Tampan, mapan dan populer rupanya tidak cukup bagi sebagian perempuan. Vijendra sendiri yang menjadi objek dari ketidak syukuran pacarnya, atau mungkin bisa disebut mantan pacar. Ia memilih mengakhiri semuanya saat mendapati perempuan yang ia kasihi selama 3 tahun lamanya sedang beradu kasih dengan laki-laki lain.
Cantik, berprestasi dan setia juga sepertinya bukan hal besar bagi sebagian laki-laki. Alegria harus merasakan sakitnya diputuskan sepihak tanpa tahu salahnya dimana.
Semesta rupanya punya cara sendiri untuk menyatukan dua makhluk yang menjadi korban ketidak syukuran hingga mereka sepakat untuk menjadi TEMAN BAHAGIA.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon firefly99, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
11. Pelukan Ibu
HRV hitam melaju dengan kecepatan sedang menuju arah Cakrawala. Hari ini Alegria memutuskan untuk mengunjungi ibu dan ayahnya yang nyaris 2 bulan tidak ia temui. Ini adalah rekor baru dalam hidupnya, tahan tidak bertemu kedua orang tuanya dalam waktu yang lama. Ia tentu tak lupa membeli putu cangkir kesukaan sang ibu meskipun harus mengantre cukup lama.
"Welcome home sayangkuu!" seru Ale saat melihat anaknya.
Alegria segera mencium punggung tangan ibunya, setelahnya, ia merasakan jika tubuhnya di dekap. "Rindu ibu." ucapnya.
"Ibu juga rindu Yaya, banyak-banyak, sekebon ." Ale mencium kening anaknya cukup lama. "Ayo, masuk." ajaknya.
"Ini buat ibu kan yah?" tanya Ale saat melihat paper bag yang sangat ia hapal.
"Ya iya dong." Alegria mengangguk dan tersenyum. Bukan hal yang sulit untuk menyenangkan ibunya. "Ayah kemana?"
"Tadi pagi izin main polo bersama om Arza." jawab Ale. Ia lalu duduk di sofa ruang keluarga dan menarik tangan anaknya untuk ikut duduk. "Yaya okay kan sayang? Ibu sebenernya cukup kaget saat Argan menemui ayah di rumah papi kapan hari, sepertinya baru pulang dari bandara yah?"
Alegria mengangguk. "Iya, Bu. Kak Argan memang datang menemui adek sesaat setelah ibu dan ayah pulang." jawabnya. Ia diam selama beberapa saat, lalu melanjutkan ucapannya. "Dan kak Argan memutuskan untuk mengakhiri hubungan kami." tepat setelah mengucapkan kata terakhirnya, air matanya jatuh tanpa diminta.
Ale segera membawa anaknya ke dalam pelukannya, memberikan ketenangan. Tangannya sambil menepuk pelan bahu sang anak, seolah mengirimkan energi agar anaknya merasa lebih baik.
"Adek gak tahu salahnya adek dimana. Kalau disangka kaget, tentu saja kaget, Bu. Sebelumnya kami baik-baik saja." ucap Alegria lagi saat merasa lebih baik.
Ale tersenyum, ibu jarinya lalu mengusap pipi anaknya yang lengket karena air mata yang sudah mengering. "Yaya tahu kan, apa yang menurut kita baik belum tentu baik bagi orang lain. Selalu ingat kalimat ini, boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal itu amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu padahal itu amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui. Mengerti kan sayang?"
"Mengerti, ibu. Terima kasih pelukannya. Pelukan ibu yang terbaik." ucap Alegria.
"Uhh, anak ibu." Ale tidak tahan lagi untuk mengecup pipi anaknya. "Yaya gak perlu khawatir, selagi Yaya selalu berbuat baik dan tidak pernah berbuat jahat, sesuatu yang baik pasti akan selalu berdatangan."
"Iya ibukuu." Alegria mengangguk paham. Senyumnya bahkan sudah terbit kembali. Ia tentu saja merasa lega karena telah mengeluarkan uneg-unegnya juga air mata kesedihannya yang selama ini terpendam.
"Mau temani ibu masak? Terus nanti bersih-bersih dan ke rumah papa." tawar Ale.
"Mau ibuu."
Ale menyempatkan untuk mencicipi putu cangkir yang anaknya bawa sebelum berjalan ke dapur untuk memasak. Biarlah mereka makan siang di rumah Alaric saja. Mumpung Airlangga tidak berada di rumah.
"Kakak Yayaaa!" seru Faiz saat melihat Alegria turun dari mobil.
"Halo boy!" Alegria merangkul bahu adik sepupunya.
"Ibu " Faiz lalu menyapa Ale yang sedang membawa rantang.
"Tumben gak main." heran Ale.
"Anaknya baru pulang itu mbak. Jangan mau dicium-cium dulu, belum mandi dianya." ujar Silvia yang baru muncul dari balik pintu.
