Aku terpaksa mengikuti permainan orang orang kaya dengan meminum satu botol wiski demi uang untuk operasi jantung adikku.
Siapa sangka setelah itu aku terbangun di pagi harinya sudah kehilangan kesucianku, dan yang lebih menyakitkan lagi, aku sama sekali tidak tahu siapa pria yang sudah menodaiku.
Dengan berlinang air mata, aku kabur dari hotel menuju rumah sakit. Aku menangis sejadi-jadinya untuk menghilangkan sesak di dadaku.
Aku Stevani Yunsu bukanlah wanita murahan. Apakah pria itu akan bertanggung jawab atas perbuatan malam itu?
Ikuti cerita novelku...🤗🤗🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon 💞💋😘M!$$ Y0U😘💋💞, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mimpi Buruk
Stevani menemui bu Yoyoh lagi. Ia merasa bersalah pada wanita paruh baya itu karena terus membuatnya kerepotan. Tapi hanya bu Yoyoh lah orang yang ia percayai.
"Bu Yoyoh, bagaimana ibu bisa membawanya ke rumah sakit?" tanya Stevani lalu duduk di samping bu Yoyoh.
"Ibu mendapat telepon dari neng Zaline. Ia bilang dadanya sakit. Tanpa pikir panjang bu Yoyoh ke kontrakan. Lalu membuka pintu dengan kunci cadangan yang neng Vani berikan. Bu Yoyoh terkejut saat menemukan neng Zaline sudah pingsan. Tanpa pikir panjang bu Yoyoh langsung membawanya ke rumah sakit. Ibu menghubungi neng Vani berkali-kali, tapi bu Yoyoh tahu neng Vani tak mungkin memegang ponsel saat bekerja. Lalu bu Yoyoh ingat neng Vani pernah memberi nomor klub. Bu Yoyoh menghubungi klub itu berkali-kali juga lalu akhirnya seorang pria mengangkatnya. Neng Vani, dokter bilang besok neng disuruh menemuinya. Neng, apa penyakit jantung neng Zaline semakin parah?" tanya bu Yoyoh.
Stevani menundukkan kepalanya dengan sedih lalu mengangguk. "Sebenarnya dokter spesialis jantung sudah memberi peringatan padaku bu. Zaline harus segera melakukan operasi. Tapi karena..."
"Bu Yoyoh mengerti neng. Bagaimana kalau ibu jual sawah di kampung untuk bantu neng?"
Stevani tertawa. "Aku mohon jangan lakukan itu bu, itu akan membuatku merasa bersalah seumur hidup. Aku akan mencari cara lain, aku yakin bisa melakukannya."
"Neng Vani, bu Yoyoh lilahita'ala mau bantu neng."
Stevani menggelengkan kepalanya. "Ibu menjaga Zaline saja sudah cukup bagiku. Tolong jangan lakukan hal seperti itu. Aku tidak akan pernah menerima uang ibu sepeserpun."
Bu Yoyoh menghela nafasnya. "Neng pulang saja, biar ibu jaga neng Zaline disini."
"Aku harus merepotkan ibu lagi, aku akan mengambil beberapa pakaian lalu segera kembali lagi kemari." ujar Stevani.
"Neng jangan khawatir, ibu tidak merasa direpotkan. Kalian itu sudah ibu anggap seperti anak ibu sendiri." jawab bu Yoyoh.
Seketika Stevani memeluk bu Yoyoh lalu menangis. Ia tak tahu harus seperti apalagi saat ini jika tidak ada bu Yoyoh. Bu Yoyoh mengusap punggung Stevani dengan lembut.
"Bagaimana jika bu Yoyoh tak ada, apa yang harus aku lakukan bu? Bagaimana aku menghadapi masalah ini sendirian. Aku takut kehilangan Zaline, aku takut terjadi sesuatu dengannya. Hanya Zaline yang bisa membuatku semangat hidup bu." ujar Stevani sambil terisak.
