Hasna berusaha menerima pernikahan dengan seorang laki-laki yang tidak pernah ia kenal. Bahkan pertemuan pertama, saat keduanya melangsungkan akad nikah. Tak ada perlakuan manis dan kata romantis.
"Ingat, kita menikah hanyalah karena permintaan konyol demi membalas budi. jadi jangan pernah campuri urusan saya."
_Rama Suryanata_
"Terlepas bagaimanapun perlakuanmu kepadaku. Pernikahan ini bukanlah pernikahan untuk dipermainkan. Kamu telah mengambil tanggung jawab atas hidupku dihadapan Allah."
_Hasna Ayudia_
Mampukah Hasna mempertahankan keutuhan rumah tangganya? Atau justru menyerah dengan keadaan?.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ujungpena90, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6
"Jangan pernah lepaskan genggaman tangan ini. Walau tak selalu hangat kau rasa. Namun tetaplah berjalan di sisiku."
Hasna terbangun dari tidurnya tepat saat adzan shubuh berkumandang. Nafasnya sedikit memburu sampai detak jantungnya tak terkontrol.
Suara dalam mimpinya barusan terdengar seperti nyata. Suara dari seorang laki laki yang entah bagaimana rupanya. Hanya punggung dan tangan yang terulur yang dia ingat.
Hasna sudah menormalkan detak jantungnya. Nafas pun sudah mulai teratur. Hanya karena mimpi, jantungnya berdetak tak karuan.
Bahkan mimpi hanyalah bunga tidur bagi setiap makhluk yang terlelap. Seketika ucapan Nayla berputar dalam ingatannya.
"Nggak usah dilihat fotonya, Mbak. Nanti malah nggak bisa tidur."
Apakah benar mimpinya barusan ada kaitannya dengan melihat foto laki-laki itu semalam?. Hasna menggelengkan kepalanya cepat. Segera ia mengusir pikiran yang tidak masuk akal seperti apa yang barusan dilakukannya.
Tidak mungkin, ini hanyalah bunga tidur. Tak ada sangkut pautnya dengan foto itu, batinnya.
Dan seketika pandangannya tertuju pada map kecil diatas nakas.
Gegas ia melangkahkan kaki menuju kamar mandi untuk bersiap menunaikan ibadah wajibnya.
Setalah itu ia sempatkan untuk membaca kalam Allah beberapa lembar. Kebiasaan yang hampir tidak pernah ia lewatkan semenjak kecil.
Setelah selesai dengan rutinitas nya beribadah, segera Hasna ke dapur untuk menyiapkan sarapan untuk sang kakek.
Mbak Marni hanya akan memasak sarapan jika Hasna yang memintanya. Selebihnya ia kerjakan sendiri.
***
"Mbak Hasna ada yang cari." Kata salah satu pegawai restorannya, saat ia baru saja sampai di pintu masuk.
"Siapa?" Tanya perempuan itu, karena ia merasa tak memiliki janji untuk bertemu dengan siapapun.
"Namanya Kevin, Mbak."
"Dimana dia sekarang?" tanya Hasna sembari mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut restoran.
"Ada di sebelah sana, Mbak." Pegawai wanita itu menunjuk salah satu sudut restoran. Tampak seorang laki laki berkemeja navy dengan duduk sambil memainkan ponselnya.
"Iya, terima kasih."
Hasna pun berjalan menuju meja dimana ada Kevin di sana. Sepertinya pemuda itu tak menyadari kehadiran Hasna.
"Assalamualaikum, Mas Kevin." Sapa Hasna.
Seketika pandangan yang semula sibuk pada layar ponsel teralihkan sempurna pada gadis berparas cantik itu.
"Waalaikumsalam." jawab pemuda itu disertai senyuman yang manis.
"Maaf, apa mas Kevin sudah menunggu lama?" Hasna sedikit merasa tidak enak saat mengetahui Kevin menunggunya. Apalagi tanpa adanya pemberitahuan sebelumnya.
"Ah, tidak. Baru lima belas menit. Bahkan saya belum sempat memesan makanan." Kekeh lelaki itu.
Hasna melambaikan tangan pada salah satu pegawainya.
"Ada yang bisa saya bantu, Mbak?" Tanya pegawai itu sopan.
"Tolong ambilkan menu spesial di restoran kita, sekalian minumannya ya." Jawab Hasna.
"Baik, Mbak." Setalah itu pegawai itu pun undur diri.
Hanya karena dipesankan makan siang dengan menu spesial, Kevin merasa diperhatikan oleh Hasna.
"Maaf, kalau aku lancang memilihkan menu tanpa menanyakannya pada Mas Kevin terlebih dahulu."
Tiba tiba Hasna merasa sungkan saat Kevin menatapnya seperti itu.
"Ah tidak apa-apa, santai saja. Justru saya merasa tersanjung diperlakukan seperti itu." jawab Kevin yang disertai dengan senyuman manis.
"Kau tau Hasna, bahkan aku mengharapkan suatu saat nanti, kamu yang akan selalu menyiapkan segala kebutuhanku." Kata yang hanya mampu Kevin ucapkan dalam hati.
"Berarti ini adalah sebuah bentuk traktiran dong." kekeh pemuda berlesung pipi itu.
