NovelToon NovelToon
Di Balik Layar HP

Di Balik Layar HP

Status: tamat
Genre:Tamat / cintapertama / Cinta Seiring Waktu / Cinta Murni
Popularitas:1.3k
Nilai: 5
Nama Author: Iqbal Maulana

Dimas Ardiansyah, seorang pria dari desa yang merantau ke Kota Malang untuk bekerja. Ia bekerja di sebuah perusahaan ternama di kota tersebut. Namun, ia harus menyadari bahwa bekerja di perusahaan ternama memiliki tekanan yang jauh berbeda.
Ketika ia merenungi semua masalah dan melampiaskannya ke hp hingga senja tiba. Dimas yang akhirnya pulang ke kos tak sengaja bertemu seorang gadis yang sangat menawan hingga beban pada pekerjaannya hilang sejenak setelah melihat gadis tersebut.
Apa yang akan dilakukan oleh Dimas setelah ia bertemu dengan gadis itu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Iqbal Maulana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Perpisahan Sementara

Hari itu, Maya sedang duduk di ruang magang dengan mata yang fokus pada layar laptop. Dia sedang menyelesaikan artikel terakhirnya ketika sebuah email masuk. Maya membuka email tersebut dengan rasa penasaran, dan seketika wajahnya berubah menjadi serius. "Apa-apaan ini?" gumam Maya sambil membaca isi email. Email tersebut dari manajer HRD perusahaan magangnya, menginformasikan bahwa Maya akan dipindahkan ke cabang perusahaan di Yogyakarta selama tiga bulan. Pikirannya langsung melayang pada Dimas, dan bagaimana mereka harus menghadapi jarak lagi. Maya memutuskan untuk menelepon Dimas secepat mungkin. Dia keluar dari ruangan dan mencari tempat yang tenang di sekitar kantor.

"Sayang, aku harus kasih tau sesuatu," kata Maya dengan suara gemetar saat Dimas menjawab telepon. "Ada apa, Sayang? Suara kamu kok terdengar aneh," jawab Dimas dengan khawatir. "Aku baru aja dapet email dari HRD. Mereka bilang aku bakal dipindahin magangnya ke Jogja selama tiga bulan," Maya mencoba menahan air matanya. Dimas terdiam sejenak, mencerna kabar yang baru saja dia dengar. "Jogja? Serius, Yang? Kok bisa tiba-tiba gini?" "Iya, Aaaayyyaaanngg. Mereka bilang ini bagian dari program rotasi untuk memperluas pengalaman magang kita. Aku juga kaget banget," Maya berusaha menjelaskan sambil mengusap air matanya yang mulai jatuh.

"Aduh, jadi kita harus LDR lagi, ya?" kata Dimas dengan nada sedih. "Iya, Sayang. Aku juga nggak pengen, tapi ini kesempatan bagus buat karir aku ke depannya," jawab Maya dengan suara lembut, mencoba menghibur Dimas sekaligus dirinya sendiri. Malam harinya, Dimas dan Maya bertemu di kafe favorit mereka. Mereka duduk di meja pojok, tempat biasa mereka berbincang dan menikmati waktu bersama. "Sayang, aku ngerti ini nggak gampang buat kita, tapi aku pengen kita tetap kuat," kata Maya sambil menggenggam tangan Dimas. "Iya, Sayang. Aku juga pengen kita tetap kuat. Kita udah pernah LDR, dan kita berhasil ngelewatin itu. Aku yakin kita bisa lagi," balas Dimas sambil menatap mata Maya dengan penuh kasih.

