Elang Dan Merpati

Marvel maju dengan wajah garangnya, Darrel juga tidak mau ketinggalan ikut mengintimidasi Rosa, Helen dan Vivian.

Ketiganya benar-benar ketakutan melihat sisi lain dari tiga pemuda tampan itu. Rosa yang ditatap tajam hanya bisa menunduk.

"Sekali lagi aku bertanya, apa kalian dalang dibalik semua ini?" Elang memperlihatkan rekaman cctv di parkiran tersebut.

Rosa menggeleng cepat. "Kemarin, aku mendengar Olivia menelpon seseorang, tapi aku tidak begitu jelas mendengarnya. Yang aku dengar jika dia akan mencelakai Merpati."

Elang, Marvel dan Darrel mengepalkan tangannya. Kemudian iapun pergi meninggalkan ketiga cewek itu.

Rosa, Helen dan Vivian terduduk lemas di atas rumput yang sengaja di rawat. Ketiganya seakan tidak bisa bernafas.

"Aku tidak menyangka jika masalah nya akan seperti ini, aku tidak ingin lagi berdekatan Olivia," gumam Rosa. Kedua temannya mengangguk.

Elang, Marvel dan Darrel baru tiba di parkiran. Belum sempat ia memasuki mobil, ponselnya berdering.

Tertera nama komandan polisi di ponselnya. "Halo, Pak."

"Tuan muda, kami sudah menangkap pelakunya, bisakah Tuan muda datang kemari?" tanya komandan polisi.

"Oh iya Pak, saya akan segera datang." jawab Elang.

Mereka memutuskan hanya menggunakan satu mobil untuk pergi ke kantor polisi. Setibanya di sana, ternyata kedua pelaku sudah babak belur karena dihajar polisi.

"Selamat siang Pak," ucap mereka serentak. Karena sudah lewat dari jam 10, jadi mereka menyebut nya siang.

"Siang, tuan muda," jawab komandan polisi.

"Bagaimana Pak?"

"Kami sudah berhasil menangkap pelaku, berkat bantuan dari pemilik mobil tersebut."

"Pemilik mobil? Jadi ...?"

"Ya, ternyata mobil yang mereka gunakan adalah mobil sewaan, dan kami awalnya mendatangi pemilik mobil tersebut. Lalu mengintrogasi nya. Dan berkat dia pula, kami menemukan alamat pelaku."

"Terima kasih, loh ini ...?"

"Mereka tidak mau mengaku, jadi ya begitulah," jawab salah satu polisi dengan enteng.

"Hmmm, kami mendapat petunjuk dan pelaku utamanya adalah mahasiswi di kampus kami. Tolong Bapak tindak lanjuti segera," pinta Marvel.

Komandan polisi mendengar rekaman suara dari Rosa saat diinterogasi tadi. Ya mereka sengaja merekamnya untuk bukti tambahan.

"Baik Tuan muda, serahkan kepada kami untuk menindak lanjuti kasus ini," ucap komandan polisi.

Pak komandan segera memerintahkan bawahannya untuk menangkap Olivia sekarang juga.

Sementara Elang, Marvel dan Darrel pamit untuk kembali ke kampus.

Di kampus ...

Hansen tidak melihat kehadiran Merpati sejak tadi, ingin bertanya, tapi gengsinya terlalu tinggi.

Hansen hanya duduk diatas motornya di parkiran. Hingga ada sebuah mobil datang yang ternyata adalah Elang, Marvel dan Darrel.

Mereka kembali ke kampus karena masih ada kelas hingga jam satu nanti.

"Kok sendirian?" tanya Darrel yang paling ramah di antara mereka.

Hansen hanya menjawab, "Ya."

Hansen belum tahu kejadian kemarin dan hari ini, karena ia memang tidak ingin kepo dengan urusan orang lain.

Namun saat ia ke kantin untuk makan siang, Hansen tidak sengaja mendengar pembicaraan Rosa dan kedua temannya.

"Apa katamu?" tanya Hansen mendekati mereka.

Rosa, Vivian dan Helen sontak terkejut dan segera menutup mulutnya agar tidak bicara. Kemudian ketiganya menggeleng.

Hansen yang tadinya ingin makan siang pun tidak jadi, ia ingin menemui Elang dan Marvel, namun mereka masih ada kelas.

Hansen terpaksa menunggu mereka di parkiran. Hansen gelisah, sebentar-sebentar ia melirik jam tangannya.

