Seorang pemuda berusia 25 tahun, harus turun gunung setelah kepergian sang guru. Dia adalah adi saputra.. sosok oemuda yang memiliki masa lalu yang kelam, di tinggalkan oleh kedua orang tuanya ketika dirinya masih berusia lima tahun.
20 tahun yang lalu terjadi pembantaian oleh sekelompok orang tak di kenal yang menewaskan kedua orang tuanya berikut seluruh keluarga dari mendiang sang ibu menjadi korban.
Untung saja, adi yang saat itu masih berusia lima tahun di selamatkan okeh sosok misterius merawatnya dengan baik dari kecil hingga ia berusia 25 tahun. sosok misterius itu adalah guru sekaligus kakek bagi Adi saputra mengajarkan banyak hal termasuk keahliah medis dan menjadi kultivator dari jaman kuno.
lalu apa tujuan adi saputra turun gunung?
Jelasnya sebelum gurunya meninggal dunia, dia berpesan padanya untuk mencari jalan hidupnya sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sarif Hidayat, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15 di hadang
Di sebuah jalanan sepi, terdapat juga bangunan-bangunan terbengkalai penuh dengan coretan-coretan khas anak jalanan di setiap tembok bangunan itu. Saat Sedawa dan Maudy baru saja keluar dari kawasan Metro, mereka melewati jalanan itu dan tiba-tiba saja muncul lima pria yang merupakan suruhan Tuan Muda Yosen.
"Ka-kalian...?" Maudy terkejut melihat lima orang pria di rumah makan tadi ternyata telah mengikutinya.
"Gadis cantik, kita bertemu lagi. Bagaimana, apakah kamu terkejut?" ucap salah satu dari mereka.
"Ap-apa yang ingin kalian lakukan?" Maudy tidak menyangka jika orang-orang ini akan mengikutinya. Sepertinya masalah di rumah makan tadi tidak sesederhana itu.
"Menurutmu, apa yang ingin kami lakukan?" jawab salah satu dari mereka.
"Kalian..." Tanpa sadar Maudy langsung bersembunyi di belakang Sedawa dan berkata lirih, "Rayan, bisakah kamu...?"
"Tenanglah, mereka hanya orang-orang bodoh yang sedang menjilat tuan mudanya," kata rayan, membuat Maudy sedikit lega. Akhirnya pemuda ini mau membantunya.
"Bocah, sebaiknya kamu jangan ikut campur. Kami tidak mau menyakitimu, jadi sebaiknya kamu biarkan saja kami membawa temanmu itu. Setelah tuan muda kami merasa puas, kami pasti akan mengembalikannya padamu," kata mereka pada rayan yang hanya diam menatap mereka tanpa ekspresi.
"Aku tidak berharap kalian begitu bodoh. Awalnya aku tidak begitu memedulikan kalian karena telah menggangguku sebelumnya, tapi karena kalian sepertinya belum pernah dipukuli oleh seseorang, mungkin hari ini aku akan sedikit memukuli kalian agar ke depannya tidak menjadi bodoh lagi dalam bertindak," ujar rayan, membuat kelima pria itu langsung tertawa lepas. Meskipun mereka bukan seorang ahli bela diri, tetapi mereka semua sudah biasa memukuli seseorang seperti pemuda di hadapan mereka saat ini.
"Nak, aku tidak tahu keberanian apa yang membuatmu bisa berkata seperti itu, tapi sayangnya ucapanmu membuat kami terpaksa harus memukulmu terlebih dahulu."
Usai berkata, dua orang kemudian melangkah maju mendekati rayan.
"Nak, bagaimana kalau kami beri kamu satu kesempatan? Biarkan kami membawa gadis itu, dan kamu bisa pergi dengan tenang," kata salah satu dari pria itu.
Namun, jawaban dari rayan membuat mereka langsung naik pitam.
"Kalian hanya sampah yang suka menjilat seseorang. Lebih baik majulah bersamaan karena aku tidak memiliki banyak waktu."
"Bagus, bagus... kamu adalah pemuda pertama yang kami temui yang begitu sombong. Kalau begitu, jangan salahkan kami karena bersikap kejam."
