Arka, detektif yang di pindah tugaskan di desa terpencil karena skandalnya, harus menyelesaikan teka-teki tentang pembunuhan berantai dan seikat mawar kuning yang di letakkan pelaku di dekat tubuh korbannya. Di bantu dengan Kirana, seorang dokter forensik yang mengungkap kematian korban. Akankah Arka dan Kirana menangkap pelaku pembunuhan berantai?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Faustina Maretta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Korban ketiga
Di dalam kantor polisi, Arka tengah berdiskusi dengan Bayu tentang petunjuk terbaru yang mereka dapatkan. Malam itu, kantor dipenuhi dengan ketegangan. Setiap orang berusaha keras untuk menemukan celah yang bisa membawa mereka lebih dekat ke Riko.
Tiba-tiba, suara keras terdengar dari luar. Seorang petugas yang berjaga berteriak memanggil mereka. "Detektif Arka! Ada sesuatu di luar!"
Arka dan Bayu bergegas keluar, diikuti oleh beberapa petugas lainnya. Di depan pintu masuk, mereka menemukan bungkusan besar yang mencurigakan. Arka memberi isyarat kepada petugas forensik untuk memeriksa bungkusan itu dengan hati-hati.
Saat bungkusan itu dibuka, suasana berubah menjadi hening yang mencekam. Di dalamnya, terbujur mayat seorang pria, wajahnya pucat dengan luka-luka yang masih segar. Arka menatap mayat itu dengan rahang yang mengeras. Ini adalah korban ketiga, dan Riko baru saja membuat langkah yang sangat berani.
Bayu menatap Arka dengan wajah pucat. "Dia menantang kita, Pak. Dia ingin kita tahu bahwa dia masih di luar sana, dan dia bisa menyerang kapan saja."
Arka mengepalkan tangannya, kemarahan bercampur dengan rasa frustrasi. Riko tidak hanya mencoba untuk lolos, dia sedang bermain permainan berbahaya dengan mereka. Ini adalah tantangan langsung, dan Arka tahu bahwa setiap langkah yang dia ambil dari sekarang akan diawasi dengan seksama oleh pelaku yang semakin berani.
Sambil menatap ke arah jalan yang sepi, Arka berjanji dalam hati. "Ini belum berakhir, Riko. Aku akan menangkapmu, tidak peduli berapa lama waktu yang dibutuhkan."
Di kejauhan, deru sirene polisi mulai terdengar, tetapi bagi Arka, itu tidak cukup cepat. Waktu terus berdetak, dan bayangan Riko yang menghilang di malam gelap menjadi tantangan yang harus dia taklukkan sebelum ada korban berikutnya.
Arka menghela napas panjang, mencoba menenangkan pikirannya yang kacau. Dia menoleh ke Bayu, yang masih tampak terkejut dengan apa yang baru saja mereka temukan.
"Bayu," kata Arka tegas, "Aku butuh kamu pergi menemui Andri. Dia mungkin tahu sesuatu tentang Riko. Tanyakan apakah dia mengenalnya atau pernah berhubungan dengannya. Kita harus menggali lebih dalam. Setiap informasi bisa menjadi kunci."
Bayu mengangguk cepat, menyadari betapa gentingnya situasi ini. "Baik, Pak. Saya akan segera pergi."
Arka kemudian beralih ke Dita, yang berdiri tak jauh darinya, menunggu instruksi. "Dita, segera hubungi tim forensik. Kita perlu semua orang di sini untuk memeriksa mayat ini dan mencari petunjuk yang bisa mengarahkan kita ke Riko. Kita tidak punya banyak waktu."
Dita segera merogoh ponselnya dan mulai menelepon tim forensik, sementara Arka kembali memandang bungkusan yang sekarang menjadi tempat kejadian perkara. Ia berusaha menenangkan dirinya dan menganalisis setiap detail yang ada di depannya. Arka tahu bahwa setiap kesalahan bisa memberi Riko keuntungan.
Arka berjongkok di dekat mayat, memeriksa luka-luka yang ada di tubuh korban. Ia mengingat kembali metode yang digunakan oleh Riko pada dua korban sebelumnya. Polanya mulai terlihat, tetapi Arka masih membutuhkan lebih banyak bukti untuk memahami sepenuhnya modus Riko.
Saat tim forensik tiba, Arka menyampaikan perintahnya dengan cepat. "Periksa setiap detil. Saya ingin laporan lengkap tentang luka-luka ini, apa pun yang bisa membantu kita memahami lebih banyak tentang Riko. Jangan abaikan apa pun."
