Sayangi aku.. Dua kata yang tidak bisa Aurora ucapkan selama ini.. Ia hanya memilih diam saat mendapatkan perlakuan tidak adil dari orang- orang di sekitarnya bahkan keluarganya. Jika dulu dia selalu berfikir bahwa kedua orang tuanya itu sangat menyayangi dirinya karena mereka yang tidak pernah memarahi bahkan menuntut dirinya untuk melakukan apapun dan sangat berbanding terbalik dengan perlakuan ke dua orang tuanya pada kakak dan adiknya.. Tapi semakin dewasa Aurora menyadari bahwa selama ini ia salah.. Justru keluarganya itu sedang mengabaikan dirinya.. Keluarganya tidak peduli dengan apapun yang ia lakukan ...
INGAT !!! Ini hanya cerita fiksi dimana yang mungkin menjadi tidak mungkin dan yang tidak mungkin menjadi mungkin..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SunFlower, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#11
Happy Reading...
.
.
.
Dika menghentikan langkah kaki Rora yang akan memasuki rumah.
"Tidak apa- apa jika kamu tidak ingin mendengarkan penjelasanku sekarang.. Tapi nanti aku pasti akan menjelaskan semuanya kepadamu dan kamu harus mendengarkan penjelasanku itu." Ucap Dika.
"Kenapa kamu memulangkan anak tante lama sekali Dika?" Saut Elina setelah membuka pintu. "Tante menunggu kalian dari tadi."
"Maafkan Dika tante. Dika mengajak Rora untuk jalan- jalan sebentar tadi." Jawab Dika.
"Tante, Rora pamit ke kamar dulu ya.. Rora lelah.. Ingin beristirahat." Pamit Rora yang tentu saja di izinkan Elina.
Elina menyempatkan untuk memeluk Rora lalu memberikan ciuman pada kening gadis itu. "Tidur yang nyenyak sayang." Ucap Elina.
Rora suka.. Sangat suka.. Kata- kata yang selalu Elina ucapkan untuk dirinya saat akan tidur.
Elina pernah mengatakan kepada dirinya bahwa dari pada mimpi indah bukan kah lebih baik jika kita bisa tidur dengan nyenyak karena untuk apa mimpi indah tapi kita tidak bisa tidur dengan nyenyak.
.
.
.
Setelah berbicara dengan Dika Elina memutuskan untuk pergi ke kamar Rora. Elina membuka pintu kamar Rora perlahan karena takut akan membangunkan Rora. Ia berjalan mendekat lalu mendudukkan dirinya di sisi tempat tidur Rora. Elina menyingkirkan anak rambut yang menutupi kening Rora. Dika menceritakan semuanya, bahkan kejadian saat Bara membentak Rora di hadapan banyak orang. Sungguh jika saat itu dirinya berada di sana ia pasti akan membentak balik anak lelakinya satu- satunya.
Tetapi di antara seluruh kejadian yang di alami Rora malam ini, permintaan Rora kepada Laura lah yang membuat Elina merasakan marah dan sakit hati. Rora yang memohon kepada Laura hanya karena ingin sebuah pelukkan.
Meskipun usapan Elina perlahan tapi ternyata itu membuat Rora terbangun dari tidurnya.
"Sayang.." Panggil Elina. "Maaf.. Apa tante mengganggu tidur kamu?" Tanya Elina masih dengan mengusap kening Rora.
Rora mengerjapkan kedua matanya berulang- ulang sambil tersenyum lalu menggelengkan kepalanya. "Kenapa tante belum tidaur?" Tanya Rora.
"Tante hanya ingin melihat kamu. Tante hanya ingin memastikan bahwa kamu sudah tidur atau belum." Jawab Elina. "Apa tante boleh tidur disini bersama kamu?" Tanya Elina.
Rora tersenyum lalu bergeser memberikan tempat untuk Elina. "Tentu saja. Seharusnya tante tidak perlu meminta izin Rora untuk tidur disini."
"Tentu saja tante harus izin. Bagaimanapun juga kamar ini sekarang menjadi milik kamu." Terang Elina sambil membaringkan dirinya di sisi Rora.
Rora merubah posisi tidurya yang semula berbaring kini menjadi menghadap Elina. "Tante.." Panggil Rora ragu.
"Kenapa sayang?" Tanya Elina ikut merubah posisinya menjadi saling berhadap- hadapan.
"Hmmm... Rora ingin meminta maaf.. Maaf Rora tadi pergi ke rumah mama tanpa meminta izin tante." Ucapnya.
"Kenapa kamu meminta maaf? Bukankah tante sudah pernah bilang ke kamu.. Kamu bisa pergi kemanapun yang kamu mau.. Kamu bisa melakukan apapun yang kamu suka.. Jadi kamu tidak perlu meminta izin... "
"Tapi... "
"Jangan dengarkan ucapan mama kamu.. Asal kamu tahu, tante tidak pernah menganggap kamu sebagai jaminan.." Ucap Elina sambil mengusap pipi Rora. "Tante menyayangi kamu seperti tante menyayangi anak tante sendiri."
