NovelToon NovelToon
Seven Years After Divorce

Seven Years After Divorce

Status: tamat
Genre:Tamat / Lari Saat Hamil / Mengubah Takdir
Popularitas:3.1M
Nilai: 4.9
Nama Author: moon

🥈JUARA 2 YAAW S2 2024 🏆

Perceraian, selalu meninggalkan goresan luka, itulah yang Hilda rasakan ketika Aldy memilih mengakhiri bahtera mereka, dengan alasan tak pernah ada cinta di hatinya, dan demi sang wanita dari masa lalunya yang kini berstatus janda.

Kini, setelah 7 tahun berpisah, Aldy kembali di pertemukan dengan mantan istrinya, dalam sebuah tragedi kecelakaan.

Lantas, apakah hati Aldy akan goyah ketika kini Hilda sudah berbahagia dengan keluarga baru nya?

Dan, apakah Aldy akan merelakan begitu saja, darah dagingnya memanggil pria lain dengan sebutan "Ayah"?

Atau justru sebaliknya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon moon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

#26

 #26

Hilda menatap kepergian Ammar bersama sang Papa. Walau sisi ego nya tak rela, pada akhirnya ia tetap harus berbesar hati mengizinkan Aldy menghabiskan waktu satu hari bersama Ammar. 

Seburuk-buruknya Aldy di mata Hilda, ia tetap seorang pria baik dan bertanggung jawab, setidaknya itulah yang ia ingat selama 4 tahun menjalani bahtera rumah tangga bersama pria itu. 

“Kamu hebat sayang,” Sebuah pelukan di pundak, Hilda rasakan, tentu sang suami pelakunya. 

Hilda mendongak, hingga tatapannya bertabrakan dengan netra sang suami, “terima kasih karena sudah mengingatkan aku.”

“Sama-sama, sayang.” 

"Ayah … ayo berangkat." 

"Waahh jagoan Ayah sudah siap, ayolah kita jalan," Irfan menggandeng lengan Azam. "Salim dulu sama Bunda."

Dengan patuh Azam menghampiri Hilda, kemudian mencium tangannya, "Assalamualaikum, Bunda …"

Hilda mengecup pipi dan kening Azam, "Waalaikumsalam, sayang."

"Daaa, Bunda …"

"Fii Amanillah …"

Hilda tak lagi menoleh ketika melihat ponselnya berdering.

"Ayah … Kenapa Mas Ammar gak bareng sama kita?" Si kecil itu mulai merasa ada yang aneh sejak kehadiran Aldy.

"Iya, Om Aldy mau bawa Mas Ammar ke suatu tempat." Jawab Irfan apa adanya.

"Kok, aku gak di ajak sih, Yah?"

Irfan mengacak rambut Azam, "Kalau Azam ikut juga, Ayah sama siapa dong, kan jadi kasihan Ayah." Jawab Irfan sesimpel itu.

"Oh iya …" Seringai lucu menghiasi wajah Azam kala mendengar jawaban sang Ayah.

.

.

Jam 11 masih kurang lima belas menit lagi, namun Aldy sudah tak sabar menunggu Ammar keluar dari kelas. dirinya hanya menandatangani beberapa berkas, serta rapat sesaat, itu pun ia sudah tak mampu berkonsentrasi. 

Fakta bahwa ia memiliki anak laki-laki saja sudah membuatnya bahagia, apalagi hari ini Ammar bersedia menghabiskan waktu bersamanya di sisa hari ini. Bukan berarti Aldy tak bahagia dengan kehadiran Reva, kini ia merasa memiliki anak kembar laki-laki dan perempuan, karena selisih usia mereka yang tak seberapa, keduanya sama sama membuatnya bahagia, dan sempurna sebagai seorang pria.

Sayangnya waktu tak bisa di putar kebelakang, menyesal sudah pasti, tapi yang kini ia bisa lakukan hanya memperbaiki apa yang dahulu salah di masa lalu.

Bel sekolah berbunyi, selang lima menit kemudian anak-anak berhamburan, keluar dari kelas masing-masing. Aldy mencari-cari Ammar diantara banyak anak, wajahnya bahagia walau sengatan matahari membakar kulitnya.

