Aizha Adreena Hayva harus bertarung dengan hidupnya bahkan sebelum ia cukup dewasa, berhenti sekolah, mencari pekerjaan dan merawat adiknya karena orantuanya meninggal di malam yang sunyi dan tenang, bahkan ia tak menyadari apapun. bertahun-tahun sejak kejadian itu, tak ada hal apapun yang bisa dia jadikan jawaban atas meninggalnya mereka. ditengah hidupnya yang melelahkan dan patah hatinya karena sang pacar selingkuh, ia terlibat dalam one night stand. pertemuan dengan pria asing itu membawanya pada jawaban yang ia cari-cari namun tidak menjadi akhir yang ia inginkan.
selamat menikmati kehidupan berat Aizha!!
(karya comeback setelah sekian lama, please dont copy my story!)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nurul Fhadillah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 27
Hari ini Aizha pergi mengambil raport Nuka di sekolahnya, ia tidak datang sendiri melainkan datang bersama Caiden yang menawarkan diri untuk menemaninya tadi pagi. Setelah sesi pembagian raport dan beberapa patah kata yang disampaikan wali kelas 1 itu, mereka semua bubar dan sudah boleh pulang. Hasil belajar Nuka lumayan memuaskan, dia memang bukan yang terpintar di kelasnya namun hasilnya cukup memuaskan, tak begitu buruk.
Saat mereka hendak pulang, Nuka meminta pada Aizha untuk memberinya izin bermain di rumah Anne karena gadis kecil itu sudah mendapatkan izin kedua orang tua temannya itu, lagian nanti malam kedua orangtua Anne akan pergi keluar kota untuk pekerjaan dan temannya itu pasti hanya akan tinggal bersama pengasuhnya, tukang kebun, dan para satpam dirumahnya, Nuka khawatir dia akan merasa kesepian.
Awalnya Aizha ragu untuk mengizinkan, ada sedikit trauma dalam dirinya, seolah semua orang menjadi jahat dan akan menyakiti mereka, terutama adiknya. Namun setelah cukup lama Anne dan Nuka mencoba untuk meyakinkan dirinya dan Caiden juga mengatakan tak apa-apa, mereka pasti akan baik-baik saja dengan orang-orang kepercayaan orangtua Anne, akhirnya Aizha menyerah dan membolehkan Nuka bersama Anne.
Kedua gadis mungil itu melompat-lompat kegirangan dengan senyuman lebar, sambil bergandeng tangan mereka berlari bersama ke arah orangtua Anne yang berdiri di dekat mobil mereka tak begitu jauh dari mereka.
“jangan khawatir, aku akan mengabari kakak” Nuka melambaikan satu tangannya yang bebas pada Aizha dan Caiden sebentar. Akhir-akhir ini Nuka memang memiliki handphone hanya untuk jika gadis kecil itu pergi ke luar rumah, handphone dengan GPS yang akan selalu terhubung dengan handphone Aizha jadi sang kakak akan tau dimana keberadaan adiknya setiap saat.
“Jadi mungkin kita bisa merencanakan makan malam romantis” kata Caiden bahkan tanpa berpaling pada Aizha karena fokus keluar dari area parkir yang sempit, Aizha hanya tersenyum sekilas untuk menanggapi.
Karena rencana makan malam romantis itu, kini di jam 3 siang, Aizha dan Caiden sudah berada di dapur dengan berbagai jenis bahan makanan. Mereka berencana untuk memasak pasta, tortilla, dan churros sebagai dessert, cukup menyenangkan untuk menu makan malam romantis dirumah. Mereka memasak sambil sesekali bercanda, Caiden tak ingin memasak terlalu serius, dia lebih suka jika melihat ada senyuman di wajah Aizha bahkan jika itu untuk hal-hal kecil yang remeh seperti tanpa sengaja ia menjatuhkan keju ke air panas yang seharusnya untuk merebus pasta, atau jika itu hanya saat tepung-tepung menjadi berantakan dan memenuhi wajah mereka seperti bedak pada bayi.