"Ya... anggap saja seperti itu. Kemarin waktu pembukaan restoran tidak ada perwakilan dari Tante Rosita yang hadir."
"Ah... maafkan kami, Hasna. Kami tak bermaksud melupakan undangan darimu. Tapi, ya....."
"Nggak apa-apa, santai aja." sahut Hasna.
"By the way, congrats atas pembukaan Restorannya." ucap Kevin.
"Makasih yah."
Setalah mengobrol beberapa saat, akhirnya hidangan yang telah ditunggu tersaji di atas meja yang mereka tempati.
"Hasna, apa saya harus menghabiskan semua makanan ini?" Tanya Kevin saat semua makanan tersaji di atas meja.
Pasalnya tidak hanya satu menu yang terhidang namun ada beberapa menu sekaligus.
"Kalau Mas Kevin mampu menghabiskannya, silahkan saja."
Kevin refleks menghembuskan nafas yang terdengar berat. Seketika tawa Hasna pecah, saat tau ekspresi yang ditunjukkan pemuda dihadapannya itu.
Untuk sepersekian detik, Kevin memperhatikan Hasna yang tertawa sambil menutup mulut dengan sebelah tangannya.
"Cantik." gumamnya
"Gak perlu dihabisin juga gak papa kok. Kebetulan aku juga belum makan siang." kata Hasna setelah tawanya reda.
"Ayo, Mas. Silahkan."
Kevin mengambil nasi dan beberapa menu pelengkap lainnya. Saat dirinya akan mulai menyuapkan makanan kedalam mulutnya, seketika gerakannya terhenti saat melihat Hasna tengah menengadahkan kedua tangannya dengan mata terpejam.
Ahhhh sial, kenapa hal kecil yang dilakukan Hasna mampu membuatku kagum kepadanya? Batin lelaki itu.
Cepat cepat ia mengikuti apa yang dilakukan Hasna.
"Bismillahirrohmanirrohim." lirihnya.
Karena sejujurnya, ia bahkan lupa doa apa yang harus dibaca ketika akan makan. Saat masih kecil, ia begitu hafal diluar kepala, karena doa itu setiap hari dibaca bersama teman temannya jika akan istirahat di sekolah.
Hening, hanya terdengar denting sendok dan garpu yang tengah beradu. Keduanya benar benar menikmati makanan di piring mereka masing-masing.
Setelah makan siang yang berkesan untuk Kevin, makan siang yang tidak disengaja yang ditemani oleh Hasna.
Sebenarnya ia begitu berat untuk pergi dari restoran Hasna. Tapi tidak ada alasan yang tepat untuk bertahan. Mau tidak mau pemuda itu harus pergi untuk kembali ke kantor.
"Terima kasih atas jamuannya. Sungguh makan siang yang sangat berkesan buat saya." ucap Kevin saat berpamitan pada Hasna.
"Karena ditemani wanita secantik kamu Hasna. Semoga ada kesempatan lagi untuk kita. Ahhh...jadi berasa memiliki istri kalau begini. Makan dilayani, ke kantor ada yang mengantarkan sampai depan."
Tentu saja lagi-lagi hanya mampu Kevin ungkapkan dalam hatinya.
"Mas?" panggil Hasna pada Kevin yang senyum senyum sendiri.
"Mas Kevin?" ulang gadis itu sambil melambaikan tangan kanannya didepan wajah Kevin.
"Ah... Iya. Kalau begitu saya permisi, dan terima kasih banyak." jawab Kevin dengan seulas senyuman lalu berbalik melangkah menuju mobilnya.
"Assalamu'alaikum." ucapan Hasna sukses menghentikan langkah Kevin.
Laki laki itu sejenak memejamkan matanya, merutuki kebodohannya karena melupakan salam. Kevin pun berbalik dan tersenyum kepada Hasna.
"Wa'alaikumussalam." jawabnya
"Hati hati dijalan." sebaris kata yang mampu membuat hati Kevin ditumbuhi bunga yang bermekaran.
"Ya, terima kasih."
Pemuda itu pun berbalik dan menuju mobilnya. Hasna kembali ke dalam restoran, setelah mobil milik Kevin meninggalkan parkiran restoran.
***
Sepanjang perjalanan menuju kantor tak hentinya Kevin mengulum senyuman. Ada kalanya pemuda dua puluh tujuh tahun itu tersenyum sambil menunduk dengan rona merah di kedua pipinya.
Kebersamaannya bersama Hasna siang ini benar benar merubah moodnya. Seperti mendapatkan energi yang terlampau penuh.
Sesekali terdengar bibir tipisnya bersenandung, kadang bersiul. Seperti seorang ABG yang baru saja mengalami masa pubernya.
Sampai di lobi kantor pun, banyak karyawan yang menyapanya dan dibalas dengan senyuman yang begitu manis. Hampir semua dari mereka menyadari ada pancaran kebahagiaan yang diperlihatkan oleh bos mereka.
Bukan karena Kevin tak ramah di hari hari sebelumnya. Dia begitu ramah dengan para karyawannya. Hanya saja, kali ini ada yang berbeda dengan bos mereka. Aura kebahagiaan begitu kentara di wajah tampan nya.
sebuah kisah yg bagus....