Ganhia Wijaya, seorang gadis cantik yang penurut dan pekerja keras, hidup dengan tenang di bawah naungan keluarganya yang sederhana. Namun, kedamaian itu hancur ketika ayahnya terjerat utang besar kepada Tuan Danendra Mahendra, seorang pengusaha muda yang kaya raya namun terkenal dengan sifatnya yang dingin dan sombong. Demi menyelamatkan bisnis keluarganya yang hampir bangkrut, ayah Ganhia memaksa putrinya untuk menikah dengan Danendra, meski hatinya menolak.
Akankah mereka menemukan kebahagiaan di tengah pernikahan yang dilandasi oleh sebuah kontrak yang penuh tekanan?
yuk mampir yuk di karya pertama aku🙏😁
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Merlin.K, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ketegangan
Ganhia melangkah cepat menuju ruang ganti, mencoba menenangkan detak jantungnya yang masih berdebar kencang setelah kejadian di kamar mandi. Tangannya sedikit gemetar saat ia membuka lemari pakaian Danendra, mencari setelan santai yang biasa dipakai oleh Tuan Muda setelah pulang dari kantor. Ganhia mengeluarkan pakaian itu dan dengan hati-hati meletakkannya di atas meja. Setiap detil pakaian yang ia pegang terasa semakin berat, seolah-olah ada tekanan yang mengikatnya.
Saat ia sedang sibuk menyiapkan baju, suara langkah kaki yang tegas terdengar dari belakang, menandakan bahwa Danendra sudah selesai mandi. Ganhia menahan napasnya dan berusaha tetap tenang. Pakaian itu harus disiapkan dengan sempurna, tidak boleh ada yang kurang.
Pintu kamar ganti terbuka, dan Danendra
Muncul dengan tubuhnya yang masih basah, hanya mengenakan handuk yang melilit pinggangnya. Sifat dinginnya tetap terpancar, tidak ada sedikit pun ekspresi yang bisa membaca perasaannya. Matanya menatap Ganhia dengan tajam, seakan-akan menunggu reaksi darinya.
"berikan pakaianku" kata Danendra singkat suaranya datar namun tegas.
Ganhia hanya mengangguk, merasa sedikit cemas. Ia menggenggam handuk kecil yang ia ambil dari meja, dan mulai mendekati Danendra untuk membantunya mengeringkan rambutnya. Namun, belum sempat ia mulai, tiba-tiba handuk besar yang semula dipakai Danendra terbang ke arahnya dengan cepat.
Plak!
Handuk itu mendarat tepat di wajah Ganhia. Ia terkejut dan hampir terjatuh.
"Tuan..." suaranya tercekat, wajahnya memerah karena malu dan rasa kesal yang bercampur aduk.
Ganhia meraih handuk yang kini menutupi wajahnya, dengan hati-hati melepaskannya dari wajah dan menggulungnya di tangannya. Rasanya ada sesuatu yang semakin menekan di dadanya apakah itu rasa cemas atau amarah, ia sendiri tidak tahu.
Dengan tangan yang sedikit gemetar, ia berjalan mendekat, berusaha menenangkan dirinya. Rambut Danendra yang basah meneteskan air, dan aroma sabun yang segar menguar. Ganhia mulai mengeringkan rambutnya dengan hati-hati, tidak ingin melakukan kesalahan lagi.
Tapi, semakin lama, perasaan canggung itu semakin kuat. Jari-jarinya nyaris tidak bisa menggerakkan handuk dengan lancar, dan ia bisa merasakan tatapan Danendra yang seolah-olah sedang mengamati setiap gerakan yang ia buat.
"Apa kau bisa lebih cepat?" suara Danendra yang dingin terdengar, dan membuat Ganhia hampir terlonjak.
"Aku tidak suka menunggu."
Ganhia mengangguk cepat dan melanjutkan pekerjaannya, merasakan dadanya semakin sesak. Terkadang, saat ia menggosok rambutnya, perasaan cemas itu datang lagi. Begitu dekat dengan Danendra semakin membuatnya tak nyaman. Namun, ia tidak berani mengungkapkan apa yang ada di pikirannya, takut membuat keadaan semakin buruk.
Danendra yang semula terlihat begitu dingin, tiba-tiba sedikit memiringkan kepalanya, menatap Ganhia dengan tatapan yang berbeda. Ada semacam sorot yang tidak bisa ia artikan. Ganhia bisa merasakannya, meski ia berusaha tidak menanggapi perasaan itu.
Ketika akhirnya ia selesai mengeringkan rambut Danendra, ia mundur perlahan dan menundukkan kepala, siap untuk melanjutkan tugas berikutnya.
"Tuan..." suara Ganhia bergetar sedikit.
