Aluna gadis yatim piatu berusia 21 tahun, menjalani hidupnya dengan damai sebagai karyawan toko buku. Namun hidupnya berubah setelah suatu malam saat hujan deras, ia tanpa sengaja menyaksikan sesuatu yang tidak seharusnya. Di sebuah gang kecil ia melihat sosok pria berpakaian serba hitam bernama Darren seorang CEO berusia 35 tahun yang telah melenyapkan seorang pengkhianat. Bukannya melenyapkan Aluna yang menjadi saksi kekejiannya, Darren justru membiarkannya hidup bahkan mengantarnya pulang.
Tatapan penuh ketakutan Aluna dibalik mata polos yang jernih menyalakan api obsesi dalam diri Darren, baginya sejak malam itu Aluna adalah miliknya. Tak ada yang boleh menyentuh dan menyakitinya. Darren tak ragu melenyapkan semua yang pernah menyakiti Aluna, entah itu saat sekarang ataupun dari masa lalunya.
Ketika Aluna perlahan menyadari siapa Darren, akankah ia lari atau terjatuh dalam pesona gelap Darren ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mantan Perawat, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab.3
©Hadiah Misterius & Panggilan Tak Biasa ©
Pagi masih berselimut embun, udara dingin menyisakan sisa hujan semalam. Aluna baru saja terbangun dari tidurnya yang singkat,hanya satu jam. Lingkaran hitam di bawah matanya terlihat jelas saat ia bercermin di kamar kosnya yang sederhana. Dengan lemas, ia menghela napas dan segera masuk ke kamar mandi.
Air dingin mengguyur tubuhnya, membuatnya kembali sadar bahwa apa yang ia lihat semalam bukanlah mimpi. Ia seharusnya tidak hidup sekarang, tapi pria bertopeng itu membiarkannya pergi. Kenapa?
Aluna buru-buru menyelesaikan mandinya. Ia mengeringkan tubuhnya, mengenakan pakaian kasual, lalu mengepang dua rambutnya seperti biasa. Setelah memastikan semuanya siap, ia meraih ransel kecilnya dan keluar dari kamar.
Baru saja melangkah keluar pintu kos, sesuatu membuat kakinya tersandung.
"Eh?" Aluna terhuyung sedikit, lalu menunduk. Di depan pintunya, ada sebuah kotak hitam elegan dengan pita merah.
Jantungnya berdetak lebih cepat. Dengan ragu, ia berjongkok dan menyentuh kotak itu, namun sebelum sempat membukanya, suara seseorang mengejutkannya.
"Luna? Kamu pegang apa?"
Aluna menoleh dan melihat Reta, tetangganya di kos, berdiri di ambang pintu dengan alis berkerut.
"Aku... nggak tahu,kak." Aluna menggeleng. "Tiba-tiba ada di sini."
Reta melangkah lebih dekat, memperhatikan ekspresi Aluna yang tampak pucat. "Luna, kamu nggak apa-apa? Matamu bengkak banget, kamu kurang tidur?"
Jantung Aluna hampir melompat keluar. Tidak mungkin ia mengatakan yang sebenarnya. Bahwa ia tidak bisa tidur semalaman karena menjadi saksi pembunuhan di gang sempit.
"Semalam... aku nggak bisa tidur karena kangen orangtua," dustanya dengan suara lirih.
Reta mengelus pundak Aluna dengan lembut. "Aku ngerti... Tapi, coba buka kotaknya deh, siapa tahu ada sesuatu yang penting."
Aluna menggigit bibirnya, lalu dengan tangan gemetar, ia membuka kotak itu. Begitu melihat isinya, matanya melebar.
Sepasang sneakers limited edition yang harganya pasti sangat mahal. Di dalam kotak, ada secarik kertas dengan tulisan tangan rapi:
"Happy birthday, my baby chubby. Aluna."
Aluna membeku.
Reta menepuk lengannya dengan heboh. "Wah! Ini pasti dari pengagum rahasia! Luna, siapa yang biasanya manggil kamu 'baby chubby'?"
Aluna menggeleng cepat. "Nggak ada! Nggak pernah ada yang panggil aku begitu!"
"Lalu siapa yang ngasih ini?" Reta mengamati sepatunya. "Dan kenapa baru sekarang? Ultah kamu udah lewat kemarin, kan?"