Sementara tim forensik mulai bekerja, Arka berdiri di dekat pintu masuk kantor polisi, pikirannya terus berputar. Dia tahu bahwa waktu adalah musuh terbesar mereka saat ini. Setiap detik yang berlalu bisa berarti satu langkah lebih dekat bagi Riko untuk menyerang lagi.
Bayu segera menemui Andri yang masih mendekam di jeruji besi. Tampak Andri yang membuka kedua matanya lebar saat Bayu membuka selnya tempat dia di tahan.
"Andri," kata Bayu cepat, "apa kamu mengenal laki-laki bernama Riko?"
Andri tampak terkejut mendengar nama itu. "Riko? Ya, saya mengenalnya. Dia dulu bekerja di dengan saya beberapa tahun yang lalu. Tapi, kami sudah lama tidak berhubungan. Ada apa sebenarnya?"
Bayu menatap Andri dengan serius. "Kami perlu tahu segalanya tentang dia. Apa pun yang bisa membantu kami menangkapnya sebelum ada korban lagi."
"Ada apa sebenarnya? Apa Andri yang menjebakku?" tanya Andri yang semakin bingung dengan hal-hal yang terjadi dalam hidupnya.
Di kantor polisi, Arka menunggu dengan sabar, berharap Bayu bisa membawa kembali informasi yang bisa membantu mereka menghentikan Riko sebelum dia menyerang lagi.
Di tengah kesibukan kantor polisi, pintu depan terbuka, menampilkan seorang wanita dengan kemeja dan masih ada balutan perban di tubuhnya, Kirana, dokter forensik yang baru saja keluar dari rumah sakit.
"Arka," sapa Kirana, suaranya lembut namun tegas, "Aku dengar ada korban baru. Aku ingin membantu. Meskipun sudah malam, aku tidak bisa berdiam diri mengetahui bahwa pelaku masih bebas berkeliaran."
Arka menoleh, sedikit terkejut melihat Kirana datang langsung dari rumah sakit. "Kirana, kamu kenapa ada di sini? Kamu butuh istirahat."
Kirana menggeleng, melangkah lebih dekat. "Tidak ada waktu untuk istirahat ketika ada nyawa yang terancam. Aku sudah menangani kasus ini sejak awal, dan aku ingin memastikan bahwa pelaku tidak akan lolos lagi. Biar aku lihat korban terbaru, mungkin ada petunjuk yang bisa kita temukan."
Melihat keteguhan di mata Kirana, Arka mengangguk. "Baiklah, mari kita mulai. Tapi kamu harus janji, jika merasa terlalu lelah, kamu istirahat. Aku butuh semua orang di sini dalam kondisi terbaik."
Kirana tersenyum tipis, menghargai perhatian Arka. "Aku janji. Tapi sekarang, biarkan aku membantu."
Mereka berjalan menuju ruang di mana tim forensik sudah bekerja. Kirana segera mengenakan sarung tangan steril dan mulai memeriksa tubuh korban dengan cermat. Setiap luka, setiap jejak kecil diperiksa dengan teliti.
"Arka," kata Kirana sambil memeriksa luka di tubuh korban, "Lihat ini. Pola luka ini konsisten dengan korban sebelumnya, tapi ada perbedaan kecil di sudut sayatan. Riko mungkin mencoba mengubah metodenya, tapi dia tidak sepenuhnya bisa menghilangkan kebiasaan lamanya."
Arka mengamati temuan Kirana dengan saksama. "Bagus, ini bisa jadi petunjuk. Kita harus mengejar pola ini."
Sementara itu, Bayu kembali dari tugasnya menemui Andri. "Pak, Andri mengenal Riko. Dia mengatakan Riko punya kebiasaan menghilang ke tempat-tempat terpencil saat merasa terdesak. Dia tidak tahu lokasi pasti, tapi dia menyebutkan beberapa tempat yang pernah dikunjungi Riko."
Kirana mendengarkan dengan seksama. "Jika Riko punya tempat persembunyian, kita harus mencari tahu apakah ada jejak medis yang bisa mengarah ke sana. Mungkin ada catatan medis atau obat-obatan tertentu yang pernah dia gunakan di tempat-tempat itu."
Arka mengangguk setuju. "Bayu, koordinasikan dengan tim lapangan. Periksa semua lokasi yang disebutkan Andri. Kirana, tetap di sini dan bantu tim forensik menyelidiki korban ini lebih lanjut. Kita akan menyingkap semua yang bisa kita temukan."
Dengan Kirana di sisi mereka, tim merasa lebih kuat dan lebih siap menghadapi Riko. Arka tahu bahwa setiap detik berharga, dan dengan bantuan Kirana, mereka memiliki peluang lebih besar untuk menghentikan Riko sebelum korban berikutnya jatuh.
To be continued ...