Jesslyn tidak pernah membayangkan hidupnya akan berubah drastis dalam satu malam. Demi menyelamatkan keluarganya dari kehancuran finansial, ia dipaksa menikahi Neo, pewaris kaya raya yang kini terbaring tak berdaya dalam kondisi koma. Pernikahan itu bukanlah perayaan cinta, melainkan sebuah kontrak dingin yang hanya menguntungkan pihak keluarga Neo.
Di sebuah rumah mewah yang sunyi, Jesslyn tinggal bersama Neo. Tanpa alat medis modern, hanya ada dirinya yang merawat tubuh kaku pria itu. Setiap hari, ia berbicara kepada Neo yang tak pernah menjawab, berharap suara dan sentuhannya mampu membangunkan jiwa yang terpenjara di dalam tubuh itu. Lambat laun, ia mulai memahami sosok Neo melalui buku harian dan kenangan yang tertinggal di rumah itu.
Namun, misteri menyelimuti alasan Neo koma. Kecelakaan itu bukan kebetulan, dan Jesslyn mulai menemukan fakta yang menakutkan tentang keluarga yang telah mengikat hidupnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lusica Jung 2, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aku Bukan Babumu
Jesslyn memasuki kafe kecil yang terletak di pusat kota. Begitu tiba di dalam. Dia langsung menemukan Nyonya Carlia dan Sarah duduk di sudut ruangan.
"Untuk apa kalian mengajakku bertemu di sini?" tanya Jesslyn tanpa basa-basi.
Nyonya Carlia mendengus. "Kami tidak akan banyak berbasa-basi. Jesslyn, kami butuh uang."
"Lalu?" balas Jesslyn dingin, ia menatap keduanya bergantian.
"Beri kami uang. Tidak banyak, hanya satu miliar," jawab Nyonya Carlia, seolah-olah angka itu bukan sesuatu yang besar.
Jesslyn menghela napas panjang. "Aku tidak punya uang sebanyak itu. Jika kalian memang membutuhkannya, sebaiknya minta bantuan pada orang lain, bukan aku."
"Jesslyn!!" Sarah membentak sambil menggebrak meja, membuat beberapa pengunjung lain menoleh. Wajahnya memerah karena marah. "Jangan jadi manusia tak tahu diri! Apa kau lupa? Siapa yang dulu memberimu makan dan tempat tinggal? Jika bukan karena keluargaku, kau pasti sudah terlantar di jalanan!"
Jesslyn tertawa sinis. "Makan dan tempat tinggal?" ujarnya meremehkan. "Sarah, apa kau lupa? Siapa yang dulu membiayai sekolahmu? Siapa yang bekerja siang dan malam demi memastikan perusahaan kalian tetap berdiri?"
Dia menggeser tubuhnya sedikit dan mendekat ke meja, matanya menatap Sarah dengan tajam. "Kalau kau mau bicara soal balas budi, mari kita hitung siapa yang sebenarnya berutang pada siapa."
Sarah memukul meja lagi, lebih keras lagi kali ini. "Jangan besar kepala, Jesslyn! Tanpa keluargaku, kau bukan apa-apa! Kau itu hanya anak pungut yang kami rawat karena belas kasihan!"
Jesslyn tersenyum sinis. "Anak pungut? Ah, akhirnya keluar juga kata itu."
"Memangnya salah?" sahut Nyonya Carlia, dengan nada meremehkan. "Kau memang hanya anak pungut yang kami pelihara. Kami memberikanmu kehidupan yang layak, Jesslyn. Dan sekarang kau malah berani menolak membantu kami? Tidak tahu diri!"
Jesslyn mendengus, lalu tertawa kecil. Tawanya membuat Sarah dan Nyonya Carlia semakin kesal.
"Lucu sekali. Kalian pikir aku ini apa? Mesin 4TM berjalan? Kalian datang ke sini, mengata-ngataiku, lalu berharap aku dengan senang hati memberi kalian uang? Bermimpi saja."
Nyonya Carlia mencondongkan tubuhnya ke depan, wajahnya penuh amarah. "Kami membesarkanmu, Jesslyn! Semua uang yang kami habiskan untukmu, itu hutang yang harus kau bayar!"