Wajah tampan nan lucu itu, tersenyum lebar ke arahnya. Jika diperhatikan dengan cermat, wajah Ammar sangat mirip dengan dirinya, hanya senyum saja yang serupa dengan sang Bunda. 

Aldy melambaikan tangannya, ia berlutut seraya merentangkan kedua tangannya, "Om sudah lama nunggunya?"

"Nggak, baru kok, baruuu banget, sebelum bel berbunyi." bohong Aldy, karena lamanya waktu sudah ia lalui dalam ketidak tahuan, kini hanya menunggu beberapa menit, tak masalah bagi Aldy.

"Mau makan dulu atau main dulu?" tanya Aldy usai melepaskan pelukannya.

"Makan dulu, Om … lapar."

"Baiklah … hari ini Om Jadi sopir Ammar."

"Yeaayyy … !!" seru Ammar kegirangan.

Tak butuh waktu lama, mereka tiba di salah satu tempat makan yang menyediakan hidangan khas jepang. Ammar makan dengan lahap, karena ia memang sangat lapar, sementara Aldy hanya mengamati Ammar saja sudah membuatnya kenyang, sesekali ia membersihkan bibir Ammar yang belepotan karena noda makanan.

"Om … gak makan?" tanya Ammar yang heran, karena Aldy hanya memesan makanan untuknya saja.

Aldy menggeleng, "Om belum lapar, nanti malam saja makannya." Saking bahagianya, sampai-sampai ia tak bisa merasakan lapar. 

Mendengar jawaban Aldy, Ammar menyodorkan sendoknya ke bibir Aldy, "Aaaaa …" ujarnya lucu, "Wah pesawatnya lewat, bruuumm nguing nguing nguing." Ammar meliuk liukkan sendoknya, sebelum akhirnya Aldy dengan bahagia menerima suapan Ammar.

"Sini … gantian, Om yang suapin Ammar … " Aldy mengambil alih sendok dari tangan Ammar.

Aldy tak bisa menggambarkan bagaimana perasaannya, tangannya gemetar, air matanya meleleh begitu saja, karena ini pertama kalinya ia menyuapi Anak lelakinya, "Om … kok nangis?"

Aldy mengusap air matanya, Aldy tak mampu menjawab, air matanya justru semakin deras mengalir. Melihat hal itu Ammar berdiri ia berpindah duduk di sebelah kiri Aldy.

Dengan kedua tangannya, Ammar mengusap air mata di pipi Aldy, “kata Bunda, kalau sudah besar, gak boleh nangis.” Ujarnya, usai mengusap pipi basah Aldy. Kedua Mata beningnya mantap Aldy tanpa prasangka atau kebencian. 

“Iya … Bunda benar, selalu dengar kata Bunda kamu yah? Jangan sakiti Bunda, apalagi bikin Bunda nangis.” Pesan Aldy, yang kembali menyuapkan makanan ke mulut Ammar. 

Ammar mengangguk, bocah itu tak tahu betapa hancur hati Aldy saat ini, karena tak bisa mengakui siapa dirinya. Orangtua mana yang tak ingin dikenal dan di sayangi anak-anak nya? Tentu tak ada, kalaupun ada dia pasti tak waras. 

Usai makan, Aldy membawa Ammar ke zona bermain yang ada di dalam Mall, banyak permainan mereka coba mainkan, dan selama itu pula Ammar berteriak dan tertawa bahagia. 

“Om mau main itu … ” Tunjuk Ammar ke sebuah mesin permainan melempar bola basket ke dalam ringnya. 

“Tapi itu untuk dewasa, kita kesana saja, yang untuk anak-anak.” Aldy menyarankan. Tapi Ammar tetap bersikukuh dengan keinginannya. 

“Nanti, aku manjat, Om, biar sampai tingginya.” Ammar beralasan. 

Aldy tak bisa menolak, karena ia pun tak punya solusi, tiba-tiba Aldy terpikirkan sebuah ide. 

“Baiklah … apa kamu mau naik ke pundak Om? Biar lemparanmu lebih tepat dan akurat.” 

“Mau…!!!” Ammar melonjak kegirangan. 

Adly pun tertawa lebar, tak ada yang lebih membahagiakan selain melihat tawa bahagia di wajah Ammar. 

