Terjerat Cinta Daddy Mafia

"Kamu dengarkan, apa yang dikatakan Dokter Wilson padamu? Lakukan, apa yang diperintahnya. Agar kamu bisa segera sehat. Atau mungkin, memang kamu tak ingin sehat?" Benigno berkata kepada anak angkatnya.

"Ya, Daddy benar. Aku memang tak ingin sehat. Aku justru ingin mati saja. Pasti Daddy senang 'kan, kalau aku tak ada lagi di dunia ini? Sehingga Aku tak lagi merepotkan Daddy lagi," sahut Ana ketus.

Benigno menghela napas panjang. Anak angkatnya memang keras kepala. Dia harus sabar menghadapinya.

"Jika memang kamu ingin seperti itu. Ya sudah, Daddy pergi lagi. Terserah, kamu mau ngapain. Tak ada artinya, Daddy di sini. Jika tak bisa membuat kamu kembali sehat," ancam Benigno.

Ana langsung beranjak turun dari ranjang, dan memeluk Benigno erat. Menghentikan langkah Benigno yang hendak pergi meninggalkan kamarnya. Tubuh Benigno berdesir. Seperti terkena sengatan listrik.

"Lepaskan Daddy! Daddy ingin pergi," ucap Benigno. Dia terlihat dingin. Meskipun sebenarnya, dia pun ingin memeluk Ana.

"Aku mohon, jangan pergi!" Pinta Ana.

"Jika kamu tak ingin Daddy pergi. Sekarang, kamu harus makan. Turuti perintah Dokter Wilson," jawab Benigno.

"Ok, aku mau makan, dan melakukan semua yang diperintah Dokter Wilson. Tapi dengan syarat, Daddy temani aku. Jangan pergi!" Ana berkata dan Benigno mengiyakan.

Benigno begitu sabar merawat Ana, agar Ana bisa segera sehat. Dia menuruti permintaan Ana, yang memintanya menyuapinya dia makan. Apa yang dilakukan Benigno kepada Ana, kayaknya seorang ayah kepada anaknya.

"Sudah Dad, aku sudah kenyang," ucap Ana.

"Dikit lagi ini. Ayo habiskan!" ujar Benigno. Namun, Ana menggeleng kepalanya.

"Ya sudah. Sekarang, kamu minum air putih yang banyak, dan minum obat penurun panas. Setelah itu, kamu tidur beristirahat!" Ucap Benigno.

Benigno mengambil segelas air putih, kemudian dia berikan kepada Ana. Dia juga memberikan air obat-obat yang Ana harus minum. Semua sudah Ana lakukan. Benigno menyuruh Ana berbaring, dan dia menyelimuti tubuh Ana.

"Tidurlah! Agar kamu lekas sehat. Daddy akan menemani kamu, sampai kamu tidur," ucap Benigno lembut kepada Ana. Dia juga mengusap kepala Ana dengan kasih sayang.

"Tubuh kamu masih panas, An. Daddy kompres ya? Apa kamu memiliki  handuk kecil?" Benigno bertanya kepada Ana, saat dirinya memegang kening Ana.

Seorang mafia yang kejam, ternyata memiliki jiwa penyayang, dan sabar. Benigno mengompres kening Ana dengan air hangat. Ana tampak menatap lekat wajah Benigno.

"Makasih ya Dad, sudah perhatian sama aku. Daddy rela meninggalkan pekerjaan Daddy, demi aku," ucap Ana yang kini bersifat dengan Benigno.

"Daddy ingin kamu sehat," jawab Benigno singkat.

"Dad, apa aku boleh meminta Daddy memeluk aku? Aku yakin, pelukan Daddy akan menyembuhkan aku," pinta Ana memohon.

Benigno terdiam. Dia tampak bingung, karena dia sedang menahan godaan besar. Anak angkatnya, adalah godaan terbesar bagi dirinya. Saat Ana tidur, Benigno berniat meminta Roberto membawa seorang ja*lang untuknya ke Mansion. Dia tak ingin meninggalkan Ana. Namun, dia membutuhkan seorang ja*lang untuk membantunya.

"Tapi, kamu tidur ya? Daddy pun ingin beristirahat, kembali ke kamar Daddy," ucap Benigno dan Ana setuju.

Kini Benigno sudah berbaring di ranjang, dia juga terlihat memeluk erat Ana. Rasanya begitu tersiksa, saat harus berkontak fisik dengan Ana.

"Apa Daddy mau menikahi aku?" Sontak, pertanyaan Ana membuat Benigno terkejut.

"Maaf, Daddy gak bisa. Bagi Daddy, kamu tetap anak Daddy sampai kapanpun. Daddy pun memang tak berniat untuk menikah kembali. Sudah ya, jangan berpikir macam-macam dulu! Kamu fokus pada kesehatan kamu dulu." Benigno mencoba memberi pengertian kepada Ana.

