NovelToon NovelToon
Menjemput Cahaya

Menjemput Cahaya

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Spiritual
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: Lianali

SPESIAL RAMADHAN

Sekuel dari cerita Jual Diri Demi Keluarga.

Setelah melewati masa kelam yang penuh luka, Santi memutuskan untuk meninggalkan hidup lamanya dan mencari jalan menuju ketenangan. Pesantren menjadi tempat persinggahannya, tempat di mana ia berharap bisa kembali kepada Tuhannya.

Diperjalanan hijrahnya, ia menemukan pasangan hidupnya. Seorang pria yang ia harapkan mampu membimbingnya, ternyata Allah hadirkan sebagai penghapus dosanya di masa lalu.



**"Menjemput Cahaya"** adalah kisah tentang perjalanan batin, pengampunan, dan pencarian cahaya hidup. Mampukah Santi menemukan kedamaian yang selama ini ia cari? Dan siapa pria yang menjadi jodohnya? Dan mengapa pria itu sebagai penghapus dosanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lianali, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 11_Pertemuan Tak Terduga di Koridor Pesantren

Langit sore mengguratkan warna jingga keemasan di cakrawala, berpadu dengan hembusan angin yang membawa aroma tanah basah setelah diguyur hujan siang tadi.

Suasana pesantren mulai mereda; para santri bergegas menuju aula untuk mengikuti pembelajaran sore atau kembali ke asrama setelah menyelesaikan tugas harian mereka.

Santi melangkah cepat di koridor yang agak sepi. Rok panjangnya sedikit berkibar saat ia mempercepat langkah, sesekali mengusap keringat yang mulai muncul di pelipis. Ia seharusnya sudah berada di dapur untuk membantu persiapan makan malam, tapi ia terlalu larut dalam pekerjaannya mencuci pakaiannya hingga tak sadar waktu berlalu begitu cepat.

Ketika berbelok di sudut koridor, langkahnya tiba-tiba terhenti.

Bruk!

Tubuhnya menabrak seseorang dengan cukup keras, membuatnya hampir terjatuh. Napasnya tercekat, jantungnya berdetak lebih cepat saat ia mendongak dan melihat siapa yang berdiri di hadapannya.

Adam.

Tatapan mereka bertemu dalam hening.

Santi merasakan udara di sekitarnya mendadak terasa lebih berat. Mata Adam gelap dan dalam, seperti menyimpan sesuatu yang sulit ditebak. Ada ketenangan dalam caranya berdiri, tapi di saat yang sama, ada ketegasan yang tak bisa diabaikan.

"Saya... saya minta maaf," ucap Santi akhirnya, suaranya nyaris bergetar.

Adam tidak langsung menjawab. Sorot matanya turun sesaat ke ujung jilbab Santi yang sedikit berantakan karena benturan tadi, lalu kembali menatap wajahnya.

"Hati-hati lain kali," katanya singkat, suaranya terdengar datar, tapi juga berat.

Santi buru-buru menunduk, "i-iya, Ustadz."

Ia hendak bergegas pergi, namun sesuatu dalam dirinya membuatnya tetap berdiri di tempat. Ada sesuatu yang tiba-tiba melintas dalam benaknya—sesuatu yang hampir ia lupakan.

Tasbih.

Tasbih milik Adam.

Yang dulu ia temukan di dalam Bus Kota. Tasbih kayu berwarna coklat tua, dengan ukiran kecil di setiap butirannya. Ia bermaksud mengembalikannya, tapi setiap kali melihat Adam dari kejauhan, ia selalu mengurungkan niat. Entah kenapa.

Santi meremas ujung jilbabnya, ragu. Haruskah ia mengatakan sesuatu sekarang?

Namun, sebelum ia sempat membuka mulut, Adam sudah lebih dulu melangkah pergi.

Sejenak, Santi hanya bisa menatap punggungnya.

Langkah Adam tegap dan tenang. Adam terus berjalan lurus di koridor, tidak menoleh ke belakang, meskipun ia tahu Santi masih berdiri di sana. Menatap dirinya.

Namun, Adam tidak boleh berhenti.

Ia menarik napas panjang, berusaha menenangkan pikirannya yang tiba-tiba terasa sedikit kacau.

Perasaan ini… bukanlah sesuatu yang seharusnya ia hiraukan.

Di pesantren ini, ia bukan santri biasa. Ia adalah keponakan Kiai Nasir. Sosok yang diam-diam diamati oleh banyak orang. Setiap gerak-geriknya bisa menjadi perbincangan.