Dari jam 12 siang hingga ke jam 1 terasa lama baginya. "Ngapain juga aku ingin tahu keadaannya?" gumamnya.

Namun apa yang ia gumamkan sangat berbeda dengan hatinya. Buktinya ia selalu melihat jam tangannya dan rela menunggu Elang, Marvel dan Darrel hingga keluar dari kelas.

Kini ketiga cowok itu sudah berjalan keluar, dengan gaya masing-masing yang memikat banyak hati perempuan.

Apalagi Elang yang paling tampan diantara mereka. Bila disandingkan dengan Hansen, mereka saingan sama-sama tampan.

"Kalian mau pulang? Bagaimana keadaan Merpati?"

Mereka bertiga saling pandang, Hansen yang mereka kenal tidak peduli sekitar, tidak peduli cewek dan tidak peduli walau tidak punya teman. Tiba-tiba menanyakan Merpati.

"Ah maaf, tadi aku dengar katanya Merpati kecelakaan, jadi aku turut prihatin," ucap Hansen.

"Ehh bro, jika kamu suka dia, hadapi dulu kami." Tantang Marvel sambil menepuk dadanya

"Jangan khawatir, dia bukan gadis lemah. Jadi tidak ada apa-apa yang terjadi," ujar Elang.

Hansen tersenyum malu, entahlah, dia sendiri juga tidak mengerti. Bila ada, vdia cuek, bila tidak ada, terasa ada yang kurang.

Hansen pun merasa lega setelah mendengar kabar bahwa Merpati tidak kenapa-napa.

....

Disisi lain ...

Polisi sedang mendatangi kediaman Anton. Saat polisi datang, penjaga gerbang pun tidak bisa menghalangi, karena polisi membawa surat perintah.

"Maaf tuan, cari siapa ya?" tanya pelayan saat membuka pintu.

"Siapa Bik?" tanya Tina.

"Polisi Nyonya," jawab pelayan.

"Maaf Pak, cari siapa ya?" tanya Tina.

"Apa benar ini rumah nya Olivia?" tanya polisi.

"Ya benar, saya mamanya Olivia. Ada apa ya?"

"Kami mendapat perintah untuk menangkap anak Nyonya."

"Tapi anak saya salah apa, Pak? Anak saya tidak pernah melakukan hal-hal aneh, apalagi sampai berurusan dengan polisi."

Belum sempat polisi menjawab, Olivia sudah keluar dari kamarnya. Saat menuruni anak tangga, ia melihat dua polisi sedang berbicara dengan mamanya.

Olivia pun mengurungkan niatnya untuk turun. Namun hal itu terlihat oleh salah satu polisi.

Olivia berlari karena sudah ketahuan oleh polisi. Polisi segera memberikan tembakan peringatan.

Olivia yang ketakutan pun menghentikan langkahnya. Saat hendak mencapai pintu kamar.

"Angkat tangan!" perintah polisi.

Olivia segera mengangkat tangannya sejajar dengan kepalanya. Tina hanya terdiam saat polisi memborgol Olivia.

"Ma, aku gak salah, Ma. Aku gak salah!" pekik Olivia.

Namun Tina tidak bicara sepatah pun, ia hanya menangis saat melihat putrinya di bawa oleh polisi.

"Lepas! Lepaskan aku, aku tidak bersalah, aku tidak bersalah."

"Nanti bisa dijelaskan di kantor polisi," ucap salah satu polisi tersebut.

Tina menelpon suaminya dan mengatakan jika Olivia ditangkap polisi. Anton yang sedang meeting pun terpaksa menyuruh asisten nya untuk menggantikan nya.

Didalam mobil, Olivia hanya bisa menangis. Ia tidak menyangka jika perbuatan nya akan ketahuan secepat ini.

Polisi tidak peduli sama sekali, karena mereka hanya menjalankan perintah. Jika tangkap, ya tangkap. Yang penting tugas mereka selesai.

Tina segera berlari keluar saat mendengar mobil suaminya datang. Anton keluar dari mobil, dan langsung di peluk oleh istrinya.

"Apa yang terjadi? Apa anak itu berulah lagi?" tanya Anton.

"Berulah? Maksud Papa?"

"Sudahlah, sebaiknya kita susul ke kantor polisi."

Keduanya masuk kedalam mobil, Anton masih tidak mengerti dengan putrinya itu. Padahal di rumah begitu baik. Tapi berbeda saat di luar rumah.