Aluna tidak menjawab. Ada perasaan aneh yang menjalar di tubuhnya. Siapa yang mengirim ini? Kenapa ada panggilan yang begitu... personal?
Ia menutup kotak itu buru-buru, lalu membawanya masuk ke dalam kamar dan meletakkannya di atas meja. Entah kenapa, ia tidak ingin membawanya keluar. Setelah mengunci kamar, ia berpamitan pada Reta dan segera berangkat kerja.
© Toko Buku Bukit Pelangi©
Aluna berjalan lebih cepat dari biasanya. Ia memilih rute yang lebih ramai, menghindari gang tempat kejadian semalam.Lima belas menit kemudian,begitu tiba di Toko Buku Bukit Pelangi, ia langsung menuju meja kasir, meletakkan tasnya, dan menguap kecil.
"Aluna?"
Ia menoleh dan melihat Fino, salah satu temannya, berdiri dengan tatapan khawatir.
"Kamu nggak apa-apa? Mukamu pucat banget."
"Aku nggak papa,kak Fino. Cuma kurang tidur aja," jawab Aluna buru-buru. "Semalam aku telat tidur karena kangen orangtua dan nunggu hujan reda."
Fino menghela napas dan mengambil sekotak susu dari tasnya. "Kalau gitu minum ini dulu, biar nggak lemas."
Aluna tersenyum tipis, meski hatinya masih dicekam ketakutan. Ia menerima susu itu dengan ragu, lalu berterima kasih. Dari pojok rak buku, Yasmin,rekan kerja lainnya memandang mereka dengan tatapan kurang suka.
" Manja banget sih,sok lugu.Pura-pura lemas biar diperhatiin,kenapa juga si Fino terus-terusan perhatian ke Luna.?
Tiba-tiba, suasana toko buku terasa semakin berat bagi Aluna.
©Seberang Jalan : Pengintaian Dalam Diam©
Di seberang jalan, sebuah mobil hitam terparkir.Sejak awal,mobil itu sudah mengawasi Aluna.Di dalamnya, seorang pria berpakaian hitam meraih ponselnya dan menekan nomor seseorang. Panggilan langsung tersambung.
"Bos," suara pria itu datar. "Gadis itu sudah menerima hadiahnya, tapi dia tidak memakainya. Sekarang dia ada di toko buku tempatnya bekerja."
Dari seberang telepon, terdengar suara dalam dan dingin. "Awasi terus. Jangan biarkan siapa pun mendekatinya dan laporkan apapun yang dia lakukan,semuanya."
"Baik, bos."
Panggilan berakhir.
Hernan, pria berpakaian hitam itu, menoleh ke rekannya, Arga, yang duduk di sebelahnya. "Bos kita benar-benar serius dengan gadis ini. Padahal dia bisa langsung..."
"Ikuti saja perintahnya kalau kamu masih mau hidup," potong Arga cepat.
Hernan mengangguk, meski masih ada kebingungan di wajahnya.
© Arvan Corporation : Darren Arvanindra ©
Di tempat lain, di dalam sebuah ruangan luas dan megah, seorang pria sedang duduk di kursinya.
Ia memandangi sebuah foto Aluna yang ia cetak semalam. Dengan perlahan, ia mendekatkan foto itu ke wajahnya, seolah mencoba menghirup aroma gadis dalam gambar tersebut. Senyum kecil yang dingin tersungging di bibirnya.
"My baby chubby... milikku."
Pria itu memutar kursinya, terus menatap foto Aluna berwajah manis dengan pipi chubby yang menggemaskan hingga matanya nyaris tak berkedip.Matanya yang dingin dan tajam berkilat penuh obsesi.
Darren, CEO berusia 35 tahun,ia lagi-lagi kembali mendekatkan foto itu ke wajahnya dan menghirup aroma kertasnya seolah itu adalah wujud nyata Aluna.
Ia memutar kursinya perlahan, matanya masih terpaku pada foto itu.
Tak lama, ketukan di pintu terdengar.
"Masuk."
Seorang sekretaris wanita masuk dan memberi hormat. "Pak Darren, meeting akan dimulai satu jam lagi."
Darren mengangguk pelan. "Jangan biarkan siapa pun masuk ke ruangan ini sampai meeting dimulai."
