"Itu anak gue, mau ke mana lo sama anak gue hah?!"
"Aku nggak hamil, dasar gila!"
Tragedi yang tak terduga terjadi, begitu cepat sampai mereka berdua tak bisa mengelak. Menikah tanpa ketertarikan itu bukan hal wajar, tapi kenapa pria itu masih memaksanya untuk tetap bertahan dengan alasan tak masuk akal? Yang benar saja si ketua osis yang dulu sangat berandal dan dingin itu!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Skyeuu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11
Dalam perjalanan tadi cukup tenang, Joni sepertinya paham akan dibawa ke mana oleh Jay. Itu sebabnya Jay sangat menyukai Joni yang bisa menjadi tenang jika sudah berurusan dengan pekerjaan. Mungkin ke depannya dia akan mempekerjaan Joni di tempat meeting antar perusahaan, ide bagus, tapi dia harus siap saja bersabar menghadapi segala opini yang kemungkinan besar terlontar dari bibir lucu Joni.
"Jadi maksud lo dia sengaja nyari gue ke sini buat bales dendam?" tanya Jay setelah mendengar penjelasan dari Suni, lebih tepatnya asumsi laki-laki yang kini rambutnya dicat dengan warna soft seperti "ash grey" yang merata, anak itu juga memanjangkan rambutnya dan menggunakan model rambut comma hair. Memang bisa bikin pingsan.
Suni mengangguk, "Ya, maksud gue tuh kalau emang dia mau ngajak ribut kenapa ke sini? Kan bisa di depan rumah lu," seketika Rey meninjunya agak lain cara bercanda Suni.
"Nggak gitu bejir, harusnya dia pawai obor aja di depan kantornya si Jay!" ternyata sama-sama tidak waras. "Lu juga nggak jelas, sana nggak usah nempel-nempel lo, gue nggak homo!" sahut Suni yang membuat Jay dan Joni geleng-geleng kepala pusing.
Masih saja menyempatkan diri bertengkar saat sedang serius, Jay tak habis pikir.
"Jadi sebenernya motifnya cuman balas dendam?" tanya Jay sekali lagi untuk memastikan.
Kedua laki-laki yang katanya sudah dewasa itu berhenti bertengkar, mereka langsung memfokuskan diri pada Jay. Kemudian Suni dengan tenang mengangguk sebagai bentuk jawaban. Di sisi lain Joni sedang memikirkan suatu kemungkinan yang masuk akal.
"Tapi, kalau dia balas dendam atas dasar apa? Kan Jay nggak pernah menyinggung dia atau malu-maluin dia barang kali?" terkesan seperti pertanyaan rancu yang keluar dari mulutnya.
Suni tampaknya menangkap apa yang dimaksud oleh Joni.
"Cari tau cctv di sekitar sini," titah Jay, "Bro, dia pinternya sama kayak lo makanya nggak ada jejak cctv semua mati di rumah ini," Rey menyahuti temannya itu.
Mereka semua tahu kalau Jay unggul dalam berbagai pemecahan masalah, kerja, dan belajar sekalipun. Hanya saja lawan mainnya sama pintarnya dengan Jay, jadi dia menghilangkan bukti dulu sebelum bertindak. Mungkin saja orang itu menunggu cctv di markas yang memang sudah rusak.
"Gue paham kenapa dia begini, tapi apa alasan itu bisa dipake untuk sekarang? Menurut gue nggak perlu sebegininya, kalau memang mau ribut ya ngomong aja langsung," sahut Suni yang membuat Jay menoleh sebab dia memikirkan hal yang sama.
Keheningan kembali tercipta di antara mereka berempat, siapapun yang membuat markas mereka berantakan tidak akan pernah diampuni jika alasan dibalik tindakannya adalah alasan pribadi.
"Gue tau siapa orangnya..." suara Jay membuat semua orang terkejut dan menoleh secara bersamaan.
Mereka terlihat siap mendengarkan apa yang akan terlontar dari mulut Jay yang kata cewek-cewek bibirnya seksi itu.
"Daniel," katanya melanjutkan kali ini dengan wajah tanpa ekspresi. Benar-benar seorang Jay yang mereka kenal.
Kemudian ia tersenyum sinis, baik Joni, Rey, maupun Suni yang biasanya berani menyanggah asumsi sang ketua kini tak berani bersuara. Sebab jika Jay mode baku hantam memang tidak ada lawan seramnya. Mereka takut menyinggung hati laki-laki yang sedang di luar kendali tersebut, bisa saja ada korban jika mereka tetap memaksakan membantah tebakannya.