"Yakinlah jika neng Zaline akan sembuh neng. Bu Yoyoh akan selalu membantu kalian jadi jangan merasa sendirian lagi."
Stevani melepaskan pelukannya, lalu menghapus air matanya. "Aku harus kuat menghadapi semua ini, terima kasih banyak bu. Bu Yoyoh seorang ibu yang sangat baik untuk kami. Bu masuklah ke dalam, ibu bisa tidur di samping Zaline, disini sangat dingin bu." katanya sambil melepaskan jaketnya.
"Pakai saja neng, neng lebih butuh jaketnya."
Stevani menggelengkan kepalanya. "Biarkan saja, aku tak perduli penampilanku bu. Ibu harus memakai jaketnya nanti masuk angin. Aku akan segera kembali lagi kesini." ujarnya seraya meninggalkan bu Yoyoh tanpa menoleh lagi.
Stevani keluar dari rumah sakit, ternyata ojek langganannya sudah ia hubungi dan menunggunya disana.
*****
Zionel dan Alex sudah sampai di hotel. Zionel sedikit mabuk, ia dipapah oleh Alex masuk ke hotelnya. Alex perlahan membantu Zionel naik ke atas ranjangnya.
"Besok siang meeting kita tentang pengangkatan manager Lex." gumam Zionel.
"Iya pak, sudahlah jangan pikirkan pekerjaan lagi. Anda butuh istirahat." jawab Alex.
"Kau mulai membangkang Lex." kata Zionel tapi ia langsung tertidur.
Alex menggelengkan kepalanya lalu segera keluar dari kamar atasannya menuju kamarnya sendiri.
...*****...
"Bang Zio, lihatlah...! Aku menggambarnya sendiri. Bagaimana? Bagus kan?" tanya Haena.
"Kau berbakat nona kecil, apa cita citamu menjadi seorang pelukis?" tanya Zionel.
"No... no... aku ingin menjadi abang."
"Hah? Cita cita macam apa itu?"
Haena tertawa. "Karena abang sangat keren, aku ingin keren seperti abang."
"Kau beda sayang, kau seorang gadis."
"Apa bedanya? Aku bisa melakukan apapun seperti abang." jawab Haena keras kepala. "Ini untuk abang, ayo berangkat sekolah sekarang." sambungnya.
Zionel tersenyum lalu mengangguk, mereka berpamitan pada kedua orang tua mereka. Zionel pun mengantarkan adiknya ke sekolah. Saat sampai di sekolah, Haena mencium pipi Zionel lalu keluar dari mobilnya. Gadis kecil itu melambaikan tangannya pada Zionel sambil tersenyum.
"Abang... Tolong...!!!" Tiba tiba Zionel mendengar teriakan adiknya.
"Abang... Tolong aku... Abang..."
"Haena... Tunggu abang sayang, abang akan segera menolongmu. Haena... Haena... Haena..."
Seketika Zionel terbangun dari tidurnya membuat kepalanya sakit. Keringatnya mengucur deras, tubuhnya terasa basah penuh keringat. Lagi lagi ia bermimpi hal seperti itu. Sudah 5 tahun ia selalu memimpikan adiknya yang meminta tolong padanya.
Zionel mengumpat lalu turun dari ranjangnya, ia mengambil air putih lalu menenggaknya.
"Mengapa aku selalu bermimpi seperti itu? Sebenarnya apa yang terjadi padamu Haena. Jika kau kabur dari sekolah, mengapa dalam mimpiku kau selalu meminta tolong. Apa kau baik baik saja sekarang? Dimana kau sebenarnya sayang?" gumam Zionel.
Zionel memegang kepalanya yang terus berdenyut. "Minuman sialan, kau bahkan tidak bisa membantuku. Kau justru menyiksaku dengan sakit kepala ini." gumamnya lagi.