Menyenangkan sekali melakukan hal-hal seperti ini seolah mereka sudah menjadi keluarga yang utuh, keluarga yang sebenarnya, seolah mereka sudah lama sekali menikah, perasaan itu membuat hati Caiden menghangat. Butuh waktu lebih lama dari yang seharusnya untuk menyiapkan ketiga menu itu karena mereka bermain-main. Setelah semua masakan jadi, mereka menyusunnya dengan begitu apik di meja makan, tak lupa juga bunga matahari di vas yang diletakan di tengah meja, beberapa kelopak bunga mawar berwarna kuning dan lilin-lilin aromatik telah siap di meja makan itu. Caiden menyuruh Aizha kembali ke kamarnya untuk bersiap-siap, bersiap-siap dengan benar seolah mereka akan makan di restoran mewah di tengah kota dan Caiden juga kembali ke kamarnya untuk melakukan hal yang sama.
Daripada pergi ke restoran paling mewah sekalipun dan memesan ruangan VIP yang hanya ada mereka berdua, bukankah lebih romantis untuk melakukannya dirumah sendiri dengan masakan yang dibuat sendiri?! Setiap detail yang dibuat sendiri terasa lebih berarti, setidaknya bagi Caiden dan Aizha. Aizha memang membutuhkan waktu lebih lama bersiap-siap, dia memilih memakai gaun tanpa lengan berwarna hijau sage dengan beberapa detail pernak-pernik kecil-kecil di bagian dadanya dan belahan panjang di sisi kirinya, simple namun elegan, high heels putih melekat di kaki jenjangnya, rambutnya ia ikat tinggi diatas kepalanya, beberapa aksesoris simple yang menambah keeleganan itu, walaupun hanya di ruang makan kecil di apartemen Caiden, Aizha tetap berdandan dengan baik seolah ini merupakan acara yang begitu penting untuknya.
Saat keluar dari kamar, ia mendapati Caiden dalam balutan jas hitam dengan kemeja putih di dalamnya, rambut pria itu juga ditata dengan rapi, beda seperti ia yang biasanya. Pria itu tengah mengatur musik di pemutar vinil, uh betapa klasiknya itu saat ia memiliki speaker yang terhubung dengan bluetooth.
“cukup terasa romantis kan?!” kata Caiden dengan terkekeh ringan sambil meraih tangan Aizha dan mulai mengajaknya berdansa.
“hahaha yah menarik” balas Aizha namun mereka terus bergerak mengikuti irama musik klasik yang terus mengalir memenuhi mereka.
Tatapan mereka terus terkunci satu sama lain saat tubuh mereka bergerak seirama kiri kanan, Aizha tak ingat apa ia pernah melakukan hal semacam ini dan ia sedikit kaget mendapati ia tak membuat kesalahan apapun entah dengan menginjak kaki Caiden atau mengincak gaunnya sendiri. Setelah musik itu berhenti, dansa yang mereka lakukan juga ikut berhenti. Caiden mengajak Aizha untuk makan, menarik kursi untuk gadis itu dan memastikannya duduk dengan nyaman lalu dirinya duduk tepat di depan Aizha.
Mereka makan tanpa bersuara, hanya ada suara dentingan sendok dengan piring, mereka juga punya whine di gelas masing-masing. Setelah makanan habis di piring masing-masing dan setelah mereka selesai mencicipi churros yang mereka buat sendiri, kini mereka duduk bersebelahan di balkon kamar Aizha sambil menikmati whine. Malam itu cuaca cerah, mereka bisa melihat bulan dengan jelas dan bahkan ada beberapa bintang yang tampak cukup bersinar, sesekali angin malam datang menyapa mereka, menyapu wajah mereka dengan ringan.
Ada banyak hal yang mereka bicarakan, dari hal-hal kecil dan lama kelamaan pembicaraan itu menjadi lebih berat seiring dengan botol-botol whine itu yang mulai kosong secara perlahan. Sepertinya Aizha sudah mulai mabuk dengan hanya beberapa gelas saja, toleransi alkoholnya memang agak lemah, sedangkan Caiden masih sadar total, walaupun begitu Caiden tetap mendengarkan kalimat-kalimat ngelantur Aizha dengan baik.