Dua orang pria itu langsung menyerang Sedawa dari dua arah. Sedangkan rayan sendiri tampak acuh tak acuh melihatnya, membuat kedua pria itu merasa pemuda itu telah bersikap semakin sombong karena tak kunjung bergerak.
Wus! Wus!
Hembusan angin dari tinju kedua pria itu mengarah ke arah wajah rayan, hingga detik berikutnya ekspresi wajah mereka langsung berubah, karena tiba-tiba saja mereka merasakan sesuatu bertenaga besar menghantam perut mereka.
Bugh! Bugh!
"Ugh.... pftttt..."
Darah segar menyembur keluar dari mulut mereka berdua sebelum akhirnya terlempar beberapa meter, dan langsung tak sadarkan diri.
"Ckck... terlalu lemah," lirih rayan menggelengkan kepalanya.
"Ka-kau? Kau seorang ahli bela diri?" Tiga orang yang tersisa sampai membulatkan kedua bola matanya saking terkejut dengan apa yang baru saja mereka lihat. Kedua rekan mereka terlempar begitu saja hanya dengan satu tendangan dari pemuda itu. Jelas sekali mereka telah salah menilai pemuda ini. Dan satu hal yang terlintas di benak mereka, pemuda ini ternyata seorang ahli bela diri, karena hanya seorang ahli bela diri yang mampu melumpuhkan orang biasa seperti mereka dalam satu serangan.
"Sudah kukatakan, lebih baik kalian menyerang secara bersamaan. Sekarang kemarilah, jangan sampai aku sendiri yang menyerang kalian terlebih dahulu," kata rayan, membuat ketiga pria itu saling memandang. Jelas sekali mereka menyadari kenapa pemuda ini berkata begitu sombong.
"I-ini, bung, se-sepertinya ini hanyalah kesalahpahaman. Sebelumnya kami memang bertindak terlalu semena-mena. Bagaimana kalau kamu memaafkan kami, dan melupakan masalah ini?" kata salah satu dari mereka.
"Benar, Kamu adalah seorang ahli bela diri, dan setahuku para ahli bela diri memiliki peraturan tersendiri untuk tidak menyakiti orang biasa seperti kami," timpal yang lainnya.
Rayan mengerutkan keningnya mendengar peraturan yang mereka sebutkan. Meski dirinya bukan seorang ahli bela diri, tetapi bukan berarti para ahli bela diri juga akan diam saja jika orang biasa itu adalah penjahat.
"Cukup masuk akal, hanya saja kalian bukanlah orang biasa pada umumnya, kalian termasuk penjahat yang berencana untuk menculik seorang gadis. Jadi, apakah menurut kalian tidak ada hukum untuk orang-orang seperti kalian? Lagipula, aku juga bukan seorang ahli bela diri, jadi peraturan itu tidak berlaku padaku."
Rayan langsung bergerak dengan cepat, sudah berada di hadapan mereka.
"Ka-kau... apa yang ingin kau...?"
Plak! Plak! Plak!
Rayan langsung menampar mereka satu per satu hingga membuat darah keluar dengan beberapa gigi mereka ikut rontok. rayan hanya menggunakan sepuluh persen dari kekuatan fisiknya, jadi mereka bertiga tidak sampai kehilangan kesadaran.
"Ke depannya, bersikaplah dengan baik layaknya orang biasa," ujar rayan kemudian mengajak Maudy meninggalkan mereka. Pun sepanjang jalan Maudy terus memandangi punggung pria itu dengan penuh kekaguman.
"Aku akan pergi mencari toko perhiasan, kamu tidak perlu mengikutiku lagi," ucap rayan pada gadis itu.
"Aku... Mm, bi-bisakah aku terus mengikutimu?" Entah apa yang Maudy pikirkan, yang jelas ia merasa mengikuti pemuda ini lebih baik daripada harus berjalan tanpa tujuan.
Sedawa langsung menghentikan langkahnya. Ia menyipitkan matanya menatap gadis itu.
"A-aku, aku sebenarnya kabur dari rumah, dan aku tidak tahu harus ke mana," Maudy akhirnya mengatakannya. Ia berharap pemuda ini tidak keberatan ia mengikutinya.