"Gue setuju," Rey yang biasanya pecicilan, tak bisa diam dan selalu membuat suasana konyol pun menjadi sangat serius. Meskipun ya...wajah konyolnya itu tak bisa dia ditutupi dengan baik.
Karena suasana tegang, ada kalanya Joni berpikir untuk membuat lelucon yang mungkin bisa mencairkan hawa dingin yang menerpa tubuhnya.
"Menurut gue lebih baik kita makan hehe," katanya yang langsung mendapatkan jitakan manis dari Rey. "Pea! Lu makan mulu yang dipikirin, pantesan tuh pipi kayak mochi!" sahut Rey dengan tampang yang luar biasa kesal.
Padahal dalam hati dia menahan untuk tidak membuat udara di sekitarnya chaos. Tapi, Joni malah membuat guyonan yang luar biasa nyata dirasakan, intinya dia tidak mau bagian melucunya direbut orang lain. Makanya dia kesal dan memilih menjitak kepala temannya itu.
"Sakit anjir!! Lo emang nggak laper apa??!"
Merasa tak terima dengan perlakuan Rey, Joni siap bertarung dengan anak itu sebelum akhirnya Suni memutuskan berdebatan keduanya.
"Diem lu semua, gue udah pesen pizza terdekat biar lu pada nggak ngamuk," katanya masih tak berani memandang mata Jay, dia bicara sambil melirik sekilas, "Jay duduk dulu, tempatnya bersih kok tadi gue suruh bawahan gue ke sini buat bersihin markas kita," memang benar rumah besar itu agak kacau tapi seperti yang dikatakan oleh Suni markas mereka bersih.
"Simpen semua bukti yang ada di sini, apa aja yang udah dia hancurkan dan tetap waspada sama sekitar, mungkin aja dia--"
Belum sempat Jay melanjutkan kalimatnya, ia langsung salah fokus pada sesuatu yang ada di sudut dinding. Terlihat seperti kamera tersembunyi di sana, lantas Jay tersenyum sambil melambaikan tangan ke arah kamera. Tentu saja teman-temannya yang melihat gelagat aneh dari Jay merinding bukan main. Anak itu bahkan mengetahui sesuatu yang mereka tidak tahu apa itu, Suni memperhatikan ke arah yang sama namun dia tak melihat apapun di sana.
"Duduk semuanya, kita lagi live nih," semakin banyak Jay bicara maka mereka semakin curiga dengan apa yang dilihat Jay barusan. Sebuah kamera?
Tampaknya semua orang mengerti dengan maksud Jay, mereka semua duduk di sekitar sang ketua yang dengan santainya menyalakan sebatang nikotin entah dari mana. Setahu Rey, Jay sangat membenci benda tersebut tapi tingkahnya saat ini berkata sebaliknya.
"Bukannya lu nggak suka ngerokok...?" tanya Rey, nadanya ragu-ragu.
Jay mengangguk, dia memang membenci benda berbentuk panjang seperti batang itu. Tapi, justru sekarang terselip di antara jari-jarinya yang panjang.
"Kalau gue benci benda, gue akan sentuh. Sebaliknya kalau gue suka, gue nggak berani."
Matanya melirik ke arah kamera tersembunyi lagi, yang hal tersebut tentu dapat diketahui oleh orang yang memasang kameranya. Dia tahu itu langsung terhubung berkat pengalamannya membuat kamera pengaman yang cara kerjanya sama dengan cctv. Otak Jay memang luar biasa dapat mengingat apapun dengan detail.
"Permisi...! Pizza Kak!!" suara seorang perempuan yang agak melengking terdengar dari luar.
Rey berdiri dengan gagah berani, sok keren-lah pokoknya anak itu. Untung wajahnya enak dipandang, kalau tidak mungkin sudah mengundang emosi yang semakin membara. Suni diam tapi hatinya berisik, dan tentu saja ekspresinya tak pernah bohong. Dia menunjukkan wajah julid.
"Gue aja yang ambil, kalian di sini sambil diskusi." katanya sambil melenggang pergi.
"Sialan, gue mau muntah liatnya!" jujur Suni benar-benar ingin melemparkan sesuatu pada wajah tampan Rey yang dibuat sok keren itu. Padahal orangnya kocak bukan main, suka ngelag juga setiap bangun tidur.
Jay hanya diam sambil memperhatikan para manusia tak tahu malu di depannya tanpa minat, dalam pikirannya hanya ada Ning dan pikiran tentang orang yang berani membuat keributan di markasnya.
Daniel, lo cukup berani. Tapi sayangnya lo salah sasaran.