Bagaimana jika degup ku tak kunjung meredup, sedangkan rasamu tak kunjung selaras. Bagaimana jika rindupun tak kian padam namun rasanya terus meredam. Ternyata benar tidak ada yang mampu menggenggam hujan. karena hujan jatuhnya selalu menyakitkan bukan. (Lavanya)
Kisah gadis Bar-Bar yang mengalami broken home, bukan hanya broken home tapi juga broken heart, sebab teman masa kecilnya sekaligus tentangga depan rumahnya mendadak menjauh dan renggang karena di antara keduanya terjadi kesalahpahaman hingga membuat keduanya menjaga jarak, namun memang dasarnya jodoh sudah di pisahkan pun tetap kembali bersama walaupun harus melalui jalur perjodohan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon y.al_29, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ALVIN
Alvin adalah pria yang hidup sebatang kara, dia sama sekali tidak tahu siapa orang tuanya, yang dia tahu dia di besarkan oleh seorang Nenek tanpa ada kerabat lainnya, setiap dia bertanya pada sang Nenek dimana keberadaan orang tuanya Neneknya selalu berkata orang tuanya sudah tidak ada tanpa kejelasan apapun lagi. Sampai pada suatu hari sang Nenek mengalami sakit parah dan meninggal dunia pun dia tetap tidak tau asal-usulnya saat akan meninggal Neneknya hanya memberikan sebuah sapu tangan yang di lipat rapih berwarna sky blue yang ujung kain tersebut ada tulisan Namanya "Alvin" tak berenti di situ ternyata di dalam lipatannya ada sebuah kalung berinisial "A" yang terlihat seperti di desain khusus. Dia tak mengerti arti dari itu semua, yang jelas kemanapun dia pergi dia selalu membawa dan memakai kedua barang tersebut.
"Hm, begini amet hidup sebatang kara" Celetuknya seorang diri.
"Si Adek udah punya gandengan, gue makin kesepian aja" Ucapnya seketika mengingatkan nya pada hari dimana dia pertama kali bertemu dengan Lavanya. Saat itu dia hendak pulang sekolah, kebetulan jalan yang dia lewati satu arah dengan sekolah Lavanya namun pada saat motor yang dia Kendari berjalan pandangnya beralih pada segerombolan anak yang mengenakan pakaian putih-biru sedang menarik-narik satu gadis, awalnya dia tidak perduli namun saat dia melihat wajah gadis kecil itu seketika hatinya terenyuh merasa kasian, seketika Alvin memutuskan untuk berhenti dan menolong nya. Ketika para gerombolan anak laki-laki itu sudah pergi dia menatap ke arah gadis kecil tersebut yang sedang menundukkan kepalanya dan menutup kedua matanya serta menangis ketakutan. Melihat itu hatinya seketika ikut bersedih entah mengapa rasanya ada perasaan pilu menghantam hatinya. Dan mulai saat itu juga mereka lebih intens bertemu dan menjadi dekat layaknya saudara. Sebab hari dimana dia bertemu dengan Lavanya itu adalah hari dimana 3 hari sang nenek meninggal dunia.
"Hm, kalo di inget-inget kenapa ya setiap Lavanya kesusahan atau sedih, gue ikutan ngerasain apa yang dia rasain, aneh" pikirnya seorang diri. "Eh tapi tadi kenapa pas gue ngobrol sama Mommy nya Lavanya berasa nyaman banget ya, tapi tatapan bokap nya Xabiru nakutin anjir" Celetuknya sambil bergidikan mengingat tatapan dari Radit.
"Udahlah gue mikirin apasih, mending gue cabut nyamperin cewek gue" Celotehnya sambil mengambil jaket dan memakainya lalu setelah itu dia memutuskan untuk melesat dengan sepeda motornya.
Setengah jam berlalu akhirnya Alvin sampai tempat tujuannya.dimana lagi jikalau bukan di kostan sang kekasih. Langkahnya berjalan ke arah pintu kostan gadis pujaan hatinya namun belum sempat sampai, langkahnya terhenti saat melihat sang gadis keluar bersama dengan pria lain dari kamar kostnya. Hal itu seketika membuatnya terkejut dan memutuskan untuk bersembunyi di balik mobil yang saat ini terparkir di halaman kostsan tersebut. Tepat di sebelahnya sang pacar dan pria tersebut berhenti berjalan dan mengobrol satu sama lain.