Jika ia berhenti dan berbicara lebih lama dengan Santi… apa yang akan dikatakan orang-orang?

Ia harus menjaga marwah pesantren ini.

Jadi, meskipun ada dorongan dalam hatinya untuk sekadar menanyakan apakah Santi baik-baik saja setelah tabrakan tadi, ia memilih diam.

Menjaga jarak adalah pilihan terbaik. Apalagi koridor ini sepi, ia tidak mau menimbulkan fitnah di lingkungan pesantren.

Adam mempercepat langkahnya.

Santi akhirnya melangkah pergi setelah Adam menghilang di tikungan koridor.

Hatinya masih terasa tak karuan.

Seharusnya ia menyerahkan tasbih itu tadi. Seharusnya ia memanggil Adam sebelum ia pergi. Tapi entah kenapa, lidahnya terasa kelu. Ia merasa malu, sekaligus merasa tidak setara untuk berbicara langsung dengan Adam.

Adam adalah keponakan Kiyai Nasir, pemilik pesantren ini, sedangkan dia hanyalah penumpang gratisan di sini. Ia juga masih ingat jelas dengan pesan Fatimah saat pertama kali ia datang ke sini, yaitu jangan macem macem dan tidak boleh mengecewakan kepercayaan Kiyai Nasir dan Bu Nyai Halimah kepada dirinya.

Jadi, dengan lari kecil ia pergi menuju dapur umum.

Sesampainya di dapur, Santi berusaha mengalihkan pikirannya dengan mencuci sayuran dan membantu memasak, tapi pikirannya terus melayang kembali ke kejadian tadi.

Ia tak bisa melupakan tatapan mata Adam.

Tatapan yang dingin, tapi juga menyimpan sesuatu yang sulit dijelaskan.

Tasbih itu masih ada di dalam lemari kecil di kamarnya.

Sementara itu, Adam sudah pergi ke Aula, hari ini ada pembelajaran membuat kerajinan tangan. Jadi, Kiyai Nasir memerintahkan Adam untuk mendampingi dan memantau pembelajaran itu.

"Assalamualaikum," ucapnya saat hendak memasuki pintu aula.

"Wa'alaikumusslam," para santri dan guru yang mengajar hari ini menyahut bersamaan.

"Bisa saya masuk, Ustadzah?" tanya nya.

"Ya, silahkan Ustadz," jawab Ustadzah yang bernama Aisyah itu, ia sudah lama mengabdi dipondok pesantren ini, sejak ia masih gadis hinggalah sekarang ia sudah menikah dan memiliki anak.

"Saya di tugaskan oleh Kiyai, untuk mengecek anak-anak, tidak apa apa kan Ustadzah?" tanya Fahri dengan sopan, meminta ijin, meskipun ia tahu kalau Ustadzah Aisyah pasti sudah tahu maksud kedatangannya saat ini.

"Ya, silahkan saja Ustadz," ujar Ustadzah Aisyah dengan lembut.

Adam pun tersenyum, kemudian berjalan menyusuri meja demi meja, memperhatikan para santri dan santriwati yang tengah membuat kerajinan tangan. Kali ini para santriwati membuat tas dari tali rajut, dan para pria membuat miniatur masjid dari stik es krim.

Adam mengamati bagaimana para santri laki-laki sibuk menempelkan stik demi stik dengan lem kayu. Beberapa di antara mereka terlihat kesulitan menyusun dinding miniatur agar tegak lurus, sementara yang lain fokus mengukir detail seperti jendela dan pintu.

Ia berhenti di salah satu meja tempat seorang santri bernama Farhan tengah berusaha menempelkan menara masjid kecil di bagian samping. Namun, menara itu terus saja miring, membuat Farhan mengerutkan kening.

"Butuh bantuan?" tanya Adam sambil tersenyum.

Farhan mengangkat wajahnya, "iya, Kak. Ini susah banget biar berdiri tegak."

Adam mengambil stik es krim dan menelitinya, "coba pakai dua stik untuk menopangnya dari belakang, lalu kasih lem sedikit lebih banyak di bagian bawahnya."

Farhan mengangguk dan mencoba saran Adam. Setelah beberapa saat, menara kecil itu akhirnya bisa berdiri tegak. Senyum puas terukir di wajahnya.

Sementara itu, di sisi lain aula, para santriwati juga tampak serius menganyam tali rajut untuk membuat tas. Beberapa dari mereka sudah mulai membentuk pola, sementara yang lain masih berjuang menyesuaikan tarikan tali agar tidak terlalu longgar atau terlalu kencang.

