NovelToon NovelToon
Hammer Of Judgment

Hammer Of Judgment

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan / TKP
Popularitas:1.3k
Nilai: 5
Nama Author: yersya

Hammer of Judgment yang membalas kejahatan dengan kejahatan. Apakah Hammer of Judgment adalah sosok pembela keadilan? Atau mungkin hanyalah sosok pembunuh?

Nantikan kelanjutannya dan temukan siapa sebenarnya Hammer of Judgment.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yersya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 11

Setelah kami bertiga mendiskusikannya, kami memutuskan untuk melaporkan kepala sekolah kepada polisi. Setelah polisi melakukan pemeriksaan di ruangan bawah tanah di kantor kepala sekolah, mereka berhasil menemukan korban penyiksaan yang merupakan beberapa alumni yang disiksa oleh kepala sekolah dan beberapa guru. Akhirnya, mereka pun ditangkap dan sekolah diliburkan untuk sementara waktu.

 

Walaupun pada awalnya kami dijadikan sebagai tersangka pembunuhan pak satpam, setelah dilakukan berbagai investigasi, kami akhirnya terbukti tidak bersalah.

 

Beberapa hari setelah itu, ketika aku mengajak Nada untuk keluar, dia memberitahu bahwa dia sedang sibuk dengan programnya. Jadi, saat ini aku hanya berdua saja dengan Arvin. Pada awalnya, Arvin terlihat enggan ketika mengetahui bahwa hanya kami berdua yang pergi. Tapi setelah aku sedikit mendesaknya, dia akhirnya setuju.

 

Apakah ini hanya perasaanku atau Arvin memang terlihat berbeda sekarang? Arvin yang biasanya terlihat sedikit berantakan, dengan rambut acak-acakan hampir menutupi matanya, dan pakaian yang kusut. Tapi sekarang, dia terlihat sangat berbeda. Pakaiannya rapi, rambutnya tertata dengan baik, dan dia terlihat...

 

“Ada apa?” tanya Arvin, melihatku yang terus menatapnya.

 

“Ti-tidak, tidak ada,” jawabku panik. “A-aku hanya berpikir kamu terlihat sangat berbeda dari sebelumnya.”

 

“Yah, saat ini aku pergi jalan dengan primadona sekolah. Jadi setidaknya aku harus berpenampilan rapi agar kamu tidak malu,” ujar Arvin.

 

“Be-begitu, ya,” jawabku.

“Aku pikir dia orang yang tidak peduli, tapi ternyata dia ingin terlihat baik untukku," gumamku dalam hati.

Aku dan Arvin pergi ke pusat belanja untuk membeli baju baru. Kami berjalan-jalan di sepanjang lorong toko dan mencari baju yang sesuai dengan selera masing-masing. Kami saling bertanya pendapat tentang pilihan baju yang kami lihat, memberikan saran satu sama lain, dan berdiskusi tentang gaya dan warna yang cocok untuk kami.

 

Setelah puas berbelanja, kami memutuskan untuk pergi ke kafe untuk istirahat sejenak. Kami memesan minuman favorit kami dan duduk di sudut yang nyaman. Sambil menikmati minuman, kami bercerita tentang kegiatan dan hal-hal yang terjadi belakangan ini.

 

Setelah itu, kami melanjutkan perjalanan kami ke toko buku. Kami berjalan-jalan di antara rak-rak buku, mencari judul-judul yang menarik perhatian kami. Kami saling merekomendasikan buku yang menurut kami menarik untuk dibaca. Kami berdiskusi tentang genre yang kami sukai dan berbagi pandangan tentang buku-buku yang telah kami baca.

 

Pada pukul enam sore, kami memutuskan untuk duduk di taman. Kami menemukan bangku yang nyaman di bawah pohon rindang. Di tengah suasana yang tenang, kami duduk dan menikmati keindahan alam di sekitar kami.

 

"Apa kamu menikmatinya, Arvin?" tanyaku, mencoba mencari tahu perasaannya.

 

"Yah, begitulah," jawab Arvin dengan nada yang tenang.

 

"Ekspresi wajahmu juga lebih lembut dari biasanya. Apa mungkin kamu mulai lebih terbuka padaku?"

 

“Benarkah?” Tanya Arvin dengan rasa heran.