"Sana mandi dulu. Terus makan siang bareng-bareng." suruh Alegria.
"Siap kakakku!" tanpa diminta dua kali, Faiz segera memasuki rumah putih.
Ya, Alaric lah yang menghuni rumah putih setelah papa dan mamanya tiada. Untung saja ia langsung ditugaskan di Cakrawala setelah duka yang menimpa keluarganya, yaitu kehilangan anak perempuannya yang begitu cantik. Hal itu juga yang membuat Alegria lebih dekat dengan Alaric dan sempat tinggal bersama pamannya sampai tamat sekolah SMA. Sedangkan Ale menghuni kediaman Endra dan Anala.
"Sayangnya mama Via, lama sekali gak kelihatan." Silvia sendiri sudah menganggap Alegria seperti anak kandungnya. Alegria lah yang menjadi pelipur laranya saat putrinya telah tiada.
"Gimana mau kelihatan dek, orang anaknya habis liburan." ujar Ale.
"Nah, kalau dipikir-pikir, yang kemarin tuh rekor buat aku deh mbak berpisah lama dengan Yaya."
Ale terkekeh. "Sama, dek."
"Ini mau di sini saja atau gimana nih?" tanya Alegria yang masih dalam rangkulan Silvia.
"Ya masuk dong sayang." jawab Silvia. "Mbak mah repot segala. Pake bawa rantang." ujarnya lagi saat Ale menyodorkan rantang.
"Masakan Yaya tuh. Barangkali kamu rindu " beritahu Ale.
"Duh, jadi gak sabar pengen nyicip." ucap Silvia.
Sementara Alegria sudah berjalan lebih dulu memasuki rumah saat dipersilahkan oleh tuan rumah. Rumahnya masih sama, bahkan tata letak bingkai fotonya pun demikian.
"Yaya baik-baik saja kan?" bisik Silvia pada Ale saat mereka sedang memindahkan makanan yang Ale bawa.
Ale mengangguk. "Tadi sempat nangis, mengeluarkan uneg-unegnya dan kesedihannya. Setelahnya, ya seperti biasa, ceria lagi sampai masak sama mbak."
"Syukurlah." Silvia merasa lega sekarang. "Kemarin mau nyamperin, tapi papanya gak kasih izin."
"Iya, ayahnya juga melarang. Untung saja ada abangnya yang sempat besuk."
Alegria yang hendak mengambil minum menahan langkahnya saat mendengar bisikan ibu dan mamanya. Ternyata keluarganya begitu perhatian tapi tetap menahan diri dan memberinya privasi saat KKN kemarin. Meskipun ia tahu, tidak mudah bagi mereka untuk menahan diri untuk tidak mengunjunginya. Alih-alih melanjutkan langkahnya, ia malah membalikkan dirinya dan kembali ke living room.
Entah janjian atau tidak, Aldric dan Salwa juga datang. Padahal saat tadi pagi Alegria pamit, keduanya tidak menunjukkan gelagat ingin ikut. "Tahu gitu aku nunggu papi dan mami saja tadi " ocehnya.
Aldric dan Salwa meringis mendengar ucapan Alegria barusan.
"Baru kepikiran, nak. Papi kan tadinya mau main golf, malah gak jadi. Terus mami ajak kesini saja." Aldric menimpali.
"Omelin saja Yaya!" Alaric yang baru datang langsung menyiram bensin.
"Dih, baru pulang juga langsung nyiram bensin saja." cibir Silvia .
Alaric tertawa kecil. Lalu memeluk anaknya, Alegria. "Sayangnya papa." ucapnya.
"Ayahnya dimana?" tanya Ale pada adiknya.
"Tadi mampir beli rujak dulu katanya. Jangan-jangan kakak ngidam lagi." jawab dan goda Alaric.
"Ngidam matamu!" cibir Ale. "Ayo Salwa, biarkan Aldric yang menerima omelan Yaya." ajaknya pada iparnya.
"Iya mbak." Salwa dengan cepat meninggalkan teras rumah putih mengikuti langkah kaki Ale dan Silvia.
Aldric dan Alaric begitu pasrah sekarang. Meskipun anak gadis di depannya sangat manis, tapi kadang mengerikan juga.
Tin tin tin!
Suara klakson mobil membuat ketiganya kompak menoleh. Alegria tersenyum saat melihat ayahnya turun dari mobil.
"Ayaaaah "
Seperti anaknya, Airlangga juga begitu senang melihat keberadaan anaknya. Ia tentu saja kaget, namun rasa bahagianya lebih mendominasi. "Anaknya ayah." Ia lalu menciumi puncak kepala anaknya.
Melihat keadaan lebih kondusif, Aldric dan Alaric memilih untuk melarikan diri saja.
Mau pantengin terus sampai tamat ahh 😁
Semangat kak bikin ceritanya 🤗 ditunggu sampai happy ending yahh 😘