Adam kembali melanjutkan langkahnya, memastikan semua berjalan dengan baik. Sesekali ia memberikan saran atau membantu santri yang mengalami kesulitan. Kiyai Nasir memang memilihnya untuk mendampingi kelas ini bukan tanpa alasan—Adam memiliki ketelitian dan kesabaran dalam membimbing, sesuatu yang sangat dihargai di pesantren ini.

Saat sedang memperhatikan salah satu kelompok santri, tiba-tiba terdengar suara tawa kecil dari meja santriwati. Adam menoleh dan melihat seorang santriwati bernama Viona yang tampak salah mengikat simpul tali rajutnya, membuat bagian tas yang seharusnya berbentuk rapi malah terlihat kusut.

"Astaghfirullah, kenapa jadi kayak sarang burung?" keluh Viona, membuat teman-temannya tertawa.

Adam tersenyum dan menghampiri mereka, "jangan khawatir, coba lihat ini," katanya sambil mengambil salah satu benang dan menunjukkan cara mengikat simpul yang benar.

Dengan telaten, Adam membantu Viona membetulkan anyamannya. Setelah beberapa saat, pola tas itu kembali rapi. Viona menghela napas lega.

"Terima kasih, Ustadz!" katanya dengan semangat.

"Sama-sama. Yang penting jangan menyerah, semua butuh latihan," jawab Adam sambil tersenyum.

Pembelajaran terus berlangsung dengan suasana yang semakin hidup. Aula dipenuhi suara obrolan, tawa, dan bunyi stik es krim yang saling beradu.

Sedangkan Adam berbincang dengan Ustadzah Aisyah mengenai perkembangan anak-anak dalam membuat kerajinan, dan bertanya apakah sudah ada kerajinan yang berhasil dipasarkan.

1
Susi Akbarini
kalao suka halalin aja..
jgn asal nyosor..
bahaya donk..
kan udah jadi ustad..
😀😀😀❤❤❤❤❤
Susi Akbarini
sayang di pesantren gak ada cctv..

myngkin saja ada yg lihat mereka lagi ambil vairan pel atau saat nuang di lantai..
❤❤❤❤❤
Susi Akbarini
kalo suka ama santi..
halalin aja.

😀😀😀❤❤❤❤
Susi Akbarini
adam terciduk..
😀😀😀❤❤❤❤❤
Diana Dwiari
bakal ketahuan ga ya.....
Lianali
cerita yang penuh makna.
Susi Akbarini
Adam ..
dingin..
menghanyutkan..

❤❤❤❤❤❤😉
Susi Akbarini
sebagai mantan penikmat wanita.

pasti Adam.paham Santi punya daya tarik pemikat..

mudah2an..
Adam.mau halalin Santi lebih dulu...
❤❤❤❤❤
Susi Akbarini
oalah..
mudah2an karena sama2 pendosa..
jadi sama2 mau neryonat dan menyayangi..
❤❤❤❤❤
Susi Akbarini
tatapan Adam seperti menginginkan Santi..
Santi jadi gak kuat..
😀😀😀❤😉❤
Susi Akbarini
mungkin Adam ada rasa ama Santi.

atau jgn2 Dam pernah tau Santi sblm mereka ktmu di bus.

mungkinkah hanya Adam yg tulus mau nikahi Santi..
mengingat ibu Adam kan udah meninggal.. .
jadi gak ada yg ngelarang seperti ibu Fahri..
❤❤❤❤❤❤
Diana Dwiari
ada yang panas nih.....
Diana Dwiari
ah.....jangan2 Ros adalah gadis yg diinginkan fahri
0v¥
kenapa klo fahri ama santi, kenapa umi nya fahri tidak setuju, jgn karena masa lalunya santi kelam, semua dimata Allah sama klo benar 2 mau tobat di jalan Allah,
Susi Akbarini
duuhhhhh....
jadi penasarannn...
siapa akhirnya jodoh Santi..
❤❤❤❤❤❤
Susi Akbarini
waduuuhhhh..
saingan terberat Santi datang..
😀😀❤❤❤❤
Susi Akbarini
berasa nonton film ayat2 cinta..
😀😀😀❤❤❤❤
Susi Akbarini
Adam
Susi Akbarini
mungkinkah mereka berjodoh???
❤❤❤❤❤
Susi Akbarini
bukan orang baik yg bagaimna?
jadi penasarannn..
❤❤❤❤❤❤
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!