.
Naraya bersimpuh di hadapan Tama dengan deraian air mata. Ia memohon padanya untuk menemui putrinya dan membiarkan sang putri melihatnya setidaknya sekali dalam seumur hidup.
"Saya mohon temui Amara! Jika anda tidak ingin menemuinya sebagai putri anda, setidaknya berikan belas kasihan anda pada gadis mungil yang bertahan hidup dari leukimia"
"Sudah lebih dari lima menit, silakan anda keluar dari ruangan saya!"
Nara tertegun begitu mendengar ucapan Tama. Ia mendongak menatap suaminya dengan sorot tak percaya.
****
Amara, gadis berusia enam tahun yang sangat ingin bertemu dengan sang ayah.
Akankah kerinduannya tak tergapai di ujung usianya? Ataukah dia akan sembuh dari sakit dan berkumpul dengan keluarga yang lengkap?
Amara Stevani Nalendra
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Andreane, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menjadi suami istri
Dua minggu setelah mendapat restu sang ayah, Tama dan Nara pun melakukan pernikahan sederhana di kediaman orang tua Nara.
Dari pihak Tama, hanya di hadiri oleh pak Idris dan Aldi sebab Rania menolak untuk menghadiri pernikahan sang anak yang baginya adalah sebuah pernikahan bencana.
Meskipun sederhana, namun Nara dan Tama tetap berpenampilan layaknya pengantin pada umumnya.
Dan meskipun sederhana pula, ada gurat bahagia yang jelas terlukis di wajah keduanya. Apalagi saat kata sah keluar dari mulut para hadirin yang menandakan bahwa mereka sudah menjadi pasangan suami istri. Senyum mereka semakin merekah seolah ini adalah satu-satunya hal yang paling membahagiakan dalam hidup mereka.
Usai melakukan Ijab Qobul yang hanya di hadiri oleh keluarga, Tama memboyong Nara untuk tinggal di apartemennya.
Tak ada bulan madu di antara mereka. Karena selain untuk menghargai sang bunda yang hingga detik ini belum merestui hubungannya, Tama dan Nara juga di sibukkan oleh pekerjaan di kantor masing-masing.
Tiba saatnya melalui malam pengantin, Nara yang sudah membersihkan diri terlebih dulu, kini duduk di atas ranjang dengan pakaian khas malam pertama. Pakaian transparan yang membuat para pria menyukainya.
Tangan Nara memegang sebuah pil kontrasepsi dan menimbang-nimbang apakah dia harus meminumnya. Pandangannya terus tertunduk sembari menatap lekat-lekat pil itu. Bahkan ia tak menyadari jika Tama sudah lebih dari sepuluh detik keluar dari kamar mandi.
"Na? Pil apa yang kamu pegang?"
"Eh mas, ini_" ucapnya ragu. Sementara Tama mengangkat satu alisnya. "Ini pil kontrasepsi mas"
"Maksudnya?"
"Boleh kita menunda momongan?" tanya Nara hati-hati. Kepalanya sedikit terdongak agar bisa bertemu pandang dengan Tama.
"Menunda momongan?" Ulang Tama lengkap dengan reaksi terkejut. "Kenapa?" tanyanya sambil mendudukan diri di tepi ranjang menghadap Nara.
"Sampai bunda merestui kita"
"Kita tidak tahu kapan bunda merestui kita Na, tapi akan lebih baik, kita segera punya anak dan siapa tahu dengan hadirnya anak, bunda akan luluh"
Dalam hati, Nara membenarkan ucapan Tama.
"Tapi senyamanmu sayang, jika kamu belum ingin memiliki anak its ok, nevermind"
"Tapi mas tidak keberatan kan?"
"Tidak" jawab Tama seraya membelai pipi Nara.
Sekian detik kemudian, mereka hanyut dalam ciuman yang panjang dan memabukkan. Kebahagiaan mereka tak kunjung surut, bahkan sampai tiga hari berlalu setelah pernikahannya.
Senyum mereka sama-sama terulas lebar ketika satu pelepasan baru tercapai setelah melewati beberapa malam yang sulit.
Tama membenamkan wajah di dada Nara usai melepas dahaganya. Sementara Nara merangkulnya dengan sangat erat.
Ada rasa hangat dan nyaman saat Tama menempelkan salah satu sisi wajahnya di antara buah dada sang istri.
Selang beberapa detik, sebuah kecupan mendarat di kening Nara sebelum kemudian Tama merebahkan diri di sampingnya. Dengan cepat Nara pun melakukan pergerakan. Merapatkan tubuhnya ke tubuh Tama lalu memeluknya.
*****
Pagi yang indah dan sempurna.
Tama menghembuskan napas pelan, berjalan menuju meja makan dan menarik salah satu kursi.
Duduk sembari menatap punggung Nara yang tengah memasak sarapan, tanpa sadar senyum Tama kembali merekah.
"Kamu aneh Na?" ucap Tama tiba-tiba, membuat Nara menoleh ke belakang.
"Kenapa?" tanya Nara mengernyit lalu kembali fokus dengan wajan di depannya.
"Kita nikah tapi besoknya kamu langsung kerja. Kamu tidak memberitahu temanmu kalau kamu sudah menikah?"
Terdengar suara api di padamkan, tangan Nara tampak meraih piring saji berukuran sedang yang sudah di siapkannya di sebelah kanan.
"Tidak, sampai aku siap memberitahu teman-temanku" ucapnya sambil menaruh hasil masakannya di atas meja lalu duduk di sebelah Tama.
Ia menyidukkan nasi untuk sang suami dan untuk dirinya sendiri.
"Mas nanti tidak usah mengantarku, aku akan naik taksi"
"Kenapa?" tanya Tama saat menyendokkan nasi di atas piring.
"Biar mas tidak terlalu repot"
"Ngantar istri sendiri kok repot, justru akan khawatir kalau kamu naik taksi"
"Tapi mas jadi terlambat ke kantor"
"Tidak masalah, aku bos disana"
"Justru karena mas bosnya, harus memberikan contoh yang baik pada karyawan"
"Dari pada kamu naik taksi, mending aku beli satu mobil dan cari sopir untuk antar jemput kamu"
"Kalau itu berlebihan mas" sahut Nara seraya menyuapkan suapan terakhir.
"Tidak untuk istri secantik kamu"
"Ish" desis Nara seraya mencubit bagian paha Tama lembut.
"Kita berangkat?" tanya Tama. Ia berdiri dengan tangan kiri memegang tas kantor.
"Ayo"
Tama meraih Tangan Nara, mereka berjalan sambil bergandengan tangan menuju lift. Ketika di lantai dasar, Tama dan Nara sama-sama menyapa security lengkap dengan seulas senyum.
"Nanti tidak usah di jemput" kata Nara sambil melepas seatbelt setibanya di tujuan.
"Pak Agus yang akan menjemputmu"
"Tidak perlu, aku bisa pulang sendiri"
"Kalau suamimu sudah memutuskan, jangan membantah"
"Aku cuma tidak mau merepotkan orang lain" sergah Nara seraya mengulurkan tangan, lalu mencium punggung tangan Tama. "Siapa tahu saja nanti bunda atau ayah membutuhkan pak Agus pas lagi jemput aku"
"Ok hari ini naik taksi, secepatnya aku cari mobil dan sopir untukmu. Kali ini kamu jangan membantah"
"Baiklah"
Mereka sama-sama mencondongkan badan dan saling memberikan kecup di bibir.
...Bersambung...
suka banget sama karya2mu..
semoga sehat selalu dan tetap semangat dalam berkarya.. 😘🥰😍🤩💪🏻