"Baik, Pak."
Begitu pintu tertutup, Darren menyalakan laptopnya dan membuka folder berisi kumpulan foto Aluna.
Tangannya menyentuh layar, menelusuri wajah gadis itu dengan ekspresi yang sulit ditebak. Senyum mengerikan muncul di sudut bibirnya.
"Aluna,kau sekarang milikku. Dan tak ada seorang pun yang bisa mengambil mu dariku.My baby chubby,kau hanya milik Darren seorang," bisiknya dalam hati.
© Ruang Meeting Perusahaan : Rencana Darren ©
Pukul sepuluh pagi. Darren duduk di ruang meeting dengan ekspresi datar, meski pikirannya tidak sepenuhnya ada di ruangan itu. Dia hanya sesekali menyela ketika salah satu direktur melakukan kesalahan dalam presentasinya. Klien di depannya menyodorkan proposal kerja sama, tapi Darren hanya menatapnya sekilas sebelum pikirannya kembali melayang,bukan ke bisnis, melainkan ke seorang gadis kecil berpipi chubby yang terus mengisi kepalanya sejak semalam.
Aluna Prameswari
Sudut bibir Darren terangkat samar, membuat klien di depannya merasa ragu.
"Apakah ada yang perlu diperbaiki, Tuan Darren?" tanya klien dengan suara hati-hati.
Darren menatapnya tajam, lalu berkata dingin,
"Aku akan meninjau dulu."
Meeting berakhir dalam tiga puluh menit. Para direktur dan klien meninggalkan ruangan, tapi Darren tetap duduk. Dia mengeluarkan ponselnya dan melihat sebuah pesan masuk dari Hernan.
Sebuah video terlampir.
Darren memutarnya. Mata tajamnya menyipit saat melihat Aluna tertimpa tangga di toko buku. Pelipis gadis itu berdarah.
Matanya berubah gelap saat dia mengulang video itu, dan kali ini, dia menangkap sesuatu. Itu bukan kecelakaan,seseorang dengan sengaja menyenggol tangga itu. Beberapa detik kemudian, pesan lain masuk.
Hernan:
"Tangga tidak jatuh sendiri. Teman kerja nona Aluna,Yasmin yang melakukannya. Dia tidak senang dengan Aluna."
Darren menatap foto yang dikirimkan Hernan. Seorang gadis dengan ekspresi angkuh dan penuh kebencian terhadap Aluna.
Terlalu berani.
Rahangnya mengeras. Tangannya mengetik pesan cepat.
Darren: "Tunggu perintahku."
Darren kemudian keluar dari ruang meeting menuju ruang kerja pribadinya setelah mengirimkan pesan balasan pada Hernan pengawalnya.
© Seberang Jalan Toko Buku : Pengintaian Hernan & Arga.
Di seberang jalan toko buku, Hernan dan Arga saling bertukar pandang.
"Apa yang akan bos lakukan pada Yasmin?" tanya Arga sambil tetap memperhatikan Aluna dari dalam mobil hitam mereka.
Hernan menghela napas. "Tidak usah dibayangkan. Yang jelas, Yasmin sudah masuk dalam daftar hitam bos. Dan kita tahu artinya apa.Bos tidak pernah membiarkan siapapun menyentuh apa yang sudah dia anggap menjadi miliknya."
©Di Dalam Toko Buku©
Aluna duduk di kursi kasir sementara Fino membersihkan luka di pelipisnya dengan lembut.
"Sakit?" tanya Fino.
Aluna menggeleng pelan. "Tidak terlalu. Terima kasih, Kak Fino."
Fino tersenyum kecil. "Hati-hati lain kali, ya?"
Aluna mengangguk, tapi pikirannya masih gelisah. Dia kembali teringat kejadian semalam yang membuatnya tak bisa tidur,pria bertopeng yang seharusnya membunuhnya tapi malah melepaskannya.
Kenapa?
Yasmin, yang berdiri sambil bersandar di rak buku, tiba-tiba mencibir. "Sok cari perhatian. Sok manja. Padahal luka kecil begitu juga bisa diobati sendiri."
Aluna hanya diam.
Fino mendengus kesal. "Kalau kamu tidak bisa bersikap baik, lebih baik diam saja, Yasmin."
