Medina panik ketika tiba-tiba dia dipanggil oleh pengurus pondok agar segera ke ndalem sang kyai karena keluarganya datang ke pesantren. Dia yang pernah mengatakan pada sang mama jika di pesantren sudah menemukan calon suami seperti kriteria yang ditentukan oleh papanya, kalang kabut sendiri karena kebohongan yang telanjur Medina buat.
Akankah Medina berkata jujur dan mengatakan yang sebenarnya pada orang tua, jika dia belum menemukan orang yang tepat?
Ataukah, Medina akan melakukan berbagai cara untuk melanjutkan kebohongan dengan memanfaatkan seorang pemuda yang diam-diam telah mencuri perhatiannya?
🌹🌹🌹
Ikuti terus kisah Medina, yah ...
Terima kasih buat kalian yang masih setia menantikan karyaku.
Jangan lupa subscribe dan tinggalkan jejak dengan memberi like dan komen terbaik 🥰🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Merpati_Manis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sebelas
Kini mereka bertiga sudah berada di sirkuit. Medina sudah siap di atas motornya. Gadis itu mengenakan wearpack atau pakaian balap yang full safety. sementara Hamam sedang bersiap di ruang ganti.
"Yang ... kalau kamu kalah, gimana?" tanya seorang pemuda yang menemani Medina.
"Jangan khawatir, Vik. Pemuda culun kayak Kang Hamam, enggak mungkin, lah, dapat ngalahin gue."
Rupanya, selain mereka bertiga, Medina juga mengundang Viko yang merupakan bintang di sirkuit tersebut. Sepertinya, Medina memiliki sebuah rencana jika apa yang akan terjadi nanti, tidak seperti yang dia harapkan. Entah apa itu, hanya Medina, lah, yang tahu.
"Tapi, Yang, gimana kalau ternyata dia jago mengendarai motor?"
"Ah, tenang aja. Sejago-jagonya Kang Hamam, palingan dia hanya jawara di kampungnya sana. Enggak level, lah, sama kita."
"Atau, gue sabotase aja, ya, Din, motor abang lu yang akan dia gunakan."
"Eh, jangan, dong, Vik! Gue emang ingin gagalin rencana pernikahan kami, tapi enggak dengan cara kotor juga, Vik!"
"Kenapa, Din? Lu takut dia celaka? Atau jangan-jangan, lu udah cinta, ya, sama dia?"
Medina berdecak kesal. "Lu ngomong apa, sih, Vik? Kecemburuan lu, tuh, enggak beralasan!"
Medina segera memakai helm full face-nya karena tak mau lagi berbicara dengan Viko. Akan tetapi, pemuda itu masih saja berbicara dengan Medina. Viko bahkan berbicara sambil menggunakan isyarat agar Medina mengerti apa yang dia katakan.
Medina membuka kembali helmnya. "Gue enggak percaya! Kalau memang lu udah siap nikahin gue, kenapa kemarin lu bilang kalau tahun ini belum siap?"
"Ya, gue pikir kemarin itu lu becanda, Din."
Rupanya, Viko mencoba meyakinkan Medina bahwa saat ini dia sudah siap jika diajak menikah. Hal itu Viko ungkapkan, setelah dia melihat sendiri keseriusan dari keluarga Hamam yang jauh-jauh datang untuk meminang Medina. Tadinya, Viko tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Medina hingga dia menolak ketika gadis itu memintanya datang ke rumah untuk melamar.
"Please ... ya, Din. Kita buat dia kalah agar gue bisa meminang lu."
"Maksud lu apa, Vik?"
Pertanyaan Aksa yang baru saja datang bersama Hamam, membuat pemuda itu menjadi kelabakan. Tentu saja Viko takut jika Aksa menangkap tujuan dari perkataannya, yang ingin mencelakai Hamam.
"Eh, tidak apa-apa, kok, Bang. Viko hanya kasih semangat buat Dina agar dia menang dan kami bisa tetap bersama. Bukankah begitu, Din?"
Pertanyaan Viko menguap begitu saja, terbawa semilir angin malam yang berembus cukup kencang. Sebab, gadis yang ditanyai saat ini tengah mengagumi sosok pemuda tegap yang berdiri dengan penuh percaya diri di samping sang abang. Ya, dengan wearpack -nya, Hamam nampak begitu gagah, dan terlihat semakin tampan.
Medina sampai tak berkedip, menatap pemuda yang memeluk helm dengan satu tangannya itu. Sementara tangan yang lain, sibuk menata rambut sebahunya yang berantakan tertiup angin. Dengan penampilannya yang sedikit acak-acakan itu, Hamam justru semakin terlihat seksi.
'Wow ... Bang Hamam keren! Enggak kalah sama Pecco,' batin Medina, kagum.
Pecco atau Francesco Bagnaia, adalah pembalap dari tim Ducati yang berasal dari Italia. Pecco juga berambut gondrong sebahu, persis seperti Hamam. Bedanya, jika jambang Peco dibiarkan begitu saja, sementara jambang Hamam dicukur rapi hingga membuat pemuda itu terkesan begitu cool.
"Dik, mau langsung dimulai atau nunggu iler kamu kering dulu?" Aksa bertanya sambil menepuk lengan sang adik hingga membuat lamunan Medina, buyar seketika.
"Ish, apaan, sih, Abang! Main geplak aja!"
"Itu, iler kamu dilap dulu! Kagum, sih, kagum, tapi jangan sampai ileran juga!" Aksa tergelak kemudian. Sementara Hamam seperti biasa, hanya tersenyum tipis saja.
"Siapa yang ileran?" protes Medina kesal. Tapi, gadis itu tetap mengelap bibirnya. Khawatir jika dia benar-benar ngiler karena mengagumi Hamam.
"Udah, ah! Dimulai aja, Vik!" pinta Medina, setelah mengenakan kembali helm-nya.
Viko yang memegang bendera, segera berdiri di hadapan Medina, dan Hamam--yang masing-masing sudah siap di atas motornya. Viko segera berhitung mundur dan dalam hitungan ke satu, Medina segera tancap gas, melaju dengan kencang mendahului Hamam. Melihat aski sang kekasih, Viko tersenyum senang. Karena jika Hamam kalah, itu artinya dia masih memiliki kesempatan untuk tetap melanjutkan hubungan dengan Medina.
Sementara motor yang ditunggangi Hamam juga melaju, tetapi posisinya jauh tertinggal di belakang Medina. Bahkan ketika hampir setengah putaran, Hamam semakin jauh tertinggal, dan hal itu membuat Aksa yang melihat aksinya, geregetan sendiri.
bersambung ...
ya salam
sesuai janjiku, di akhir bulan ini aku umumkan siapakah penghuni ranking pertama yang kasih dukungan pada kisah Medina-Hamam. Dan ... pendukung teratas adalah Kak Greenindya 🥰
Untuk pemenang, silakan chat aku, ya, untuk kirim alamat lengkap. Insyaallah novelnya aku kirim pertengahan bulan Juni, karena masih dalam proses cetak 🙏
Buat kalian yang pengin meluk aku, eh.. meluk novelku, bisa hub aku, yah, via chat di sini atau yg sudah save nmr wa ku bisa langsung japri.
mksh banyak untuk kalian semua. lope sekebon 😘😘