Mendengar apa yang Maudy katakan, Sedawa semakin menyipitkan matanya menatap gadis itu. Ia akhirnya mengerti kenapa gadis ini tidak mau memberi tahu alamat rumahnya saat ia hendak mengantarkannya.
"Kenapa...?" rayan ingin tahu apa alasan gadis ini melarikan diri dari rumah.
"Itu...?" Maudy menundukkan kepalanya dan mulai menceritakan tentang masalah keluarganya yang memiliki utang sebesar 100juta rupiah kepada seorang bandar judi, dan ia dipaksa menikah dengan seorang kenalan ayahnya yang merupakan bos di salah satu perusahaan. Dengan begitu, bos itu akan membayarkan utang ayahnya berikut memberikan Rp100 juta sebagai imbalan jika Maudy bersedia menikah dengannya.
Mendengar penjelasan dari gadis itu, rayan pun merasa sedikit iba. Ia tidak menyangka gadis ini ternyata mengalami hal semacam itu. Sedawa juga merasa heran mengapa ada orang tua begitu kejam kepada putrinya sendiri, karena dari penjelasan Maudy, sama saja orang tuanya ingin menukarkan putri mereka dengan uang.
"Baiklah, kamu boleh mengikutiku," ujar rayan, membuat Maudy langsung mengangkat kepalanya menatap rayan dengan mata berbinar.
"Benarkah?" tanyanya memastikan.
"Ya, tetapi mulai sekarang kamu harus memanggilku Kakak. Kebetulan aku tidak memiliki saudara, jadi anggap saja kamu beruntung karena menjadi adikku," ucap rayan, langsung melanjutkan langkahnya.
"Tap-tapi...?" Maudy agak terkejut mendengarnya. Bagaimana mungkin pemuda ini ingin menganggapnya sebagai saudara, bahkan mereka baru saja saling mengenal malam tadi. Tetapi Maudy agak penasaran saat pemuda ini berkata tidak memiliki saudara. Ia berpikir, apakah pemuda ini anak tunggal sama seperti dirinya?
"Sampai kapan kamu berdiam diri di sana?" Seruan rayan menyadarkan Maudy dari pikirannya. Ia melihat pemuda itu sudah berjalan jauh.
"Eh, Kak, tu-tunggu! Kenapa kamu suka sekali meninggalkanku?" Maudy agak belum terbiasa memanggil pemuda itu dengan panggilan Kakak, meski selama ini ia memang selalu memanggil seseorang yang lebih tua darinya dengan sebutan Kakak, tapi entah kenapa ia agak kurang nyaman memanggil pemuda itu dengan sebutan Kakak.
"Kak, apakah itu berarti kamu menganggapku sebagai saudari perempuanmu ?" tanya Maudy setelah menyusul pemuda itu.
"Tergantung apakah kamu akan merepotkanku atau tidak," jawab rayan.
"Kamu...!" Maudy mendengus tetapi tidak bertanya lagi hingga mereka tak terasa berjalan kaki sudah sekitar 1 jam lebih.
"Kak, bagaimana kalau kita memesan sebuah taksi saja? Aku-aku merasa kakiku sudah mulai kram jika terus berjalan kaki," lirih Maudy. Ia tidak mengerti kenapa pemuda ini suka sekali berjalan kaki walau banyak kendaraan berlalu-lalang.
"Kalau begitu, kamu yang memesannya," ujar rayan menghentikan langkahnya. Sebenarnya ia bisa saja menggunakan keahlian meringankan tubuhnya, tetapi ia tidak boleh sembarang menggunakan kemampuannya.
"Oh, oke." Maudy tidak tahu saja kalau rayan tidak mengerti bagaimana cara memesan sebuah kendaraan seperti yang Maudy katakan.
Sementara itu, di jalanan sepi...
"Akhh... sakit sekali rahangku! Bajingan itu bahkan membuat tiga gigiku copot!"
"Aku bahkan rasanya tidak akan bisa makan selama beberapa hari."
"Sial! Sebaiknya kita segera kembali dan meminta Tuan Muda untuk membalas pemuda itu!"
Setelah kepergian rayan dan Maudy, para pria itu menyimpan dendam dan berencana akan meminta pada Tuan Muda Yosen agar membalaskan dendam mereka.