"Terus, gimana kita atur waktunya nanti? Aku pasti bakal sibuk di sana, tapi aku bakal usahain buat selalu ada waktu buat kita," kata Maya dengan penuh harap. "Kita bisa video call setiap malam, kalau kamu nggak sibuk. Dan kalau ada waktu, aku bakal usahain buat ke Jogja nengok kamu," jawab Dimas dengan senyum kecil. Maya tersenyum tipis, meski hatinya masih terasa berat. "Makasih, Sayang. Aku senang kamu mau dukung aku." Dimas mengangguk. "Selalu, Sayang. Kamu tahu aku selalu ada buat kamu." Beberapa hari kemudian, Maya mulai mempersiapkan keberangkatannya ke Yogyakarta. Dia mengemas barang-barangnya dengan hati-hati, memastikan tidak ada yang tertinggal. Dimas datang ke kosan Maya untuk membantu.

"Sini, aku bantu packing," kata Dimas sambil mengambil baju dari lemari Maya. "Makasih, Sayang. Aku jadi lebih tenang kalau kamu ada di sini," jawab Maya sambil tersenyum. Dimas membantu memasukkan baju-baju Maya ke dalam koper. "Kamu udah siap mental buat pindah ke sana?" "Belum seratus persen, tapi aku yakin kita bisa ngatasin ini bareng-bareng," jawab Maya. Setelah semua barang selesai dipacking, Maya dan Dimas duduk di lantai kosan, menikmati momen kebersamaan terakhir sebelum Maya berangkat. "Kamu janji bakal selalu kabarin aku, ya?" kata Dimas sambil memegang tangan Maya. "Janji, Sayang. Aku nggak bakal lupain kamu. Kamu juga harus kabarin aku kalau ada apa-apa, ya," balas Maya. "Iya, pasti. Kamu jaga diri baik-baik di sana, ya," kata Dimas sambil mengecup kening Maya.

Keesokan harinya, Dimas mengantar Maya ke stasiun kereta. Mereka berdua berjalan beriringan, sambil menggenggam tangan erat-erat. "Sayang, aku sedih harus ninggalin kamu lagi," kata Maya dengan mata berkaca-kaca. "Aku juga, Sayang. Tapi ini bukan perpisahan selamanya. Kita cuma berpisah sementara," jawab Dimas sambil mencoba tersenyum. Mereka berdua berdiri di depan gerbong kereta yang akan membawa Maya ke Yogyakarta. "Mas, aku bakal selalu ingat momen ini. Kamu jangan lupa makan dan jaga kesehatan, ya," kata Maya. "Kamu juga, Sayang. Jangan terlalu capek dan jangan lupa istirahat," balas Dimas.

Kereta mulai bergerak perlahan. Maya melambaikan tangan sambil menatap Dimas dengan penuh haru. "Sampai ketemu lagi, Sayang," katanya dengan suara lirih. "Sampai ketemu lagi, Sayang. Aku sayang kamu," balas Dimas. Hari-hari pertama di Yogyakarta terasa berat bagi Maya. Dia harus beradaptasi dengan lingkungan baru dan tugas-tugas magang yang semakin menantang. Namun, Maya berusaha tetap positif dan fokus pada pekerjaannya. Suatu malam, setelah seharian bekerja, Maya memutuskan untuk menelepon Dimas. "Sayang, gimana hari kamu?" tanya Maya saat Dimas mengangkat telepon. "Capek, tapi aku baik-baik aja. Kamu gimana di sana?" tanya Dimas dengan suara lembut. "Sibuk banget, tapi aku senang bisa belajar banyak hal baru. Aku kangen kamu, Sayang," jawab Maya dengan suara pelan. "Aku juga kangen kamu, Sayang. Tapi aku bangga sama kamu. Kamu hebat bisa ngatasin semua ini," kata Dimas. Maya tersenyum mendengar kata-kata Dimas. "Makasih, Mas. Aku jadi semangat lagi."