 

Aku mengangguk sambil tersenyum. “Kamu juga lebih sering tersenyum tadi”

 

“Yah, mungkin karena aku bersama denganmu” ucap Arvin dengan tulus. “Terima kasih, Erina!” Tambahnya sambil tersenyum.

 

Aku terdiam sejenak, melihat senyumannya yang tulus. Lalu, aku ikut tersenyum. Di saat itu, aku merasa bahwa hubungan kami semakin dekat. Aku juga tidak menduga kalau Arvin bisa tersenyum seperti itu, ini membuatku melihat sisi lain dari dirinya dan itu membuatku sadar kalau aku sebenarnya tidak tahu apa-apa tentang Arvin.

Pukul delapan malam, setelah mengantarku pulang, Arvin langsung pulang ke rumahnya. Aku masuk ke kamarku dan merebahkan tubuhku diatas kasur. Belum genap beberapa detik, ponselku berbunyi.

“Ada apa, Nada?” Tanyaku tepat setelah aku mengangkat panggilannya.

“Jadi, bagaimana kencannya?” Tanya Nada balik.

“Kami tidak kencan, kami hanya pergi jalan saja”

“Itu sama saja, laki-laki dan perempuan pergi jalan berdua saja, itu disebut kencan” ucap Nada sambil menyeringai.

Aku menghela nafas, dia memang tidak salah, tapi kami sama sekali tidak melibatkan perasaan dalam hubungan kami.

Aku menghela nafas, dia memang tidak salah, tapi kami sama sekali tidak melibatkan perasaan romantis dalam hubungan kami. Aku kemudian menceritakan semua hal yang terjadi hari ini, dari perjalanan kami ke pusat belanja, kafe, toko buku, hingga duduk di taman pada pukul enam sore. Nada juga menceritakan program-program barunya dan hal-hal menarik yang terjadi dalam hidupnya. Kami bercerita sepanjang malam, tertawa, dan berbagi momen kebersamaan yang hangat.

Setelah berbincang-bincang sampai larut malam, kelelahan mulai menyergap kami, dan akhirnya kami pun tertidur.

...…...

Suasana di dalam kamar pada pukul tiga pagi begitu sunyi dan tenang. Seseorang duduk sendirian di tepi tempat tidur, dengan cahaya redup dari lampu meja yang menyinari ruangan. Udara terasa sejuk, menyentuh kulitnya dan mengirimkan sensasi kesegaran.

 

Orang itu merenung dalam keheningan, membiarkan pikirannya melayang-layang di tengah kegelapan. Pada saat ini, pikirannya terasa lebih tajam dan reflektif. Dia merenung tentang hidupnya, mengingat kenangan masa lalu, dan merenung tentang masa depan yang belum terungkap.

 

Dalam ketenangan malam, pikirannya terbang ke tempat-tempat yang jauh. Dia memikirkan mimpi dan ambisi yang belum tercapai, serta rintangan dan tantangan yang harus dihadapinya. Dia merenung tentang keputusan yang pernah diambil dan pertanyaan yang masih menghantui pikirannya.

 

Orang itu merasakan keheningan yang membebaskan, memberinya ruang untuk merenung dan mengeksplorasi jiwanya yang paling dalam. Dia mencari jawaban, mencari makna dalam kehidupannya, dan mencoba memahami dirinya sendiri dengan lebih baik.

 

Meskipun ada kelelahan yang melanda tubuhnya, orang itu tetap terjaga, tak bisa tidur. Pikirannya terus berputar, mencari pemahaman dan kedamaian dalam kegelapan malam. Dia merasakan kekuatan dan kerapuhan dalam dirinya, serta harapan dan kekhawatiran yang mewarnai perjalanan hidupnya.

Orang itu menarik nafas dalam-dalam, membulatkan tekadnya. Tidak, dari awal tekadnya tidak pernah goyah. Dia hanya merasa bingung dengan emosi yang baru dia rasakan.

“Erina Amalia Putri, Yulia Nada Sari, Arvin Maulana”

Setelah menyebut ketiga nama itu, orang itu berdiri dan membuka jendela kamarnya. Dia mendongak ke atas, melihat ke arah bulan yang bersinar terang di langit malam. Sebuah senyuman lebar terukir di wajahnya, membayangkan apa yang akan dia lakukan selanjutnya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!