Kedua mata Rora berkaca- kaca saat mendengar ucapan Elina. " Boleh tante memeluk kamu?' tanya Elina.
Elina pun menyelipkan tangannya di bawah kepala Rora saat mendapatkan anggukkan kepala dari Rora lalu membawanya masuk kedalam pelukkannya. Elina mengusap kepala Rora saat merasakan lengannya yang mulai basah. "Malam ini tante akan mengizinkan kamu untuk menangis, tapi tidak untuk besok dan seterusnya. kamu harus bahagia." Ucap Elina.
Rora mengeratkan pelukkannya pada Elina. "Terima kasih tante.. Terima kasih.." Ucap Rora. Ini untuk pertama kali dalam hidupnya seseorang menawarkan pelukkan pada dirinya. Pelukkan tulus yang tanpa perlu ia memohon seperti sebelumnya.
"Kamu tahu sayang, kamu sekarang tidak sendiri.. Masih ada tante, om, Bara dan Dika." Ucap Elina. "Kamu bisa mengandalkan kami."
.
.
.
Rora menghentikan langkah kakinya lalu memutar balik tubuhnya saat mencium wangi parfum yang sudah sangat ia hafal. Sudah hampir satu minggu ini dirinya menghindari untuk bertemu Bara.
"Rora tunggu." Ucap Bara saat melihat Rora yang berbalik arah saat akan berpapasan dengan dirinya. "Aku ingin berbicara sebentar dengan kamu. Aku mohon." Mohon Bara saat melihat ke engganan Rora.
"Kamu ingin berbicara apa?" Tanya Rora.
"Aku ingin meminta maaf.. Maaf karena sudah membentak kamu.. Maaf karena sudah bersikap kasar dengan kamu.." Ucap Bara tanpa ragu.
Rora menganggukkan kepalanya. "Tidak apa- apa.. Kamu tidak perlu meminta maaf kepadaku.. Aku juga salah..."
"Kamu tidak salah.. Aku saja yang kurang berpengetahuan.. Seharusnya aku berterima kasih kepada kamu bukan malah membentakmu." Ucap Bara.
"Aku tahu kamu marah kepadaku karena kamu khawatir pada Aluna." Ucap Rora. "Jika aku berada di posisi kamu mungkin aku akan melakukan hal yang sama."
Bara terdiam sambil menatap Rora. "Jika tidak ada lagi yang perlu di bicarakan, apa aku bisa pergi?" Tanya Rora memecah keheningan.
"Apa kita masih bisa berteman?" Tanya Bara yang membuat Rora tertegun.
"Berteman? Denganku?"
Bara menganggukkan kepalanya. "Hemm.. Kenapa?" Tanya Bara yang melihat wajah Rora yang terkejut. "Apa kita tidak mungkin untuk menjadi teman?"
Rora menggelengkan kepalanya. "Bukan seperti itu.. "
Ponsel Bara berdering. "Tunggu sebentar.." Ucapnya pada Rora sebelum mengangkat panggilan teleponnya.
"Halo..."
".."
"Ah iya, maaf aku lupa.."
".."
"Iya.. Iya.. Ini aku segera kesana.. "
".."
"Jangan marah.. Aku benar- benar lupa."
".."
"Aku tutup dulu teleponnya."
Bara menatap ke arah Rora. "Aku lupa ada janji dengan Aluna.. Jadi aku harus pergi.." Ucapnya. Rora menganggukkan kepalanya.
Rora tersenyum miris. "Teman." Ulangnya. "Apa teman yang benar- benar teman?" Tanya Rora pada dirinya sendiri. Ia takut untuk memulai sebuah pertemanan yang baru. Jika keluarganya saja mengabaikan dirinya apalagi orang lain. Untuk sebuah pertemanan antara dirinya dan Bara adalah satu hal yang sulit menurut Rora karena mengingat kembali bagaimana sikap Bara selama ini kepada dirinya. Lalu apa alasan Bara berubah? Apa Bara mengajaknya berteman hanya untuk sekedar basa- basi karena merasa bersalah kepada dirinya.
"Sedang apa?" Tanya Dika yang membuat Rora terkejut. Dika tersenyum. "Apa aku mengagetkan kamu?"
Rora menghela nafasnya.
"Sedang memikirkan apa sih?" Tanya Dika lagi. "Memikirkan aku ya?" tebak Dika yang membuat Rora langsung mendengus.
"Mau apa kamu kesini?"
"Menemui calon pacarku." Jawab Dika.
Rora mengerutkan keningnya. "Lalu kenapa kamu kesini?"
"Ya karena calon pacarku ada disini."
"Ck.. Jangan bercanda."
"Aku serius Ra."
"Lalu Lyra?"
"Kenapa kamu selalu membawa- bawa nama Lyra sih.. Lyra itu cuma sahabat. S A H A B A T." Dika mengulang dengan penekanan di setiap hurufnya.
.
.
.
Jangan lupa tinggalkan jejak...