Krystal, gadis berusia 22 tahun terpaksa menikah dengan kakak iparnya sendiri karena sebuah surat wasiat, yang kakak kandungnya tinggalkan satu hari sebelum dia meninggal.
Mau tidak mau, Krystal menerimanya meski sebenarnya hatinya menolak.
“Berpura-pura lah menjadi istriku. Dan tanda tangani surat perjanjian kontrak ini. Tapi, kamu harus ingat, jangan sampai jatuh cinta padaku.” Bara Alfredo.
“Seharusnya aku yang mengatakan itu padamu. Jangan sampai kamu tergoda dan jatuh cinta padaku, Kakak Ipar.” Krystal Alexander.
Akan seperti apa kehidupan rumah tangga mereka yang tidak di dasari dengan perasaan cinta?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 031
"Kamu ikut aku." dengan sedikit kasar, Bara menarik pergelangan tangan Krystal dan membawanya keluar dari ruangan itu.
Bara bahkan tidak mempedulikan teriakan Krystal dan juga Lio yang terus memanggilnya.
"Lepas, kamu mau bawa aku kemana."
"Pulang."
Krystal mengentikan langkahnya. "Kamu gila! Aku sedang membicarakan hal serius tentang Lio dan kamu malah mengajakku pulang?"
Krystal menghempaskan tangan Bara.
Apa pria itu tidak tahu kalau untuk berjalan dari ruangan dokter Daniel kemari, sangat menyiksa dirinya? Miliknya masih terasa nyeri dan sakit. Lalu seenak jidatnya sendiri, Bara memperlakukan Krystal seperti barang.
"Nggak usah kebanyakan protes. Apa susahnya nurut kata suami?" seakan acuh, Bara kembali menarik Krystal dan memaksanya masuk ke mobil.
Bara masih ingat dengan jelas ucapan Nathan yang tanpa sadar menawarkan diri untuk menjadi ayah pengganti bagi Lio.
Sialan! Sampai kapanpun Bara tidak akan pernah menerimanya. Dari dulu Nathan selalu saja ingin merebut apa yang sudah jadi miliknya.
"Kalau kamu ngajak aku kesini cuma buat liat kamu ngelamun, mending aku masuk lagi ke dalam dan—" belum selesai Krystal bicara, Bara sudah menempelkan bibir mereka.
Ciuman yang awalnya tanpa gairah dan nafsu, kini berubah menuntut. Bara menahan tengkuk Krystal agar semakin memperdalam ciumannya.
"Kak ..." lenguh Krystal di sela-sela ciumannya.
Dan lagi-lagi, pikirannya selalu bertolak belakang dengan tindakannya. Hatinya menolak, namun tubuhnya menginginkan yang lebih dari sekedar ciuman.
Bara menggigit bibir Krystal yang sejak tadi tertutup, saat terbuka ia me lilit kan lidahnya ke dalam. Saling mem belit dan bertukar saliva.
Krystal memukul pundak Bara, ia mulai kehabisan nafas. Krystal teru meyakinkan dirinya sendiri agar tidak terbuai dengan perlakuan Bara.
"Kamu kenapa jadi suka cium-cium gini, sih." Krystal menggerutu sebal.
Bara tersenyum lalu mengusap sudut bibir Krystal. "Kamu mau ke Singapura?" tanyanya.
"Bukan urusan kamu." tangan Krystal terulur, hendak membuka pintu mobil. Namun ditahan oleh pria itu. "Ada apa lagi?"
"Aku belum selesai ngomong." entah sejak kapan, mereka sudah tidak bicara dengan formal lagi. Mungkin lebih nyaman seperti ini.
"Ya emang karena nggak ada yang perlu kita omongin." Krystal kembali duduk dan menatap lurus ke depan. "Kamu nggak peduli sama Lio 'kan selama ini. Jadi biarkan aku, mama dan papa yang mengurus semuanya. Aku juga nggak miskin-miskin amat untuk membiayai Lio."
Bara menoleh, menatap Krystal dengan tatapan yang sulit diartikan. Hatinya masih ragu, haruskah ia ikut bersama mereka ke Singapura?
"Aku izinkan Lio berobat kesana. Tapi bisakah kamu tinggal?" lirih Bara.
"Nggak bisa. Aku udah terlanjur ambil cuti."
Krystal masih heran, kenapa Bara tiba-tiba ingin agar dia tetap berada di Jakarta. Bukankah selama ini Bara juga membencinya.
"Aku butuh kamu."
"Dan Lio butuh aku!"
Bara berdecak kesal. Bagaimana bisa Krystal membalikkan ucapannya. "Apa pengganggu itu ikut?" tanyanya.
Krystal mengernyit bingung. "Pengganggu? Maksud kamu?"
"Si Otan!"
"Hah?" Krystal menggaruk tengkuk lehernya yang tak gatal lalu menatap serius Bara. "Ngomong yang bener nggak usah pake kode!"
"Nathan, dia ikut?"
Krystal mengangkat kedua bahunya acuh. "Lio lebih penting daripada Nathan. Dia hanya orang luar yang bersedia memberikan kasih sayangnya buat Lio."
"Aku nggak terima."
"Dan aku nggak peduli." setelah mengatakan itu, Krystal memutuskan untuk keluar dari mobil Bara. Meninggalkan pria yang masih terdiam itu sendirian.
"Shiit! Dasar keras kepala."
Akhirnya Bara mengalah, menunggu Krystal, Lio dan kedua orang tuanya di dalam mobil sampai mereka keluar. Malas jika harus kembali bertemu dengan Nathan.
"Tuan, mau sampai kapan kita di sini?" Liam menyela, membuyarkan lamunan Bara.
Ya, asisten pribadinya itu terpaksa mengetuk pintu kaca mobil karena sejak tadi seseorang menghubunginya dan meminta untuk bertemu dengan Bara.
"Sampai ayam betina berkokok!" Bara membanting kuat pintu mobilnya dan mengabaikan Liam.
"Apa aku salah bicara lagi? Mana ada ayam betina berkokok? Tuan ada-ada saja."
Ponsel yang berada ditangan Liam kembali bergetar, menampilkan nama seseorang yang sedang menghubunginya.
"Astaga, bagaimana ini."
Liam terpaksa mengangkat panggilan tersebut dan berlari mengejar Bara.