"Apa yang bisa saya bantu lagi?"
Danendra menatapnya tanpa berkata apa-apa untuk beberapa detik, kemudian ia memutar tubuhnya dan berjalan ke arah pintu, meninggalkan Ganhia yang masih terpaku di tempatnya.
“Jangan terlambat,” katanya tanpa menoleh.
Ganhia hanya bisa mengangguk, hatinya masih berdebar kencang. Segala perasaan itu antara kebingungannya, rasa hormat, dan rasa marah yang semakin menguasainya membuatnya tak tahu lagi harus bagaimana. Dalam hati, ia berjanji untuk menyelesaikan kontraknya dengan baik, apapun yang terjadi.
Ganhia buru-buru meletakkan Handuk yang yang telah di pakai Danendra tapi kedalam keranjang pakaian kotor, lalu segera mengikuti Danendra Ke Kamar dan siap melaksanakan perintah berikutnya.
Saat Ganhia keluar dari ruang ganti Ganhia melihat Danendra yang duduk di ranjang dengan laptop yang ada di pangkuannya.
" apa dia selalu begitu dan tidak merasa capek dia bekerja di kantor dan kembali ke rumah masih bekerja?" gumam Ganhia sambil melangkah ke arah sofa.
beberapa menit kemudian suara ketukan di pintu terdengar, segera Ganhia berdiri dan membukanya.
"Maaf Tuan, Nona mengganggu makan malam sudah siap"...
hmmm...
Seperti biasa Danendra akan menjawab hanya dengan deheman.
"hei pak Haris, apa kau mengerti dengan apa yang dia katakan hanya dengan deheman? Dasar semua orang di rumah ini selalu aneh sperti Tuan merek"
Saat Danendra melangkah melewati Ganhia dia berhenti dan mundur sedikit dan berdiri di hadapan Ganhia.
Takk..
Ganhia tersentak dengan sentilan yang tiba-tiba di keningnya.
Apa aku menyuruhmu menghayal...
kata Danendra sambil meneruskan langkanya kembali.
Ganhia buru-buru mengikuti langka Danendra dan juga pak Haris yang mengikuti mereka dari belakang.
Saat sampai di meja makan Ganhia bingung apakah dia akan akan duduk bersama Tuan Danendra atau berdiri bersama pelayan disana menyaksikan Tuan Muda mereka yang makan.
"Kenapa berdiri disitu? ambilkan aku makanan, benar-benar ya kamu tidak tidak membaca semua isi kontrak itu."
Buru-buru Ganhia melangka ke arah Danendra.
Anda ingin makan apa Tuan...
Apa saja yang di sajikan berarti itu bisa aku makan bodoh...
Deg..
"iya Tuan saya memang bodoh karena tidak bisa melawan saat akan menikah dengan anda dan tidak bisa menolak dengan perintah yang tertulis di surat kontrak itu.." Ganhia menjawab tapi berani di katakan dalam hati sambil menuangkan makan ke dalam piring Danendra.
Duduklah dan makan..
"eh ternyata dia masih manusia aku pikir dia singa yang tidak peduli dengan hewan lain"
"Apa dengan bengong kau bisa kenyang aku tidak mau kamu sakit dan meninggal di rumahku dan kau akan gentayangan di sini.."
Semua pelayan yang ada di situ tersentak dan hampir mengeluarkan tawa mereka.
Eh kenapa tuan muda mulai banyak bicara saat nona Ganhia hadir di rumah ini biasanya Tuan muda kalau sudah di meja makan hanya diam dan makan tapi ini dia berbicara bahkan sedikit bercanda... Gumam Pak Haris
"aku tarik semua pujian ku tadi, dia bukan lagi singa tapi iblis bedarah dingin, hhh itu cocok untuk julukan anda yang memiliki muka seram dan dingin" Ganhia mulai duduk dan mengambil makanan yang ingin dia makan.
Setelah selesai makan Danendra berdiri dari duduknya dan melangka kembali ke arah tangga, Ganhia buru-buru mengikuti dari belakang. "jangan sampai iblis itu marah lagi jika aku terlambat."
Samapi di kamar mereka langsung ke tempat tidur mereka masing-masing dan terlelap tapi itu berlaku hanya untuk Danendra apakah betul-betul tidur atau hanya memejamkan mata saja, sedangkan Ganhia tidak bisa tidur karena Takut Danendra bangun dan melakukan perintah lagi lama-kelamaan Ganhia Mengantuk juga dan terlelap.
ternyata hanya untuk di panggil
sayang....
lanjut thor ceritanya
sedikit demi sedikit
telah tumbuh
lama" buanyak
dan bucin...
lanjut thor ceritanya