Ana tampak sedih. Padahal, kemarin-kemarin dia sudah merasa senang. Karena mereka sudah menghangat, sudah sama-sama tahu, dan merasakan. Suasana hening seketika. Keduanya hanya saling menatap.

"Sejak kapan, Daddy mempekerjakan bodyguard untuk mengawasi aku?" Tanya Ana, membuka pembicaraan kembali.

"Sejak lama. Agar dia bisa melindungi kamu dari laki-laki yang tak bertanggung jawab. Seperti yang tadi mereka lakukan kepadamu. Daddy peringatkan kepada kamu, berhati-hatilah dalam berkawan. Kamu harus menjaga diri kamu dengan baik," jelas Benigno.

"Aku ingin menikah dengan Dave. Agar aku tak merepotkan Daddy terus. Aku akan bicara pada Dave," ucap Ana.

Benigno tampak kesal mendengar penuturan Ana. Entah mengapa, dia merasa tak rela jika Ana dimiliki laki-laki lain.

Ana langsung bangkit, dan beranjak turun mengambil ponselnya di atas meja riasnya.

"Dia bukan laki-laki yang baik. Daddy tidak setuju!" Ujar Benigno tegas.

Ana membalikkan tubuhnya, dan kini menatap sinis ke arah Benigno.

"Daddy tahu dari mana, kalau dia bukan laki-laki yang baik? Daddy saja tak mengenalnya. Tadi itu dia ingin mengajakku ke apartemen, untuk membantuku menenangkan diri. Dia tak ingin melihat aku sedih, karena memikirkan Daddy. Lagi pula, aku sudah dewasa. Aku bisa melakukan apapun yang aku inginkan, termasuk berhubungan suami istri," sahut Ana.

"Jika sampai dia berani melakukannya. Daddy tak akan segan-segan menghabiskan miliknya, agar dia tak bisa melakukannya dengan kamu," ancam Benigno.

"Aku akan meminta Dave membawaku dari sini, dan menikahi aku," ucap Ana sambil memainkan ponselnya, hendak menghubungi Dave.

Benigno sangat marah. Dia langsung merebut ponsel Ana dari tangannya.

"Daddy egois! Aku juga ingin bahagia, Dad! Jika Daddy tak bisa melakukannya. Aku akan mencari kebahagiaanku sendiri. Aku janji, tak akan lagi menggangu kehidupan Daddy lagi." Ana masih saja bersikeras.

"Mengapa kamu selalu berusaha memancing amarah Daddy? Apa selama ini, kasih sayang Daddy tak cukup untukmu?" Benigno tampak marah.

"Atau mungkin, kamu ingin terpuaskan seperti yang pernah Daddy lakukan padamu. Baiklah, jika kamu menginginkannya lagi. Daddy kan melakukannya. Tapi ingat, kamu hanya boleh melakukannya dengan Daddy," ujar Benigno.

Kejadian waktu itu, terulang kembali. Benigno kehilangan kendali. Dia langsung menyerang Ana. Perlahan, benteng pertahanan Ana akhirnya runtuh. Dia tak mampu menahannya.

"Nikmati, Sayang. Daddy senang mendengarnya," bisik Benigno lembut di telinga Ana.

Tak bisa dia pungkiri, kalau dia sudah tergila-gila pada anak angkatnya. Sensasi yang dia rasakan saat bersama Ana, sungguh berbeda dari pengalaman-pengalaman sebelumnya.

Mata Ana sudah terlihat sayu memandang, daddy angkatnya. Tubuhnya beraksi menikmatinya. Namun, ada perasaan sedih di hatinya. Karena daddynya tak pernah mencintainya.

Benigno langsung menghentikan aktivitasnya, saat mendengar Ana menangis. Dia tak tega melihat anak angkatnya meneteskan air matanya. Benigno langsung mengusap air mata di wajah Ana dengan tangannya.

"Maafkan Daddy! Lagi-lagi Daddy hilang kendali," kata Benigno dengan wajah penuh menyesal.

"Kenapa Daddy berhenti? Bukannya ini yang Daddy inginkan dari aku? Lakukan saja, apa yang Daddy inginkan! Aku ingin membalas semua kebaikan Daddy padaku, agar aku tak memiliki hutang budi setelah ini," ucap Ana sinis, membuat Benigno tertampar dengan ucapan anak angkatnya.

"Argh ...." Benigno mengusap wajahnya dengan kasar dan mengacak-acak rambutnya.

"Daddy janji, tak akan lagi melakukan hal itu kepadamu," ucap Benigno lirih.