"Sayang hari ini kamu, jago banget aku suka" Ucap lelaki itu sambil menyelipkan anak rambut gadis tersebut.
"Hehe, syukur kalo kamu puas sama permainan aku, aku bakal terus belajar muasin kamu" Celetuknya tak tau malu, sedangkan Alvin yang mendengar ucapan itu seketika hatinya sakit, sebab selama berpacaran dengannya dia tidak pernah berani menyentuh sang gadis dengan berlebihan, dia berpikir ingin terus menjaga kehormatan gadis itu. Bukan cuma perkara itu, lebih ke perkara kenapa gadisnya tega mengkhianatinya, rasanya saat ini Alvin hanya ingin mengumpat keduanya.
"Haha, aku heran sama pacar kamu dia tuh normal gasih cewek seksi kaya kamu di anggurin aja, rugi banget" Ucap sang pria dengan tertawa remeh.
"Stop bahas dia, aku ga suka, aku mau sama dia karena dia pintar, dan berprestasi selebihnya tidak ada lagi yang bisa di banggakan dari dia, selain ngebosenin dia juga cowok miskin yang ga sanggup nyenengin aku dalam segala hal" Celetuknya tanpa rasa bersalah sedikitpun. Sedangkan Alvin semakin terluka mendengar perkataan si gadis yang selama ini terkesan menerima apa adanya tapi kenyataannya nihil semua itu palsu.
"Kasian banget dia cuma di jadiin alat untuk kamu mendapatkan nilai bagus" Ucap pria tersebut.
"Yakali aku suka dia benaran, aku juga gamau kali sama cowok miskin kaya dia udah ah gausah bahas dia terus, kamu hati-hati ya di jalan kalo udah sampai kabarin aku ya" Jelasnya panjang lebar.
"Okey aku duluan" Ucapan nya sambil berlalu pergi meninggalkan gadis tersebut. Saat laki-laki itu sudah tidak terlihat batang hidungnya Alvin muncul tepat di hadapan sang gadis dan seketika gadis tersebut terkejut melihatnya.
"Aa.. Alvin aku,,, ini ga.." Ucapan gelagapan.
"Cukup Shel, semua udah cukup jelas buat aku, aku berharap apasih, sedangkan aku aja ga punya apa-apa untuk di banggain, bener kata kamu aku cuma cowok miskin yang ga punya apa-apa, tapi setidaknya aku pernah setulus itu sama kamu walaupun kenyataannya kamu meremehkan itu semua" Ucapnya panjang lebar.
"Bagus kalo kamu sadar, aku sebenarnya udah cape bersandiwara di depan kamu, aku cuma manfaatin kamu biar nilai ku bagus, selebihnya aku ga suka kamu" Celotehnya dengan sinis dan tanpa merasa bersalah sedikitpun.
"Okey kalo begitu, aku pamit dan ini jadi terakhir aku menemui kamu, terimakasih untuk segala cacian dan makian kamu, semuanya akan selalu ku ingat dengan baik, Salma ayo kita putus cukup sampai di sini hubungan kita " Ucapnya sambil berbalik pergi meninggalkan gadis tersebut sedangkan Shella hanya mendecih dan bersikap acuh.
"Cih, bodoamet emang gue perduli apa, cowok miskin aja so soan belagu mutusin gue, tapi nanti gimana yah sama nilai-nilai gue, ah terserah lah" Celetuknya sambil berlalu pergi masuk kedalam kamar kostnya.
Hari ini adalah hari yang sangat menyakitkan untuk Alvin sebab dia adalah orang yang sulit membuka hatinya untuk siapapun sampai akhirnya Shella datang mengetuk pintu hatinya dan dia mau menerima kehadiran Shella dengan tulus, yah memang dia akui dia tak cukup mapan untuk membahagiakan Shella, tetapi di awal dia sudah memperingati gadis itu, dan Shella terlihat menerima dengan lapang dada, namun pikiranya salah, ternyata dia hanya di jadikan alat pengisi nilai-nilainya saja. Alvin tak memiliki mobil seperti teman-temannya yang lain dia hanya memiliki sepeda motor hasil taruhan dengan temannya, dia juga bisa bertahan hidup mengandalkan otaknya yah dia sering mengerjakan tugas-tugas teman kuliahnya dan itu tidak gratis. Dia juga sering menjadi joki event balapan liar, dan memegang uang taruhan tersebut, dia hanya mengambil 10% dari hasil taruhan balapan tersebut. Dan yang terakhir dia berkerja di salah satu restoran besar milik keluarga Vanila sebagai pelayan jelas yang meminta bantuan pada Vanila adalah Lavanya. Sekeras itu dia menjalani hidup, tapi itu bukan menjadi alasannya untuk berhenti bermimpi bukan, karena baginya ini masih awal belum akhir dari segalanya.