“kau tau aku begitu membenci mereka, para sialan itu benar-benar menjijikan, benci sekali sampai-sampai saat aku membunuh mereka aku tak merasa jijik lagi dan hanya tertawa seolah seperti aku bisa menyelesaikan soal matematika yang tak pernah bisa ku selesaikan, lucu sekali kan, lucu betapa mereka sangat menjijikan” kata Aizha panjang lebar dengan berbagai ekspresi, kepalanya sedikit berayun kedepan dan kebelakang.
“eum mereka sangat menjijikan memang” Caiden mengiyakan dengan anggukan pelan.
“tapi… kupikir aku sangat dingin, aku dingin dan… jangan pergi, tolong jangan pergi ya… hanya kamu yang gak menjijikan, semua orang menjijikan kecuali kamu, dan ah ya aku lupa… anak-anak di kecualikan” kini Aizha berbicara banyak sambil bergerak lebih dekat pada Caiden dan kemudian mendudukan dirinya di pangkuan Caiden.
Pria itu dengan sigap memeluk tubuh kecil Aizha yang lebih kurus dari sebelum kejadian penculikan itu terjadi, memeluknya dengan erat dan bahkan mengusap kepala Aizha lembut, mengecup sekilas keningnya.
“syukurlah aku tidak menjijikan” Caiden terkekeh pelan.
“eum” Aizha hanya bergumam lalu menyosor bibir Caiden, kedua bibir mereka hampir bertabrak dengan keras karena Aizha begitu tidak stabil, namun untungnya Caiden bisa menahan kepala Aizha sehingga itu bisa menjadi ciuman lembut yang manis tanpa benturan kuat hingga dapat menciptakan luka apapun yang tentunya tak mereka inginkan.
Aizha menjadi lebih agresif, ciumannya menjadi lebih terkesan memaksa dan tak sabaran, tangannya mulai merayap mencoba masuk ke dalam kemeja Caiden, dengan cepat pria itu menghentikan Aizha karena ia pasti tak akan kuat menahannya jika terus berlanjut.
“no girl, I can’t, aku gak bisa ambil kesempatan saat kamu mabuk, kamu belum siap” kata Caiden dengan sedikit erangan.
“no, I’m not drunk!!” Aizha menampik dengan suara melengking, dirinya sendiri bahkan sampai kaget mendengar suaranya sendiri.
“I’m not drunk” Aizha mengulang dengan suara bisikan pelan, mencoba untuk meyakinkan bahwa dia sadar 100%.
“ya you drunk!” Caiden mengangkat tubuh Aizha yang masih duduk di pangkuannya dan membawa gadis itu masuk ke dalam kamarnya, membaringkan tubuh Aizha dengan perlahan di atas ranjang gadis itu.
“kamu tidur aja ya biar gak makin pusing, oke”
“Kubilang aku kedinginan Caiden kamu gak ngerti ya?! Jangan pergi aku kedinginan, kamu gak sayang aku kah?” namun Aizha tak ingin melepaskan Caiden, dia terus menarik-narik lengan kemeja Caiden sambil merengek. Ahhh orang mabuk memang sangat merepotkan.
“okey okey I’ll here and just *hug* you” Caiden menekankan kata hug nya untuk meyakinkan entah Aizha atau dirinya sendiri, dia tak ingin jika ia melakukan apapun pada Aizha dan besok pagi saat ia sadar trauma gadis itu kembali dan dia akan membenci dirinya sendiri dan juga Caiden, dia tak ingin menjadi begitu rumit dan mendapat masalah setelah makan malam romantis.
terimakasih, sukses sll di dunia maya dan dunia nyata nya ya 🤗😍
apakah pekerjaan ayah nya Aizha 🤔
setuju Den,, semoga tinggal manis nya, pahitnya sdh selesai
.tetap manis seperti ini
betul2 akhir yg maniis
turut berbahagia untukmu Aizha semoga yg tersisa tinggal bahagia sj ya Zha