Aluna buru-buru menyela,tak ingin suasana jadi runyam, "Aku nggak apa-apa, Kak Fino. Serius."
Yasmin hanya mendengus, lalu menatap Aluna sinis.
Belum sempat percakapan mereka berlanjut, seorang kurir masuk ke dalam toko.
"Permisi, siapa yang bernama Nona Aluna Prameswari ?"
Fino menunjuk Aluna. "Dia."
Aluna menatap kurir itu dengan perasaan bingung.
"Ini ada kiriman untuk Anda." Kurir menyerahkan sebuah paper bag.
Aluna tertegun. "Tapi saya tidak pesan apa-apa."
"Nama penerima Aluna Prameswari, alamatnya juga cocok," kata kurir itu sopan.
Aluna semakin bingung. "Siapa yang mengirimnya?"
"Tidak ada nama pengirim, Nona."
Aluna akhirnya menerima kiriman itu dengan ragu dan menandatangani tanda terima. Setelah kurir pergi, dia membuka paper bag itu.
Di dalamnya ada kotak makanan dengan tampilan mewah. Bersama makanan itu, ada selembar kertas bertulisan:
"Makanlah dan habiskan, my baby chubby, Aluna."
Aluna menegang. Jantungnya berdetak lebih cepat.Aluna membeku. Matanya melebar saat mengingat hadiah sepatu mewah yang diterimanya pagi tadi. Hadiah yang juga dilengkapi dengan pesan serupa.
"My baby chubby?" gumam Fino penuh curiga "Siapa yang memanggilmu begitu?"
Aluna menggeleng. "Aku tidak tahu…"
Fino menatap makanan itu curiga. "Kalau kamu tidak yakin, jangan dimakan.Takutnya ada apa-apa,kamu juga tidak tau kan,siapa pengirimnya."
Yasmin, yang sejak tadi memperhatikan, tiba-tiba merebut kotak makanan itu dari tangan Aluna. "Kalau Aluna nggak mau, aku saja yang makan."
"Yasmin,suka banget ambil jatah orang !" seru Fino.
Yasmin membuka kotaknya dan mulai makan dengan santai. "Halah, dasar sok jual mahal," katanya dengan mulut penuh makanan.
Fino hanya menghela napas, kesal. Dia kemudian mengambil dua kotak makanan dari tasnya. "Ayo, Luna, makan yang ini saja. Aku sudah siapkan dari rumah."
Aluna tersenyum kecil dan menerima kotak makanan dari Fino.
© Di Seberang Jalan ©
Di dalam mobil, Hernan dan Arga masih memantau.
"Kau lihat itu?" Hernan terkekeh. "Yasmin makan makanan yang bos kirim untuk nona Aluna."
Arga menatapnya ragu. "Kira-kira apa yang akan dilakukan bos?"
Hernan mengirimkan foto Yasmin yang sedang menikmati makanan yang seharusnya untuk Aluna ke Darren.
©Ruang Kerja Darren : Rencana Pembalasan Untuk Yasmin©
Darren membuka pesan yang baru masuk. Foto Aluna. Foto Yasmin yang merebut makanan yang ia kirimkan untuk Aluna.
Rahangnya mengeras, ekspresinya menggelap.
Seseorang telah mengambil sesuatu yang ia berikan kepada miliknya.
Ia menatap layar ponselnya dengan tatapan dingin. Kemudian, senyum kecil namun berbahaya tersungging di bibirnya.
Perlahan, tawa kecil yang mengerikan keluar dari bibirnya.
"Berani sekali dia mengambil sesuatu yang menjadi milik Aluna…" gumamnya dingin.
Jari-jarinya mengetik pesan cepat kepada Hernan.
"Kita mulai dengan peringatan kecil. Pastikan dia tidak bisa seenaknya mengambil sesuatu yang bukan miliknya lagi."
Darren menyandarkan tubuhnya ke kursi.
Wajahnya berubah menjadi ekspresi obsesif yang menakutkan.
"Aluna itu milikku. Dan tidak ada seorang pun yang boleh menyentuhnya…"
Tersenyum tipis, Darren kembali menatap layar laptopnya yang masih menampilkan foto-foto Aluna,gadis yang menjadi pusat obsesinya.
Hari ini, Yasmin telah melakukan kesalahan besar.Dan Darren tidak akan membiarkan itu begitu saja.