Aprita Narumi Pramaisyuri adalah gadis tunggal yang hidupnya sebatang kara semenjak ayah satu-satunya meninggal karena sebuah ledakan. sementara ibunya meninggalkan dia sejak ia lahir demi laki-laki lain.
kini dia hidup bersama paman dari keluarga ayahnya.
Pamannya sendiri sudah dianggap seperti ayah sendiri, namun siapa sangka justru pamannyalah yang tau semua penyebab kehidupannya hancur, termasuk kematian ayahnya. namun dia rahasiakan semuanya demi kebaikan Aprita,
hingga waktu dan usia Aprita sudah cukup untuk menerima semua kenyataan itu.
dalam perjalanan hidupnya mencari jati diri dan penyebab kematian ayahnya, Aprita bertemu dengan sosok Reyn. laki-laki yang secara kebetulan selalu menolongnya disaat dia menghadapi kesulitan. kehadiran Reyn membuat warna baru di hidup Aprita, hingga Aprita berhasil menemukan sosok penyebab kematian ayahnya.
siapakah sosok itu sebenarnya? dan bagaimana kisah cinta Aprita dengan Reyn ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Willsky, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Persiapan
" Hey ... My beloved. Stop crying. Jangan menangis lagi." ucap Reyn sembari mengusap air mata Aprita.
Aprita tidak menyadari air mata menetes di pipinya. Reyn begitu perhatian padanya. Untuk sementara ini Aprita merasakan tenang sesaat. Tiba-tiba perutnya keroncongan, terdengar begitu jelas. Karena sedari dia pulang kerja hingga saat ini belum makan malam.
Kruyuk kruyuk ...
Reyn mendengar suara itu dan langsung memahaminya.
" Apa anak kita lapar?" tanya Reyn sambil mengelus perut Aprita.
Aprita hanya menganggukan kepala.
" Baiklah, Ayah akan membelikanmu makanan kesukaan mama kamu. Kamu mau makan apa?" tanya Reyn.
Melihat Reyn bersikap manis seperti itu dan menyebut dirinya sebagai ayah rasanya hatinya meleleh. Ada perasaan yang begitu mendalam ketika menatap wajah Reyn. Tapi Aprita segera menepiskan perasaan itu.
" Terserah." jawab Aprita datar.
Reyn hanya menghela nafasnya.
" Baiklah, tunggu disini ya, aku akan keluar membelikan makanan untukmu." ucap Reyn.
Reyn berdiri lalu mengambil kunci motor dan memakai jaketnya. Setelah keluar kamar, barulah Aprita bisa bernafas lega.
" Hufhh ... Akhirnya aku bisa bebas bergumam sesuka hatiku. Kalau aku bergumam didepan dia, pasti dia akan tahu isi pikiranku." ucap Aprita.
" Aku masih tidak percaya dengan ini semua? Aku hamil? Astaga ... Ya Tuhan ... Paman budhe, maafin aku, aku tidak bisa menjaga diriku dengan baik, maafkan aku yang sudah mengecewakanmu, kak zeevan ... Maafkan aku." ucap Aprita.
Dia kembali tersedu dan menangis di kamar sendirian.
" Ini akibat dari perbuatan Reyn. Ini adalah kesalahan dia, jadi tentu saja dia harus bertanggung jawab. Tapi, dia bilang dia mencintaiku ... apa benar dia tulus padaku? Rasanya tidak mungkin ... Bagaimana bisa dia secepat itu mencintaiku padahal dia mempunyai banyak wanita cantik disisinya? Sebenarnya apa yang dia incar? Apa benar dia memang ingin anak dari ku?" gumamnya lagi.
Aprita menebak-nebak apa sebenarnya tujuan Reyn dan kenapa Reyn bisa mencintainya dalam waktu kurang lebih dua bulan ini. Apa memang sebenarnya dari awal dia sudah merencanakannya. Aprita semakin bingung dan pusing, perutnya semakin keroncongan.
Jadi, sedari tadi Aprita hanya berpura-pura tenang agar Reyn bisa mengungkapkan alasannya. Tapi ternyata yang Aprita dengar hanyalah karena Reyn memang ingin menikahinya sebab dia mencintai Aprita. Akan tetapi Aprita meragukan perasaan cintanya Reyn, terlebih Reyn adalah pria asing. Dia tidak tahu bibit, bebet dan bobot dari sosok Reyn. Dia bahkan belum jelas siapa Reyn sebenarnya. Yang masih dia ingat bahwa Reyn adalah seorang mafia.
Tapi entah kenapa Aprita merasa Reyn tidak seperti seorang mafia, dari caranya dia memperlakukannya. Biasanya seorang mafia itu kejam dan sadis. Namun, perhatian-perhatian kecil yang Reyn berikan sebenarnya Aprita sudah mengetahuinya, namun ia berpikir bahwa itu semua Reyn lalukan karena dia merasa bersalah saja, bukan karena inisiatif sendiri.
" Jadi sekarang ... Aku akan menikah dengannya? Pria asing yang tidak aku kenali secara baik-baik, yang bahkan sudah merenggut paksa kehormatanku ini sampai aku hamil? Apa benar ini takdirku ? Kenapa berat sekali cobaan hidupku ya Tuhan ... " gerutu Aprita.
Sambil mengusap-usap perutnya dan merasakan ada yang bergerak dirahimnya.
" Apa aku harus menceraikannya setelah bayi ini lahir ? Tapi ... " pikir Aprita.