"Anjir miris banget hidup gue, orang tua ga tau, sodara apalagi, begini amet ya hidup" saat ini dia sedang duduk di depan minimarket pinggir jalan untuk sekedar membeli minuman dan melihat kendaraan yang berlalu lalang.
"Coba aja ada orang tua, pasti gue ga seluntang-lantung begini" Gumannya seorang diri. Alvin masih duduk-duduk di depan minimarket tersebut atensinya berpindah pada seseorang yang sedang menjerit meminta tolong.
"TOLONG, Copet" jeritnya sambil menarik-narik tas yang ada di tangan sang preman.
"Itu kan,, Mommy nya Lavanya" Ucapnya langsung berlari ke arah mereka.
"Woy ngapain lu, lepas enggak" Teriak Alvin.
"Jangan ikut campur, lu siapa hah" Ucap sang preman.
"Siapapun gue ga perlu tau, siniin tas nya" Balas Alvin langsung menarik tas yang ada pada genggaman tangan sang preman dan berhasil sebab si preman sempat lengah ketika berhadapan dengan Alvin.
"Balikin sialan, kalo ga mau gue buat babak belur" sinis sang preman.
"Ibu ini tas nya, terus lari ke tempat keamanan disana ya, ini biar jadi urusan saya" Celetuk Alvin.
Amara hanya menuruti perintah Alvin, dia berlalu tanpa berkata apapun lagi sebab tak ada waktu baginya untuk bercakap-cakap. Tak lama kemudian Amara datang kembali membawa beberapa petugas keamanan dan preman tersebut yang sudah babak belur di buat Alvin seketika langsung di ringkus oleh petugas tersebut.
"Nak kamu gapapa kan, liat wajah kamu memar-memar gitu, kita ke rumah sakit yu" Ucap Amara dengan panik.
"Saya gapapa Bu, ga harus ke rumah sakit nanti juga sembuh ko" Balas Alvin dengan tulus.
"Nak makasih ya, hari ini kamu sudah menyelamatkan saya dua kali" Ucap Amara.
"Iyah Bu sama-sama, bukannya sesama umat manusia harus saling tolong menolong bukan" Celetuk Alvin dengan tersenyum manis.
"Mahsa Allah kamu bener nak" Ucap Amara yang bangga melihat Alvin.
Ketika keduanya sedang bercakap-cakap tiba-tiba dari sisi Amara ada seseorang yang tidak sengaja menyenggol nya dan menumpahkan minuman di bajunya.
"Aduh, maaf Bu saya tidak sengaja " Ucap seorang anak kecil berusia 12 tahunan.
"Ahh Iyah tidak apa-apa Nak, lain kali hati-hati ya" Ucapnya pada anak kecil tersebut.
"Iyah Bu sekali lagi saya minta maaf ya" Ucapnya sambil berlalu pergi.
"Ibu bajunya kotor" Celetuk Alvin "Oh iya ini di lap dulu Bu, pake sapu tangan saya bersih ko" lanjutnya sambil memberikan sapu tangan nya pada Amara. Amara yang melihat sapu yang itu tiba-tiba terkejut bukan main.
"N..nnak Alvin jika boleh tau ini kamu dapat dari mana" tanya nya gugup.
"Oh ini, saya di kasih almarhum Nenek saya Bu pas beliau mau meninggal sama kalung ini" Ucapnya sambil memperlihatkan sebuah kalung yang saat ini terpasang di leher pria tersebut. Sedangkan Amara semakin terkejut di buatnya. Dan saat itu juga Amara segera memeluk erat tubuh Alvin. Sedangkan Alvin hanya diam kebingungan,tanpa sadar ada seseorang yang diam-diam memotret mereka berdua.
"Haha kena lu Vin, dengan kaya gini reputasi lu di kampus bakal Ancur" Ucapnya sambil tersenyum jahat.