Zionel menatap jam dindingnya, lalu menyenderkan tubuhnya di sofa. Ia memejamkan matanya sejenak, entah bagaimana bisa wanita pelayan bar tadi tiba tiba muncul di pikirannya. Ia membuka matanya lalu kembali mengumpat.
"Mengapa wanita itu muncul di pikiranku? Apa aku sudah gila? Ini semua gara gara Alex, ia tanpa henti membicarakan wanita itu. Ya aku yakin karena itu hingga tiba tiba ia muncul di benakku."
Zionel beranjak dari tempat duduknya lalu mencari ponselnya. Ia tak akan membiarkan Alex tidur nyenyak karena ia sendiri tak bisa tidur saat ini. Ia menghubungi Alex berkali-kali dan akhirnya panggilan itu diangkat.
"Halo bos, anda baik baik saja kan. Aku baru saja tidur bos, tak bisakah anda membiarkanku tidur sebentar lagi. Ini masih jam tiga pagi." jawab Alex dengan suara malasnya.
"Ke kamarku sekarang." ujar Zionel.
"Apa yang anda butuhkan pak Zio, anda bisa menghubungi room service hotel. Aku tak kuat membuka mata ini."
"Kemarilah sekarang jika kau masih mau bekerja denganku." kata Zionel seraya menutup ponselnya.
Zionel tersenyum licik karena berhasil mengganggu asistennya. Sedangkan Alex berteriak sekeras-kerasnya di kamarnya karena kesal. Ia segera bangun lalu menuju kamar Zionel.
Suara ketukan pintu terdengar, Zionel segera membuka pintunya lalu menyeringai saat melihat Alex dengan wajah kesal ada di depan pintu.
"Ada apa pak? Astaga, tak bisakah anda memberiku waktu istirahat sebentar." ujar Alex.
"Jika bukan karena ulahmu, aku tidak akan mengganggumu Lex." jawab Zionel.
"Aku? Apa yang aku lakukan?" tanya Alex.
Keduanya duduk di sofa kamar tersebut.
"Aku tidak bisa tidur." jawab Zionel.
"Apa anda bermimpi buruk lagi?"
Zionel mengangguk. "Mimpi yang sama dan lebih parahnya lagi kali ini wanita itu datang di dalam pikiranku, jika bukan karena ulahmu lalu siapa lagi."
"Wanita itu? Siapa yang anda maksud pak Zio?"
"Kau terus terusan membicarakan wanita pelayan bar itu, tiba tiba ia muncul dipikiranku. Ini semua salahmu Lex." bentak Zionel.
Alex justru melepaskan tawanya, ia tak tahan melihat tingkah atasannya itu. Zionel mengerutkan keningnya, ia kesal melihat Alex yang sedang mengejeknya.
"Apa yang lucu?" tanya Zionel.
Alex menghentikan tawanya lalu menggelengkan kepalanya. "Hanya terasa aneh saja, ini pertama kalinya anda memikirkan seorang wanita."
"Sialan...! Aku sama sekali tidak memikirkannya Lex. Aku terbawa karena kau terus membicarakannya."
"Oke oke pak Zio, aku salah. Lalu apa yang ingin anda lakukan sekarang?"
"Temani aku sampai aku bisa tidur lagi." jawab Zionel.
"Ya Tuhan, aku bisa gila menghadapi atasan seperti ini." gumam Alex.
"Aku mendengarnya Lex, ingin aku pukul ya."
Alex kembali tertawa. "Apa aku perlu membacakan dongeng pengantar tidur?" ejeknya.
"Benar benar ingin ku pukul, pergi sana...!" usir Zionel.
"Mengusirku? Apa tidak salah?" tanya Alex.
"Aku sudah puas mengerjaimu, jadi silahkan keluar dari kamarku." jawab Zionel.
Tentu saja Alex mengumpat berkali-kali, kali ini Zionel lah yang tertawa. Dengan kesal Alex akhirnya meninggalkan kamar Zionel lagi.
*****
To Be Continue...
Happy Reading All...😘😘😘