" Tapi, apa bisa aku cerai dari pria itu?" ucapnya meragukan diri sendiri.
" Jika yang diinginkan pria itu adalah anak ini, seharusnya dia bisa menceraikanku setelah anak ini lahir. Dengan begitu aku bisa lepas dari dia." ucapnya dengan sangat yakin.
Tak selang berapa menit Reyn kembali muncul dari balik pintu ruangan. Aprita segera membenarkan posisi duduknya dan kembali memasang wajah datar yang sendu.
Ada dua bingkisan plastik yang berisi makanan.
" Hello my beloved, aku belikan kamu makanan kesukaan kamu. Seblak dan nasi padang." ucap Reyn.
Lalu Reyn membuka bungkus makanan itu dan menyuapi ke mulut Apirta.
" Nggak perlu disuapin Reyn. Aku bisa sendiri!" ucap Aprita.
" Tolong, kamu duduk manis saja. Biar aku yang menyuapimu." ucap Reyn memaksa.
" Dasar tukang paksa!" celetuk Aprita.
" Hey, aku bisa dengar." ucap Reyn.
Apritapun hanya bisa menuruti perkataan Reyn. mereka berdua lalu makan bersama, begitu telaten Reyn menyuapi sendok demi sendok ke mulut Aprita. Sesekali Reyn mengelap bibir Aprita yang cemong karena kuah rendang. Aprita merasa sangat diperlakukan dengan baik.
Dia merasa Reyn ini benar-benar tulus mencintainya, tapi Aprita tidak mau mengakui hal itu. Dia tidak ingin terjebak dalam perhatiannya. Dia masih ingat betapa kasarnya dia saat malam pertama di apartemen, dan itu membuat dirinya jijik.
Setelah selesai makan, Reyn mengambilkan segelas minuman dan meminumkannya ke mulut Aprita. Aprita hanya duduk diam dan melihati Reyn kesana kemari sibuk mengurus dirinya. Aprita tersenyum kecil, rasanya menenangkan tetapi juga menyakitkan.
" Gimana udah kenyang? Apa mau nambah lagi?" tanya Reyn.
" Enggak, udah cukup. Sekarang kamu yang makan Reyn, kamu belum makan kan?" ucap Aprita.
Reyn tersenyum.
" Tumben perhatian?" ucap Reyn.
Reyn lalu membuka bungkusan makanan satunya lagi dan memakannya. Aprita hanya memandanginya saja.
Setelah selesai makan, Aprita mulai menanyakan soal ucapan Reyn sebelumnya.
" Reyn, apa benar kamu akan menikahi ku?" tanya Aprita.
" Iya, tentu saja!" jawab Reyn sembari memainkan ponsel.
" Tiga minggu lagi, kita akan segera menikah." ucap Reyn.
" Hah? Tiga minggu? Bukankah itu terlalu cepat? Aku belum meminta restu ke kak zeevan, ke orang tua ku, maksudku ke paman sama budhe ku, lalu bagaimana pekerjaanku?" tanya Aprita.
" Besok, kalau kamu sudah bisa pulang, aku akan mengantarmu ke rumah paman sama budhe, lalu Zeevan ... biar aku yang mengurusnya." kata Reyn.
" Enggak, kak Zeevan urusanku juga. biar aku yang meminta restunya sendiri." ucap Aprita.
" Aku harus ikut!" ucap Reyn lagi.
" Sekarang kamu adalah tanggung jawabku. Jadi semuanya dibawah kendaliku." ucap Reyn.
" Hiss ... Apa-apaan pria ini ..." ucap Aprita dalam hatinya.
" Jangan membantah !" kata Reyn.
Dia lalu melanjutkan aktivitasnya dengan ponselnya. Sepertinya sedang sibuk atau mungkin ada urusan tertentu.
" Reyn ... kenapa kamu begitu ingin menikahiku? Bukannya mudah saja jika kamu ingin meninggalkanku, tidak masalah. banyak wanita cantik mengejarmu. aku bisa menggugurkan kandunganku." ucap Aprita enteng.
Reyn menghentikan aktivitasnya dan menatap tajam ke mata Aprita lalu menghampirinya. Menarik dagu Aprita dan mendekatkan wajahnya.
" Jangan pernah berpikiran seperti itu lagi ! Bukannya tadi sudah ku bilang, kalau aku mencintaimu !" ucap Reyn
Sepertinya Reyn kembali ke setelan awal, menjadi pria dingin dan kasar. Karena perlakuannya tadi sebelum makan sangatlah lembut dan penuh perhatian. Kenapa sekarang tiba-tiba berubah menjadi pria brengsek lagi.
Aprita hanya terdiam dan melepaskan genggaman Reyn.
" Sekarang beristirahatlah. Aku akan menjagamu disini." ucap Reyn.
Tiba-tiba Reyn mendekatkan bibirnya dan mengecup bibir Aprita dengan lembut, lalu mengecup kening Aprita bergantian.
Cup ...
Aprita hanya terdiam dan memejamkan matanya merasakan kecupan yang lembut dan hangat itu.
" Good night, calon istriku." ucap Reyn berbisik ditelinga Aprita.
Wajah Aprita memerah ketika Reyn mengucapkan itu. Tapi dia tidak membalas ucapan Reyn.
" Kamu tidak ingin membalas ucapanku?" tanya Reyn.
" Good night, ... Reyn." ucap Aprita malu-malu.
Reyn hanya tersenyum kecil, dia lalu mengusap-usap rambut Aprita dan kembali duduk disofa.