Plok plok, “Come my boy…” Aldy bertepuk tangan dua kali kemudian mengangkat Ammar Ke pundaknya. 

“Are you okay?” Aldy memastikan Ammar duduk nyaman di pundaknya. 

“Yes, Uncle!!” Jawab Ammar tegas dan yakin. 

“Let's start it.” Mesin bersuara, pertanda ia mulai bekerja, penahan bola turun, dan 5 buah bola basket menggelinding ke arah Ayah dan anak tersebut. 

Tangan kiri Aldy memegang erat kedua kaki Ammar, sementara tangan kanannya mengangsurkan bola pada Ammar. 

“Oh yeaahh …”

“Oh yeaahh …” 

Mesin berbunyi demikian, ketika Ammar berhasil memasukkan bola basket ke dalam Ring. Ammar yang bersemangat melempar bola, membuat Aldy pun merasakan semangat serupa bahkan lebih. 

Tanpa terasa waktu berlalu begitu saja, usai bermain Ayah dan anak itu asyik berkeliling mall, bahkan Aldy membawa Ammar mendatangi salah satu kids play store di Mall tersebut, Aldy sama sekali tak merasa keberatan membeli begitu banyak mainan untuk Ammar, agar nanti Ammar bisa memainkannya bersama Azam. 

Hilda dengan gelisah menatap jam dinding di ruang tamu, sudah lewat jam 9 malam, tapi Aldy belum juga memulangkan Ammar. Segala macam pikiran buruk mulai menjalari kepalanya. 

Entah sudah berapa kali ia bolak balik dari dalam rumah ke teras. Jadi semakin gelisah ketika jarum jam sudah bertengger di angka 10. Dan sejak adzan maghrib berkumandang ponsel Aldy mendadak tak bisa di hubungi. 

“Masuk, sayang. Ini sudah malam.” Irfan mengingatkan Hilda yang sejak sore gelisah menunggu kedatangan Ammar. 

“Aku khawatir, Mas.” Keluh Hilda. 

“Apa yang kamu khawatirkan, Ammar sedang bersama Papanya.”

“Iya, aku tahu, tapi …”

“Aldy tak mungkin punya niat jahat pada anaknya sendiri.” 

Disatu sisi Hilda bangga memiliki suami pengertian seperti Irfan, tapi disisi lain ia gemas karena sikap suaminya yang terlalu baik dan sama sekali tak punya prasangka buruk. 

1
C I W I
Luar biasa
Mak e Tongblung
luar biasa
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
Benar" gak tahu balas Budi 😤
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
Hadeuh Bram" udah miskin di penjara pula 😜
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
Nah loh ketahuan,rasain tuh 🤪
Sulis Tyawati
jgn sampai ibu peri sebenarnya mami nia
Sulis Tyawati
pada hal bram yg menularkan hiv pada widya, kan dia suka gelap celup
Sulis Tyawati
Hilda hamil tuh
Sulis Tyawati
tuh kan, apa kata q. jd sinetron bgt ceritanya
moon❣️: silahkan berhenti!! othor gak maksa siapapun untuk baca cerita othor.

terima kasih sudah mampir 🙏
total 1 replies
Sulis Tyawati
ikkkhhhhh males banget kalo cerita nya hrs berbelit2,,, tr ada halangan lg dri widya
Sulis Tyawati
dsr org tua g tau diri si johan
Lala lala
aldi msh cinta sm mantan its okey...tapi msh mengejar mantan itu bodoh..sdh sering dibohongi soal uang masih sj diam..skrg dikhianati hancur kan..coba dr awal buang.
andai..andai.. dan andai sj otakmu skrg
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
Rasain 🤪
Sulis Tyawati
emg bego si aldy ini,,, coba cek rekening mu.
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
Benar" serakah kamu Widya 😏
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
Pasti pengen duitnya doang tuh 😏
Sulis Tyawati
kamu hrs kuat Hilda, tunjukan sama aldy juda widya kamu mampu hidup
Mak e Tongblung
waduh... janganlah pak
Lala lala
gimana si widya ambil uang , apa atm nya ganti baru pake sogok.. kan buku sm aldi
Mak e Tongblung
bohong, ini anak lelaki yg tempo hari kenalan di supermarket
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!