"Hutang?" Jesslyn mengangkat alisnya, seringai kembali muncul diwajahnya. "Kalian benar-benar tidak tahu malu. Semua yang kalian lakukan untukku sudah aku bayar kontan, Sarah. Bahkan lebih dari itu. Jangan lupa, perusahaan yang kalian banggakan sekarang itu aku yang bangun dengan kerja keras, sementara kalian bersantai menikmati hasilnya."
"Kau keterlaluan, Jesslyn!" bentak Sarah dengan suara meninggi. "Kami ini keluargamu!"
"Keluarga?" Jesslyn tertawa getir, "Dari dulu, satu-satunya orang yang memperlakukanku seperti keluarga adalah Papa. Tapi kalian? Kalian memperlakukanku seperti budak."
Dia berdiri dan menatap mereka dengan dingin. "Dan sekarang, tiba-tiba kalian datang, meminta uang dengan seenaknya? Aku tidak punya kewajiban apa pun lagi untuk menghidupi kalian."
"JESSLYN, KAU JANGAN KURANG AJAR!" bentak Nyonya Carlia, wajahnya memerah karena marah. "Kau harus ingat tempatmu! Tanpa kami, kau tidak akan pernah ada di posisi ini!"
Jesslyn menatap mereka berdua dengan dingin, seringai kecil muncul di wajah cantiknya. "Dan tanpa aku, kalian juga tidak akan punya apa-apa. Jangan lupa itu."
Nyonya Carlia berdiri, dia menunjuk Jesslyn dengan tangan gemetar. "Kau akan menyesal, Jesslyn! Kau pikir kami tidak punya cara untuk membuatmu membayar semua perlakuanmu hari ini?"
Jesslyn mengangkat bahunya, nadanya acuh tak acuh. "Silakan coba. Aku sudah selesai di sini."
Dia melangkah pergi tanpa menoleh lagi, meninggalkan Nyonya Carlia dan Sarah yang masih dipenuhi amarah di meja mereka. Jesslyn menghela napas panjang, dia mengatur nafasnya dan berusaha menenangkan dirinya.
"Aku sudah terlalu lama membiarkan mereka menginjakku," gumamnya pelan, lalu melangkah pergi tanpa menoleh lagi.
***
Nenek Maria dan Veronica masuk ke dalam kamar Neo yang hening. Tidak ada suara sama sekali selain detak jarum jam yang menggantung di dinding. Mereka saling bertukar pandang.
"Vero, apa kau yakin kali ini benar-benar berhasil? Maksudku, obat itu. Apa obat itu bekerja dengan baik, aku tidak mau ada kesalahan lagi lalu ditipu mentah-mentah oleh bocah sialan ini." ujar Nyonya Maria.
"Mama, tenang saja. Aku jamin kali ini tidak akan ada masalah. Yemi, dia menjalankan semua rencana kita dengan baik." jawab Nyonya Veronica.
"Bagus sekali, memang itu yang aku harapkan. Kita tidak bisa mengandalkan wanita bodoh itu untuk mendapatkan tanda tangannya. Kita lakukan sendiri saja. Toh, dia juga tidak akan tau, cepat, ambil stempelnya dan cap jari." perintah Nyonya Maria, Veronica mengangguk.
Veronica menatap Neo dengan tatapan tajam dan meremehkan. "Neo, pada akhirnya semua harta keluarga ini tetap menjadi milik kami. Tidak sia-sia kami menyingkirkan ibu dan kakekmu yang bodoh itu. Selama ini kau membohongi kami dengan pura-pura lumpuh. Tapi pada akhirnya, kami membuatmu menjadi manusia tidak berguna." ujar Veronica dengan senyum meremehkan.
Dia mengambil stempel yang ada diatas meja lalu mengarahkan jari Neo pada tinta, untuk menguasai seluruh harta milik keluarga Hou, adalah dengan mendapatkan tandatangan Neo. Tapi berhubung Neo koma, mereka hanya bisa melakukan cap jari.
"Apa kalian benar-benar yakin?" kedua mata itu terbuka dan membuat mereka berdua terkejut bukan main.
"Neo... Kau pura-pura koma lagi?!"
***
Bersambung