Hari-hari berlalu, Maya dan Dimas menjalani hubungan jarak jauh mereka dengan penuh kesabaran dan pengertian. Mereka selalu menyempatkan waktu untuk berkomunikasi, meskipun hanya melalui pesan singkat atau panggilan telepon. Suatu malam, Maya merasa sangat rindu pada Dimas. Dia menatap layar ponselnya, melihat foto-foto mereka berdua yang tersimpan di galerinya. "Sayang, aku pengen banget ketemu kamu," kata Maya saat mereka sedang video call. "Aku juga, Sayang. Aku lagi coba atur jadwal biar bisa ke Jogja minggu depan," jawab Dimas dengan senyum kecil. "Beneran, Sayang? Aku senang banget dengernya," balas Maya dengan mata berbinar. "Iya, aku bakal usahain. Kita harus kuat ya, Sayang. Sebentar lagi kita bisa ketemu," kata Dimas dengan suara penuh harap. Maya mengangguk. "Iya, Sayang. Aku bakal tunggu kamu di sini."

Minggu berikutnya, Dimas benar-benar datang ke Yogyakarta. Maya menjemputnya di stasiun dengan perasaan campur aduk antara bahagia dan haru. "SAYAAANNGG!" seru Maya saat melihat Dimas keluar dari gerbong kereta. "Sayang!" balas Dimas sambil berlari kecil menghampiri Maya. Mereka berdua berpelukan erat, seolah tidak ingin melepaskan satu sama lain. "Aku kangen banget sama kamu," kata Maya dengan mata berkaca-kaca. "Aku juga, Sayang. Akhirnya kita bisa ketemu lagi," jawab Dimas sambil mengusap punggung Maya.

Mereka menghabiskan waktu bersama di Yogyakarta, menjelajahi tempat-tempat indah dan menikmati momen kebersamaan mereka. Di sebuah kafe kecil, mereka duduk sambil menikmati kopi dan berbincang tentang banyak hal. "Sayang, aku seneeeng banget kamu bisa ke sini. Aku jadi merasa lebih kuat," kata Maya sambil menatap Dimas. "Aku juga, Sayang. Aku selalu ada buat kamu, kapanpun kamu butuh," jawab Dimas dengan lembut. Mereka berbicara tentang masa depan, tentang rencana-rencana mereka setelah Maya selesai magang.

"Sayang, setelah ini aku pengen kita bisa lebih sering ketemu. Aku pengen kita bisa jalani hubungan ini dengan lebih baik," kata Maya. "Aku juga, Sayang. Aku yakin kita bisa. Kita cuma perlu sabar dan terus dukung satu sama lain," balas Dimas. Hari-hari bersama Dimas di Yogyakarta terasa sangat berharga bagi Maya. Namun, waktu berlalu begitu cepat, dan Dimas harus kembali ke Malang. Mereka kembali berpisah dengan janji untuk tetap kuat dan saling mendukung.

"Sayang, makasih udah datang ke sini. Aku jadi lebih semangat buat nyelesaiin magang ini," kata Maya saat mereka berpisah di stasiun. "Sama-sama, Sayang. Kamu tetap semangat ya. Aku bakal selalu ada buat kamu," balas Dimas sambil menggenggam tangan Maya. Maya menatap Dimas dengan penuh haru. "Aku janji bakal selalu ingat kamu, Mas. Sampai ketemu lagi." "Sampai ketemu lagi, Sayang. Aku sayang kamu," balas Dimas. Kereta mulai bergerak, meninggalkan Maya yang berdiri dengan hati yang penuh harapan. Meskipun berpisah sementara, Maya  dan Dimas yakin bahwa cinta mereka akan selalu kuat, tak peduli seberapa jauh jarak memisahkan mereka.

1
jeju94
hai thor aku udah mampir nih semangat ya buat karya selanjutnya
Iqbal Maulana: oke makasi masih proses yg hembusan angin
total 1 replies
Durahman Kedu
sudah selesai apa masih terus nih.. ceritanya bagus...
Iqbal Maulana: sudah bikin karya kedua judulnya "Hembusan Angin" dengan cover cewek yg diselimuti dedaunan /Grin/
Durahman Kedu: oke.. bikin lagi gan... sukses selalu pokoknya
total 3 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!